medcom.id, Jakarta: Di Ibu Kota Negara Brasil, Brasilia, kita akan menemukan banyak pemulung, pedagang asongan, dan para tuna wisma yang tidur di emperan toko, taman-taman kota, atau di pinggir-pinggir jalan. Namun ada yang membedakan Brasil dengan negara-negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia, adalah ketertiban berlalu lintas.
Suka atau tidak, harus diakui rakyat Brasil sangat tertib dalam berlalu lintas. Berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia, terutama warga Jakarta yang sering seenaknya saaat berkendara di jalan raya.
Untuk urusan kemacetan, hampir semua kota besar di Brasil mengalami kemacetan lalu lintas pada jam-jam padat. Kecuali Brasilia, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Jakarta, yakni macet, terutama pada jam-jam pergi dan pulang kantor. Bedanya, meski macet, semua pengendara tertib menunggu antrean dan tidak saling serobot.
Apalagi pengendara sepeda motor di Brasilia termasuk mahkluk yang langka. Tidak seperti di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya di Indonesia, sepeda motor begitu dominan dan seolah merajai jalanan, sehingga mereka bisa merampas jalur pedestrian atau kadang melawan arah seenaknya.
Meski kondisi lalu lintasnya sama saja, tetapi tidak tampak kesemrawutan seperti yang lazim di Jakarta. Salah satu contohnya adalah ketika lampu merah, semua kendaraan pasti berhenti di belakang garis putih. Sesuatu yang sebenarnya lazim di Eropa.
“Ini Eropa. Ini Negara Eropa yang ada di Amerika Latin (Brasil),“ tegas Duta Besar Indonesia untuk Brasil Sudaryomo Hartosudarmo saat ditanya pendapatnya soal kebiasaan warga Brasil, kepada Media Indonesia, Senin (14/7/2014).
Kontras dengan di Indonesia. Setiap lampu merah menyala, para pengendara seperti berlomba-lomba untuk ke depan dan berjalan lebih dulu. Celakanya lagi, sedikit saja ada jarak, para pengendari motor pasti menerobos lampu merah meski masih lampu merah. Tidak jarang polisi juga memberi contoh buruk dalam soal ini.
Pun dalam kecepatan berkendara. Beda sekali dengan di Jakarta. Aturan batas maksimum kecepatan ada, tetapi tidak pernah ditegakkan. Orang bisa memacu mobil dengan kecepatan berapa pun di tol.
“Itulah mengapa saya bilang Brasil seperti Eropa. Untuk urusan kedispilinan dan ketertiban, mereka memang sangat bagus. Kita kalah jauh ketimbang mereka,” kata Sudaryomo.
“Anda bisa lihat sendiri. Naik bisa saja mereka mau antre berbaris dan kadang memberikan orang yang lebih tua dulu. Atau ketika naik subway, para penumpang yang akan diberikan kesempatan terlebih dahulu. Di Indonesia mana begitu?” imbuhnya.
Yang mengagumkan, lanjut dia, jarang terlihat polisi lalu lintas di jalan raya. Namun di setiap titik dipasang kamera. Jadi, siapa yang melanggar kecepatan pasti akan dikenai sanksi.
Pihak kepolisian Brasil juga tidak perlu langsung menahan di tempat, tetapi setiap akhir bulan akan muncul tagihan bila ada pengguna jalan yang melanggar kecepatan yang sudah ditentukan. Sebab perbuatan itu terekam oleh kamera yang ada di mana-mana. Memang kadang ada juga para pengendara mobil yang nakal, tapi itu jarang.
Ketertiban itu tercermin juga di jalur khusus, atau semacam busway di Jakarta. Di Brasil jalur khusus itu diperuntukkan bagi BTR atau semacam trans Jakarta. Namun berbeda dengan jalur busway, jalur BTR benar-benar steril.
Bahkan meski di beberapa bagian hanya diberi separator pendek, tidak ada mobil, sepeda motor, ataupun bus yang berani melintasinya. Sekali lagi warga Jakarta harus diakui masih kalah jauh untuk urusan kedisplinan. Tidak berlebihan sepertinya apa yang dikatakan Dubes RI untuk Brasil bahwa meski masih terhitung negara berkembang, Brasil punya mental negara maju.
medcom.id, Jakarta: Di Ibu Kota Negara Brasil, Brasilia, kita akan menemukan banyak pemulung, pedagang asongan, dan para tuna wisma yang tidur di emperan toko, taman-taman kota, atau di pinggir-pinggir jalan. Namun ada yang membedakan Brasil dengan negara-negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia, adalah ketertiban berlalu lintas.
Suka atau tidak, harus diakui rakyat Brasil sangat tertib dalam berlalu lintas. Berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia, terutama warga Jakarta yang sering seenaknya saaat berkendara di jalan raya.
Untuk urusan kemacetan, hampir semua kota besar di Brasil mengalami kemacetan lalu lintas pada jam-jam padat. Kecuali Brasilia, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Jakarta, yakni macet, terutama pada jam-jam pergi dan pulang kantor. Bedanya, meski macet, semua pengendara tertib menunggu antrean dan tidak saling serobot.
Apalagi pengendara sepeda motor di Brasilia termasuk mahkluk yang langka. Tidak seperti di Jakarta atau di kota-kota besar lainnya di Indonesia, sepeda motor begitu dominan dan seolah merajai jalanan, sehingga mereka bisa merampas jalur pedestrian atau kadang melawan arah seenaknya.
Meski kondisi lalu lintasnya sama saja, tetapi tidak tampak kesemrawutan seperti yang lazim di Jakarta. Salah satu contohnya adalah ketika lampu merah, semua kendaraan pasti berhenti di belakang garis putih. Sesuatu yang sebenarnya lazim di Eropa.
“Ini Eropa. Ini Negara Eropa yang ada di Amerika Latin (Brasil),“ tegas Duta Besar Indonesia untuk Brasil Sudaryomo Hartosudarmo saat ditanya pendapatnya soal kebiasaan warga Brasil, kepada
Media Indonesia, Senin (14/7/2014).
Kontras dengan di Indonesia. Setiap lampu merah menyala, para pengendara seperti berlomba-lomba untuk ke depan dan berjalan lebih dulu. Celakanya lagi, sedikit saja ada jarak, para pengendari motor pasti menerobos lampu merah meski masih lampu merah. Tidak jarang polisi juga memberi contoh buruk dalam soal ini.
Pun dalam kecepatan berkendara. Beda sekali dengan di Jakarta. Aturan batas maksimum kecepatan ada, tetapi tidak pernah ditegakkan. Orang bisa memacu mobil dengan kecepatan berapa pun di tol.
“Itulah mengapa saya bilang Brasil seperti Eropa. Untuk urusan kedispilinan dan ketertiban, mereka memang sangat bagus. Kita kalah jauh ketimbang mereka,” kata Sudaryomo.
“Anda bisa lihat sendiri. Naik bisa saja mereka mau antre berbaris dan kadang memberikan orang yang lebih tua dulu. Atau ketika naik subway, para penumpang yang akan diberikan kesempatan terlebih dahulu. Di Indonesia mana begitu?” imbuhnya.
Yang mengagumkan, lanjut dia, jarang terlihat polisi lalu lintas di jalan raya. Namun di setiap titik dipasang kamera. Jadi, siapa yang melanggar kecepatan pasti akan dikenai sanksi.
Pihak kepolisian Brasil juga tidak perlu langsung menahan di tempat, tetapi setiap akhir bulan akan muncul tagihan bila ada pengguna jalan yang melanggar kecepatan yang sudah ditentukan. Sebab perbuatan itu terekam oleh kamera yang ada di mana-mana. Memang kadang ada juga para pengendara mobil yang nakal, tapi itu jarang.
Ketertiban itu tercermin juga di jalur khusus, atau semacam busway di Jakarta. Di Brasil jalur khusus itu diperuntukkan bagi BTR atau semacam trans Jakarta. Namun berbeda dengan jalur busway, jalur BTR benar-benar steril.
Bahkan meski di beberapa bagian hanya diberi separator pendek, tidak ada mobil, sepeda motor, ataupun bus yang berani melintasinya. Sekali lagi warga Jakarta harus diakui masih kalah jauh untuk urusan kedisplinan. Tidak berlebihan sepertinya apa yang dikatakan Dubes RI untuk Brasil bahwa meski masih terhitung negara berkembang, Brasil punya mental negara maju.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LAL)