Ilustrasi: PLTN. (AFP)
Ilustrasi: PLTN. (AFP)

PLTN Indonesia Siap Tahun 2032, Pemerintah Harus Perhatikan Ini

Riza Aslam Khaeron • 12 September 2024 10:35
Jakarta: Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (Sekjen DEN), Djoko Siswanto, menginformasikan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia akan siap beroperasi pada tahun 2032.
 
Menurut Djoko, kesiapan PLTN tersebut sesuai dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) No. 79 Tahun 2014.
 
"Di PP KEN-nya seperti itu, sudah ada nuklir listriknya (2032), sudah on stream, sudah COD (Commercial Operation Date)," ujar Djoko di Jakarta, Rabu, 11 September 2024, melansir Antara.

Djoko mengatakan bahwa dua investor PLTN tersebut adalah PT ThorCon dan NuScale Power.
 
Pernyataan Djoko sejalan dengan pernyataan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, yang mengatakan bahwa Pemerintah RI akan segera membangun PLTN on-grid sebesar 250 megawatt pada tahun 2032.
 
"Jadi sekarang kita harus mempersiapkan. Sudah tinggal sembilan tahun. Ini harus dipersiapkan 250 megawatt on-grid. Sudah on the track," kata Eniya dalam acara International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat, 6 September 2024.
 
PLTN, sebagaimana disebutkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir pada tahun 2009 dalam acara The Interview di Metro TV, merupakan "solusi dari krisis energi menyusul semakin menipisnya ketersediaan bahan bakar fosil, sekaligus mencegah pemanasan global."
 

Harus Sesuai Target


Yang harus diperhatikan oleh pemerintah terkait target energi adalah permintaan agar target bauran energi terbarukan tidak diturunkan. Komisi VII DPR RI dari Fraksi Demokrat pada hari Selasa, 3 September 2024 menyampaikan bahwa Koalisi Transisi Energi Berkeadilan meminta agar pemerintah tidak menurunkan target bauran energi terbarukan yang tercantum dalam PP No. 79 Tahun 2014.
 
"Koalisi Transisi Energi Berkeadilan meminta Fraksi Demokrat untuk ikut memperjuangkan agar revisi KEN bisa meningkatkan target bauran energi terbarukan hingga 60% pada 2030 dan mencapai 100%," tulis Forest Watch Indonesia (FWI) dalam pernyataan pada 4 September 2024, melansir laman mereka.
 
Selain Koalisi Transisi Energi, FWI meminta agar pemerintah tidak memasukkan jenis energi berbasis lahan yang menyebabkan pembabatan hutan, seperti biomassa, dan energi nuklir yang berisiko bagi Indonesia yang rentan gempa serta belum siap secara infrastruktur untuk mengelola nuklir.
 
FWI menyoroti bahwa pemenuhan biomassa kayu (wood pellet) selama ini dilakukan melalui pembangunan Hutan Tanaman Energi (HTE) dengan penggundulan hutan di berbagai provinsi. Mereka memproyeksikan bahwa hutan alam seluas 4,65 juta hektare (ha) terancam oleh proyek pembangunan HTE dan implementasi co-firing biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
 
"Jika praktik ini tetap dibiarkan, maka Indonesia akan mengalami utang emisi dari hutan yang dirusak," tegas Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Prayoga.
 

Keselamatan Nuklir


Kedua, pemerintah harus memperhatikan keselamatan nuklir. Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN) - BRIN, Yarianto Sugeng Budi Susilo, di kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie Serpong, Rabu, 12 Juni 2024, menegaskan pentingnya isu tersebut.
 
"Kita hanya fokus pada masalah keselamatan nuklir: infrastruktur keselamatan nuklir, proteksi radiasi, tapak dan pendukungnya, kemudian proteksi lingkungan, kesiapsiagaan kedaruratan nuklir, serta pengelolaan limbah radioaktif," ujar Yarianto.
 
Yarianto juga menekankan bahwa kunci berjalannya PLTN tergantung pada organisasi Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO).
 
Baca Juga:
Pemerintah Bentuk Tim Percepatan Pembangunan PLTN, Ketuanya Luhut
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WAN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan