Direktur Fasilitas Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Ditjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Cheka Virgowansyah. ist
Direktur Fasilitas Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Ditjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Cheka Virgowansyah. ist

Upaya Revisi UU Pemda Jadi Daya Ungkit Otonomi Daerah

Adri Prima • 26 November 2025 23:27
Jakarta: Direktur Fasilitas Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah, Ditjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Cheka Virgowansyah, mengatakan, revisi UU Pemda merupakan usul inisiatif dewan (DPR RI) bertujuan mensinkronisasikan UU Pemda dengan UU lainnya seperti UU Minerba, UU Ciptaker dan UU lainnya yang terkait dengan pemerintahan daerah.
 
“Urgensinya, karena otonomi daerah sudah berjalan 25 tahun, kesejahteraan daerah, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk miskin semakin berkurang, Competitiveness (daya saing) daerah over all membaik,” kata Cheka Virgowansyah, Rabu, 26 November 2025.
 
Cheka mengungkapkan, pelayanan publik Indonesia terus semakin membaik, dari semula di urutan 185 pada tahun 2010, kini membaik jadi urutan 71. Pelayanan publik membaik, indeks pelayanan publik semakin membaik, mall pelayanan publik ada di mana-mana jumlahnya mencapai 256 mal di semua daerah. 

“Respons pemerintah daerah juga semakin membaik.  Hal ini menunjukkan tren otonomi daerah getting better (membaik). Dari capaian yang sudah ada maka harapannya ke depan menjadi lebih baik lagi,” kata Cheka.
 
Ia mengatakan, saat ini Pemda menghadapi struktur organisasi yang berlebihan (over structure), adanya tumpeng tindih kewenangan, dan ketidaksesuaian kebutuhan pelayanan dengan struktur organisasi.
 
Baca juga:
Tugas dan Fungsi DPD Dinilai Harus Diperkuat

 
“Revisi UU Pemda diharapkan menjadi solusi untuk penguatan tata kelola pemerintah daerah, penyederhanaan kelembagaan, peningkatan kualitas layanan publik, dan optimalisasi sumber daya manusia (SDM) aparatur sipil negara (ASN) di daerah,” sambung Cheka.
 
Menurutnya, fokus utama dalam revisi UU Pemda adalah penataan kelembagaan perangkat daerah agar lebih efisien, efektif dan adaptif terhadap dinamika Pembangunan. 
 
Cheka menyebutkan selama ini anggaran yang dialokasi untuk sebuah lembaga perangkat di daerah didasarkan pada klasifikasi misal kelas A atau B. Dengan membentuk sebuah lembaga berarti butuh anggaran yang cukup besar mulai dari anggaran kepala dinas, sekretaris dinasnya sampai dengan bidang-bidangnya hingga operasional kantornya.
 
Jadi apabila ditetapkan lembaga tipe A maka pemda itu harus membiayai sesuai tipe A, jadi mau ada kegiatan atau tidak ada kegiatan tetap pembiayaannya harus dikeluarkan sesuai tipe lembaga A. Jadi tidak bisa fleksibel.
 
“Nah dalam perubahan nanti nanti pembiayaan kelembagaan disesuaikan dengan kebutuhannya, jadi bisa diatur lebih fleksibel. Sehingga value for money dari kelembagaan yang ada. Fokus utamanya adalah outcomenya,” kata Cheka.
 
Sebab, kata Cheka, berdasarkan temuan Kemendagri, data kelembagaan ini perbandingan antara jumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dengan produk domestic bruto (GDP) regional, pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah, ternyata tidak berkorelasi positif.
 
Cheka mengatakan, fleksiblilitas pembiayaan ini penting sebab tiap daerah masing-masing itulah yang paling tahu bagaimana mensejahterakan masyarakat-masyaratnya. Jadi kalau lembaga daerah ini bisa dibuat fleksibel dengan fokus pada outcome-nya maka itu akan jauh lebih cepat mengakselsrasi pertumbuhan.
 
“Misalnya dinas tenaga kerja, tugas utamanya adalah membuat orang yang menganggur menjadi bekerja. Bukan malah melaksanakan rapat atau job fair. Lembaga ini bisa saja beraktivitas seperti menggelar job fair atau kegiatan yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan tapi memang benar-benar ada hasilnya yakni bisa menyerap tenaga kerja,” kata Cheka.
 
Jadi, kata Cheka, yang dikunci bukan kegiatannya tapi yang dikunci adalah outcome-nya. Sehingga outcome dinas tenaga kerja ini selama 1 tahun apakah sudah memberikan manfaat atau berkontribusi terhadap jumlah orang bekerja di satu daerah.
 
“Jadi fokusnya OPD yang terkait dengan ketenagakerjaan adalah bagaimana kegiatan lembaga itu bisa bermanfaat yang tadinya nganggur jadi bisa bekerja. Sebab yang terjadi sekarang adalah ketika ditanya, apa yang sudah dilakukan dinas tenaga kerja maka dijawabnya kami sudah melakukan rapat, kami sudah melakukan job fair, padahal bukan itu tapi seberapa jauh outcomenya,” kata Cheka.
 
Di sisi lain, Cheka mengungkapkan bahwa otonomi daerah sudah memberikan banyak manfaat dan perbaikan bagi daerah. Grafik perbaikan yang dirasakan dari pelaksanaan otonomi daerah selain tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat, pertumbuhan ekonomi yang meningkat, juga terkandung adanya peningkatan angka harapan hidup. 
 
“Angka harapan hidup meningkat dari semula pada tahun 2000 hanya 66 tahun, sekarang jadi 72,26 tahun. Artinya semakin baik. Lalu angka rata-rata lamanya sekolah dari tadinya 7 tahun sekarang jadi 8,8 tahun,” ungkap Cheka.
 
Dari aspek kelembagaan, kata Cheka, untuk mempercepat tren-tren perbaikan ini agar menjadi jauh semakin baik, maka karena otonomi sudah berjalan 25 tahun sudah seharusnya menjadi semakin cepat lebih baik lagi.
 
“Jadi dari pengalaman yang 25 tahun ini, kita harus punya daya ungkit yang lebih besar untuk ke depannya, harapannya begitu,” kata Cheka.
 
Cheka menjelaskan, salah satu dari 3 tujuan utama otonomi daerah adalah pelayanan publik yaitu bagaimana melayani masyarakat lebih cepat, responsnya lebih baik, yang tadinya 30 menit jadi 10 menit. Kemudian juga kemudahan-kemudahan perizinan, jadi seberapa besar perizinan semakin membaik. Untuk itu dibangun mal-mal pelayanan publik di setiap daerah.
 
“Soal perizinan kita juga getting better, Indonesia menempati peringkat 41 dari 185 negara. Artinya pelayanan publik kita semakin membaik,” ungkap Cheka.
 
Intinya, kata Cheka, pemerintah pusat dan daerah harus punya satu konsep yaitu melayani. Karena masyarakat tidak mau tahu berapa banyak organisasai perangkat daerah (OPD) yang ada, seberapa besar tipe lembaganya apakah tipe A, tipe B atau tipe C. Terpenting adalah apakah kepala warganya bisa pintar, perutnya kenyang dan tuntutanya terpenuhi. Sepanjang itu terpenuhi maka masyarakat tidak akan mempermasalahkan berapa banyak OPDnya.
 
“Terpenting bagi rakyat, kami bisa sejahtera, kami bisa punya daya saing, kami bisa mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik. Jadi masyakarat kepalanya bisa pintar, perutnya kenyang dan dompetnya penuh. Human Development Index semacam itulah yang ingin dicapai dari revisi UU Pemda ini,” pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(PRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan