Pemandangan Gerhana Matahari di kawasan Benhil, Jakarta, Rabu (9/3). Gerhana Matahari terlihat sekitar 88 persen di ibukota Jakarta, dan berlangsung selama lima menit. Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Pemandangan Gerhana Matahari di kawasan Benhil, Jakarta, Rabu (9/3). Gerhana Matahari terlihat sekitar 88 persen di ibukota Jakarta, dan berlangsung selama lima menit. Foto: Antara/Yudhi Mahatma

Gerhana Matahari Sebagian, Langit Jakarta Redup

Ilham wibowo • 09 Maret 2016 10:22
medcom.id, Jakarta: Langit Jakarta redup saat puncak Gerhana Matahari pada pukul 07.21 WIB. Pengunjung Planetarium takjub dengan fenomena alam langka ini.
 
Cuaca pagi hari di Wilayah DKI Jakarta 9 Maret sangat cerah. Sejak dini hari, masyarakat berdatangan ke Planetarium, Jakarta Pusat memburu informasi dan posisi terbaik. Meski proses gerhana baru dimulai pada pukul 06.19 WIB, masyarakat sudah bersiap di pelataran Taman Ismail Marzuki dengan kacamata gratis yang diberikan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
 
Tak hanya kacamata, benda-benda lain yang digunakan sebagai pelindung mata seperti plastik bekas rontgen hingga kardus yang dilapisi alumunium foil pun nampak telah disiapkan. Langit bagian timur menjadi pusat pandangan mata.

Pada gerhana kali ini, Jakarta mengalami gerhana matahari sebagian. Gerhana berada pada puncaknya sekitar pukul 07.21 WIB. Masyarakat pun menikmati tampilan sabit matahari dengan posisi tegak langsung dari pandangan mata.
 
Cahaya matahari yang semula sangat menyilaukan perlahan meredup beberapa menit. Masyarakat yang menyaksikan takjub. Beberapa ada yang mengabadikan menggunakan telepon genggam.
 
Proses gerhana pun berakhir pada pukul 08.29 WIB. Meski demikian, masyarakat masih bertahan menikmati keindahan matahari menggunakan kacamata gerhana.
 
"Ini kan jarang, nanti ada lagi kalau kita sudah punya cucu atau udah enggak ada. 350 tahun lagi katanya gerhana ini ada lagi," kata Anwar Syarat, 24, warga Bekasi kepada Metrotvnews.com, Rabu (9/3/2016).
 
Indonesia menjadi satu-satunya negara yang dapat menyaksikan fenomena Gerhana Matahari Total (GMT). Pemburu gerhana, baik itu peneliti maupun masyarakat mancanegara dipastikan menyaksikan langsung.
 
"Karena langka dan menjadi fenomena yang menjadi perhatian publik, pemburu gerhana tentu di manapun lokasinya mereka berupaya untuk datang," kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) Thomas Djamaluddin saat berbincang dengan Metrotvnews.com, Senin (7/3/2016).
 
Pria yang pernah mengenyam S1 Astronomi ITB ini mengatakan, fenomena gerhana matahari sebenarnya fenomena alam yang biasa. Sebab, dalam satu tahun kombinasi gerhana bulan dan gerhana matahari bisa terjadi lima hingga tujuh kali.
 
Namun, GMT kali ini bisa dikatakan istimewa dan termasuk peristiwa langka. Pakar astronomi ini mengatakan, tidak semua wilayah belahan bumi dapat dilalui GMT. Hal itu lantaran setiap fenomena GMT jalurnya selalu berubah-ubah dan tidak selalu persis sama.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan