medcom.id, Jakarta: Rachmah Herlina, 76, kini terbaring lemah di ICU Rumah Sakit Mitra Keluarga Cibubur. Pejuang Trikora yang dijuluki sebagai "Si Pending Emas" sakit lantaran kecewa dengan pemerintah.
Diceritakan Gatot Iman Joni Suwargo, keluarga Herlina, "Si Pending Emas" sakit lantaran tahu asetnya di Jalan Kelapa Dua Wetan Raya nomor 99, Ciracas, Jakarta Timur bakal dilelang. Padahal, itu satu-satunya aset yang dimiliki.
"Salah satunya kecewa dengan negara yang seharusnya perduli dengan pahlawan. Dia berjasa terhadap negara. Dia sangat berperan terhadap Irian, negara hutang budi," kata Gatot kepada Metrotvnews.com, Minggu (8/1/2017).
Rachmah Herlina dan Presiden Soeharto--Metortvnews.com/Renatha Swasty
Herlina dikenal sebagai pasukan perempuan pertama yang masuk hutan Irian Barat untuk membebaskan bumi Cendrawasih dari tangan Belanda. Lantaran keberaniannya itu, Presiden Sukarno memberikan ia pending emas, atau sabuk emas seberat 500 gram dan uang Rp10 juta.
Belakangan, hadiah itu dikembalikan. Herlina merasa berjuang secara tulus dan bukan untuk mencari hadiah.
Perjuangan Herlina tak berhenti. Sekitar tahun 1990, 200 nelayan asal Indonesia terdampar di Republik Palau.
Hati Herlina tergerak dan mau membantu kepulangan nelayan miskin yang berasal dari Sulawesi Tenggara (Buton-Kendari), Pulau Morotai, dan Madura. Gatot menyebut kala itu, pemerintah khususnya Menteri Luar Negeri Ali Alatas tak bergerak.
"Negara lambat, beliau karena punya jiwa nasionalis tinggi, beliau turun tangan sendiri," beber Gatot.
Melalui perusahaan miliknya PT Caprina Jaya, Herlina membuat pinjaman ke Bank Intan sejumlah Rp4 miliar. Adapun, saat itu, Herlina menjaminkan rumahnya di Jalan Kelapa Dua Wetan Raya nomor 99, Ciracas Jakarta Timur.
Rachmah Herlina dan Presiden Soekarno--Metortvnews.com/Renatha Swasty
Herlina menjaminkan empat sertifikat rumahnya yang kurang lebih seluas 1 Ha. Atas uang itu, Herlina bisa memulangkan 200 nelayan.
Masalah, kata Gatot, muncul dari situ. Kala itu, zaman orde baru mulai runtuh, banyak perusahaan tumbang, termasuk perusahaan Herlina.
Lantaran satu dan lain hal, Herlina kesulitan membayar pinjaman. Tapi rupanya, Presiden Soeharto sudah memutihkan hutang pinjaman Herlina.
Ini dilakukan lantaran Soeharto tahu pembebasan nelayan yang dilakukan. Herlina juga kerap menginformasikan pada Soeharto.
"Tapi memang tidak sempat ada surat tulisan pemutihan, karena siapa yang tahu beberapa bulan setelah itu, Soeharto jatuh," beber Gatot.
Apalagi kemudian, Bank Intan dibekukan oleh negara. Aset Herlina kemudian diambil oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kini PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Gatot mengungkapkan, Herlina kemudian sakit lantaran tahu asetnya itu akan dilelang. Herlina dinilai tidak mampu membayar.
"Logikanya bank tersebut sudah dibekukan, negara tidak berhak menerapkan bunga, mengambil bunga. Apa negara kelanjutan dari rentenir? Kalau mau ambil, patokan Rp4 miliar, sama bunga mungkin Rp8 miliar sampai Rp10 miliar. Aset Ibu Herlina itu Rp40 miliar, masa mau diambil semua dilelang," kata Gatot.
Segala upaya sudah dilakukan tapi nihil. Keluarga berkirim surat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Keuangan, anggota DPR. Keluarga juga sudah meminta keringanan pembayaran aset, tapi tak ada jalan keluar.
Herlina, kata Gatot, kecewa. Padahal ini semua dilakukan buat negara. Dia mendapat informasi, rumah Herlina bakal langsung dilelang sepeninggal Herlina.
Kini si pengukir sejarah meminta uluran bantuan pemerintah. Semasa Herlina belum sakit, tidak pernah meminta bantuan apapun dari pemerintah.
Bahkan uang pensiun sebagai KOAT dan veteran pun tidak pernah diambil. Sakit saat ini pun, tidak ada uang dari pemerintah sepeserpun, semuanya biaya meminjam kanan-kiri. "Sekarang hanya butuh good will dari pemerintah. Pemerintah masih ada tidak?," pungkas dia.
medcom.id, Jakarta: Rachmah Herlina, 76, kini terbaring lemah di ICU Rumah Sakit Mitra Keluarga Cibubur. Pejuang Trikora yang dijuluki sebagai "Si Pending Emas" sakit lantaran kecewa dengan pemerintah.
Diceritakan Gatot Iman Joni Suwargo, keluarga Herlina, "Si Pending Emas" sakit lantaran tahu asetnya di Jalan Kelapa Dua Wetan Raya nomor 99, Ciracas, Jakarta Timur bakal dilelang. Padahal, itu satu-satunya aset yang dimiliki.
"Salah satunya kecewa dengan negara yang seharusnya perduli dengan pahlawan. Dia berjasa terhadap negara. Dia sangat berperan terhadap Irian, negara hutang budi," kata Gatot kepada
Metrotvnews.com, Minggu (8/1/2017).
Rachmah Herlina dan Presiden Soeharto--Metortvnews.com/Renatha Swasty
Herlina dikenal sebagai pasukan perempuan pertama yang masuk hutan Irian Barat untuk membebaskan bumi Cendrawasih dari tangan Belanda. Lantaran keberaniannya itu, Presiden Sukarno memberikan ia pending emas, atau sabuk emas seberat 500 gram dan uang Rp10 juta.
Belakangan, hadiah itu dikembalikan. Herlina merasa berjuang secara tulus dan bukan untuk mencari hadiah.
Perjuangan Herlina tak berhenti. Sekitar tahun 1990, 200 nelayan asal Indonesia terdampar di Republik Palau.
Hati Herlina tergerak dan mau membantu kepulangan nelayan miskin yang berasal dari Sulawesi Tenggara (Buton-Kendari), Pulau Morotai, dan Madura. Gatot menyebut kala itu, pemerintah khususnya Menteri Luar Negeri Ali Alatas tak bergerak.
"Negara lambat, beliau karena punya jiwa nasionalis tinggi, beliau turun tangan sendiri," beber Gatot.
Melalui perusahaan miliknya PT Caprina Jaya, Herlina membuat pinjaman ke Bank Intan sejumlah Rp4 miliar. Adapun, saat itu, Herlina menjaminkan rumahnya di Jalan Kelapa Dua Wetan Raya nomor 99, Ciracas Jakarta Timur.
Rachmah Herlina dan Presiden Soekarno--Metortvnews.com/Renatha Swasty
Herlina menjaminkan empat sertifikat rumahnya yang kurang lebih seluas 1 Ha. Atas uang itu, Herlina bisa memulangkan 200 nelayan.
Masalah, kata Gatot, muncul dari situ. Kala itu, zaman orde baru mulai runtuh, banyak perusahaan tumbang, termasuk perusahaan Herlina.
Lantaran satu dan lain hal, Herlina kesulitan membayar pinjaman. Tapi rupanya, Presiden Soeharto sudah memutihkan hutang pinjaman Herlina.
Ini dilakukan lantaran Soeharto tahu pembebasan nelayan yang dilakukan. Herlina juga kerap menginformasikan pada Soeharto.
"Tapi memang tidak sempat ada surat tulisan pemutihan, karena siapa yang tahu beberapa bulan setelah itu, Soeharto jatuh," beber Gatot.
Apalagi kemudian, Bank Intan dibekukan oleh negara. Aset Herlina kemudian diambil oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kini PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Gatot mengungkapkan, Herlina kemudian sakit lantaran tahu asetnya itu akan dilelang. Herlina dinilai tidak mampu membayar.
"Logikanya bank tersebut sudah dibekukan, negara tidak berhak menerapkan bunga, mengambil bunga. Apa negara kelanjutan dari rentenir? Kalau mau ambil, patokan Rp4 miliar, sama bunga mungkin Rp8 miliar sampai Rp10 miliar. Aset Ibu Herlina itu Rp40 miliar, masa mau diambil semua dilelang," kata Gatot.
Segala upaya sudah dilakukan tapi nihil. Keluarga berkirim surat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Keuangan, anggota DPR. Keluarga juga sudah meminta keringanan pembayaran aset, tapi tak ada jalan keluar.
Herlina, kata Gatot, kecewa. Padahal ini semua dilakukan buat negara. Dia mendapat informasi, rumah Herlina bakal langsung dilelang sepeninggal Herlina.
Kini si pengukir sejarah meminta uluran bantuan pemerintah. Semasa Herlina belum sakit, tidak pernah meminta bantuan apapun dari pemerintah.
Bahkan uang pensiun sebagai KOAT dan veteran pun tidak pernah diambil. Sakit saat ini pun, tidak ada uang dari pemerintah sepeserpun, semuanya biaya meminjam kanan-kiri. "Sekarang hanya butuh good will dari pemerintah. Pemerintah masih ada tidak?," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)