Jakarta: Anggota DPD RI Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mendapatkan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Utama dari Presiden RI Joko Widodo. Penghargaan tersebut dianggap sebagai bentuk pengakuan negara terhadap perjuangan perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya, khususnya di bidang politik.
"Kehidupan masyarakat disebut demokratis jika dalam penerapan menghargai hak asasi masyarakat (HAM) secara adil dan setara, memajukan HAM, menghargai perbedaan, termasuk pengakuan peran perempuan yang terpinggirkan akibat dari peran-peran yang diterjemahkan secara sosial dan budaya, hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam ranah produktif, reproduktif, dan politik," kata Hemas dalam keterangan tertulis, Rabu, 15 Agustus 2018.
Permaisuri dari Sri Sultan Hamengkubuwana X mengungkapkan, partisipasi kaum perempuan dalam kancah politik merupakan salah satu prasyarat terlaksananya demokrasi. Kesempatan itu lahir sejak reformasi, di mana terbukanya peluang gerakan perempuan memperkuat upaya pengarusutamaan gender di lembaga formal dan nonformal.
"Perjuangan perempuan untuk jadi pemain utama dalam kancah politik mengalami jalan terjal dan berliku. Hambatan muncul baik dari secara kultural maupun struktural," kata dia.
Sejatinya persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki di Indonesia dijamin dalam beberapa aturan. Diantaranya UUD 1945 Pasal 27, yakni: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Kemudian dalam hal perlakuan khusus terkandung amanat dan mandat konstitusional yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (2). Pasal 28H ayat (2) menyebutkan setiap orang berhak mendapat, kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Senator asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu menyebut, perlakuan khusus yang dijamin konstitusi yaitu mendapatkan kemudahan dan untuk memperoleh kesempatan sama dalam rangka mencapai persamaan dan keadilan berlaku bagi setiap warga negara.
"Atas dasar itulah para pembentuk Undang-undang membuat peraturan khusus karena perlakuan khusus tersebut tidak melanggar Undang-Undang 1945," ujar dia.
Hemas menyebutkan, sebagai yang menghargai perbedaan harus menunjukan komitmen bersama secara konkrit dan terukur. Hal itu dapat ditunjukkan dengan memperkuat eksekutif, yudikatif dan legislatif serta lembaga terkait hak asasi manusia dan perempuan dalam menyediakan dan mereformasi kebijakan dan perundang-undangan untuk pencegahan maupun perlindungan terhadap perempuan.
"Salah satu bentuk nyata dari kebijakan tersebut adalah pengalokasian anggaran pada setiap instansi di tingkat daerah, dan juga institusionalisasi pemberdayaan perempuan pada seluruh badan pemerintahan. Dari hal itu diharapkan perpektif gender dapat mewarnai keseluruhan sistem badan-badan pemerintahan untuk lebih sensitif terhadap isu gender," kata dia.
Selain itu, Hemas menyebutkan pembangunan perempuan adalah bagian integral dari pembangunan sebuah bangsa. Bahkan, pembangunan perempuan juga menjadi syarat mutlak pembangunan bangsa.
Oleh karena itu, dia menyebutkan kebijakan pembangunan nasional harus mulai sangat serius memperhatikan perlindungan terhadap hak perempuan. Pemberdayaan perempuan dalam upaya mengaktualisasikan peran perempuan di ranah publik juga harus diperhatikan.
"Jika apa yang dicita-citakan RA Kartini dulu tentang kesetaraan dan kemajuan kaum perempuan dapat terpenuhi saat ini, dan di masa-masa mendatang, maka bangsa ini memiliki masa depan yang cemerlang. Kaum perempuan adalah agen penentu masa depan bangsa. Tidak saja akan lahir generasi-generasi unggul, tetapi di tangan perempuan juga pembangunan nasional dapat digerakkan," kata dia.
Hemas pun mengimbau agar kaum perempuan selalu memperjuangkan haknya, khususnya politik. Namun, upaya tersebut harus dilakukan secara etis dan selalu ditujukan untuk kemaslahatan rakyat banyak.
"Apapun yang terjadi tidak ada alasan bagi perempuan untuk putus asa. Masih terbuka kesempatan bagi perempuan untuk mengoptimalkan keterlibatannya dalam pemerintahan dan pembangunan," ujar dia.
Jakarta: Anggota DPD RI Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mendapatkan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Utama dari Presiden RI Joko Widodo. Penghargaan tersebut dianggap sebagai bentuk pengakuan negara terhadap perjuangan perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya, khususnya di bidang politik.
"Kehidupan masyarakat disebut demokratis jika dalam penerapan menghargai hak asasi masyarakat (HAM) secara adil dan setara, memajukan HAM, menghargai perbedaan, termasuk pengakuan peran perempuan yang terpinggirkan akibat dari peran-peran yang diterjemahkan secara sosial dan budaya, hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam ranah produktif, reproduktif, dan politik," kata Hemas dalam keterangan tertulis, Rabu, 15 Agustus 2018.
Permaisuri dari Sri Sultan Hamengkubuwana X mengungkapkan, partisipasi kaum perempuan dalam kancah politik merupakan salah satu prasyarat terlaksananya demokrasi. Kesempatan itu lahir sejak reformasi, di mana terbukanya peluang gerakan perempuan memperkuat upaya pengarusutamaan gender di lembaga formal dan nonformal.
"Perjuangan perempuan untuk jadi pemain utama dalam kancah politik mengalami jalan terjal dan berliku. Hambatan muncul baik dari secara kultural maupun struktural," kata dia.
Sejatinya persamaan kedudukan antara perempuan dan laki-laki di Indonesia dijamin dalam beberapa aturan. Diantaranya UUD 1945 Pasal 27, yakni: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Kemudian dalam hal perlakuan khusus terkandung amanat dan mandat konstitusional yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28H ayat (2). Pasal 28H ayat (2) menyebutkan setiap orang berhak mendapat, kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Senator asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu menyebut, perlakuan khusus yang dijamin konstitusi yaitu mendapatkan kemudahan dan untuk memperoleh kesempatan sama dalam rangka mencapai persamaan dan keadilan berlaku bagi setiap warga negara.
"Atas dasar itulah para pembentuk Undang-undang membuat peraturan khusus karena perlakuan khusus tersebut tidak melanggar Undang-Undang 1945," ujar dia.
Hemas menyebutkan, sebagai yang menghargai perbedaan harus menunjukan komitmen bersama secara konkrit dan terukur. Hal itu dapat ditunjukkan dengan memperkuat eksekutif, yudikatif dan legislatif serta lembaga terkait hak asasi manusia dan perempuan dalam menyediakan dan mereformasi kebijakan dan perundang-undangan untuk pencegahan maupun perlindungan terhadap perempuan.
"Salah satu bentuk nyata dari kebijakan tersebut adalah pengalokasian anggaran pada setiap instansi di tingkat daerah, dan juga institusionalisasi pemberdayaan perempuan pada seluruh badan pemerintahan. Dari hal itu diharapkan perpektif gender dapat mewarnai keseluruhan sistem badan-badan pemerintahan untuk lebih sensitif terhadap isu gender," kata dia.
Selain itu, Hemas menyebutkan pembangunan perempuan adalah bagian integral dari pembangunan sebuah bangsa. Bahkan, pembangunan perempuan juga menjadi syarat mutlak pembangunan bangsa.
Oleh karena itu, dia menyebutkan kebijakan pembangunan nasional harus mulai sangat serius memperhatikan perlindungan terhadap hak perempuan. Pemberdayaan perempuan dalam upaya mengaktualisasikan peran perempuan di ranah publik juga harus diperhatikan.
"Jika apa yang dicita-citakan RA Kartini dulu tentang kesetaraan dan kemajuan kaum perempuan dapat terpenuhi saat ini, dan di masa-masa mendatang, maka bangsa ini memiliki masa depan yang cemerlang. Kaum perempuan adalah agen penentu masa depan bangsa. Tidak saja akan lahir generasi-generasi unggul, tetapi di tangan perempuan juga pembangunan nasional dapat digerakkan," kata dia.
Hemas pun mengimbau agar kaum perempuan selalu memperjuangkan haknya, khususnya politik. Namun, upaya tersebut harus dilakukan secara etis dan selalu ditujukan untuk kemaslahatan rakyat banyak.
"Apapun yang terjadi tidak ada alasan bagi perempuan untuk putus asa. Masih terbuka kesempatan bagi perempuan untuk mengoptimalkan keterlibatannya dalam pemerintahan dan pembangunan," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)