Jakarta: Pelaporan korban tragedi Kanjuruhan ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, sempat diwarnai emosi dan air mata. Musababnya, polisi tidak mengizinkan seluruh pelapor dan pendampingnya yang berjumlah puluhan orang masuk semua.
Awalnya, keluarga korban dan pendamping tiba di lobi Bareskrim Polri sekitar pukul 11.40 WIB. Mereka memberi keterangan kepada awak media lebih dulu.
Lantas, mereka dihentikan polisi yang sedang berjaga. Polisi itu memberi pemahaman bahwa seluruh rombongan tidak bisa masuk dan dibatasi maksimal lima orang.
“Ini tempat pelayanan publik, Pak! Kami mencari keadilan. Gedung ini besar dan luas masa tidak ada tempat?” kata salah satu keluarga korban.
Polisi tersebut berusaha menenangkan keluarga korban. Dia meminta seluruh rombongan bersabar lantaran dirinya perlu berkoordinasi dulu dengan atasannya.
“Sabar bagaimana lagi Pak? Kami sudah sabar satu tahun!” balas keluarga korban lainnya.
Polisi itu langsung meminta diri untuk berkomunikasi dengan atasannya lebih dulu. Selama proses ini, sejumlah pihak keluarga menyampaikan keluh kesahnya di lobi Bareskrim. Mereka sempat saling berpelukan dan menghibur satu sama lain.
“Keadilan mati semua ditutupi oleh kekuasaan!” teriak seorang ibu.
“Kami jauh-jauh dari Malang Pak! Coba tukar posisinya. Saya kehilangan tiga nyawa Pak!“ tutur keluarga korban lainnya.
Selang beberapa menit, polisi itu kembali untuk menyampaikan kabar. Keputusannya, hanya 11 orang yang bisa masuk ke ruangan.
Pihak keluarga dan pendamping sepakat. Mereka sempat berembuk ihwal siapa saja yang menjadi perwakilan untuk melapor.
Setelah itu mereka masuk ke dalam gedung untuk membuat laporan sekitar pukul 12.05 WIB. Proses pelaporan masih berlangsung hingga saat ini.
Jakarta: Pelaporan korban
tragedi Kanjuruhan ke Bareskrim
Polri, Jakarta Selatan, sempat diwarnai emosi dan air mata. Musababnya, polisi tidak mengizinkan seluruh pelapor dan pendampingnya yang berjumlah puluhan orang masuk semua.
Awalnya, keluarga korban dan pendamping tiba di lobi Bareskrim Polri sekitar pukul 11.40 WIB. Mereka memberi keterangan kepada awak media lebih dulu.
Lantas, mereka dihentikan polisi yang sedang berjaga. Polisi itu memberi pemahaman bahwa seluruh rombongan tidak bisa masuk dan dibatasi maksimal lima orang.
“Ini tempat pelayanan publik, Pak! Kami mencari keadilan. Gedung ini besar dan luas masa tidak ada tempat?” kata salah satu keluarga korban.
Polisi tersebut berusaha menenangkan keluarga korban. Dia meminta seluruh rombongan bersabar lantaran dirinya perlu berkoordinasi dulu dengan atasannya.
“Sabar bagaimana lagi Pak? Kami sudah sabar satu tahun!” balas keluarga korban lainnya.
Polisi itu langsung meminta diri untuk berkomunikasi dengan atasannya lebih dulu. Selama proses ini, sejumlah pihak keluarga menyampaikan keluh kesahnya di lobi Bareskrim. Mereka sempat saling berpelukan dan menghibur satu sama lain.
“Keadilan mati semua ditutupi oleh kekuasaan!” teriak seorang ibu.
“Kami jauh-jauh dari Malang Pak! Coba tukar posisinya. Saya kehilangan tiga nyawa Pak!“ tutur keluarga korban lainnya.
Selang beberapa menit, polisi itu kembali untuk menyampaikan kabar. Keputusannya, hanya 11 orang yang bisa masuk ke ruangan.
Pihak keluarga dan pendamping sepakat. Mereka sempat berembuk ihwal siapa saja yang menjadi perwakilan untuk melapor.
Setelah itu mereka masuk ke dalam gedung untuk membuat laporan sekitar pukul 12.05 WIB. Proses pelaporan masih berlangsung hingga saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)