medcom.id Jakarta: Penderitaan anak-anak di Indonesia sepanjang tahun 2016 tidak berkurang. Data kekerasan, khususnya kekerasan seksual, penculikan, dan penganiayaan menjadi fakta yang tersaji sehari-hari.
Dari beragam kekerasan, kekerasan seksual mendominasi. Karena alasan itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) menetapkan 2016 sebagai kondisi darurat nasional kejahatan seksual terhadap anak.
"Berdasarkan data dan informasi Komnas Anak, sepanjang tahun 2016 terdapat 625 kasus. Rinciannya, kasus kekerasan fisik 273 kasus(40%), kekerasan psikis 43 kasus (9%), dan paling banyak berupa kasus kekerasan seksual 309 kasus (51%)," kata Ketua Umum Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait, di Kantor Komnas Anak, Jalan TB Simatupang No. 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (6/12/2016).
Arist menjelaskan, kasus-kasus kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan terdekat mereka. Yakni di rumah, sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan sosial anak. Pelakunya juga orang terdekat seperti ayah, ibu kandung, paman, dan guru.
"Berdasarkan tempat kejadian kekerasan terhadap anak ada di lingkungan keluarga terdekat 40%, lingkungan sosial 52%, lingkungan sekolah 5%," kata Arist.
Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait. Foto: MTVN/Riyan Ferdianto
Dari ratusan kejadian, laporan kekerasan sebagian besar berasal dari keluarga kelas menengah. "Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi di kelurga menengah ke bawah (miskin) dan kelurga atas (kaya), tapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di keluarga menengah," ujar dia.
Latar belakang kasus kekerasan seksual karena pengaruh media pornografi ada 9 kasus (5%), terangsang korban sebanyak 128 kasus (35%), dan yang paling banyak adalah hasrat yang tidak tersalurkan sebanyak 150 kasus (50%).
Selain kasus kekerasan seksual, kasus kekerasan fisik di 2016 semakin meningkat, mencapai 273 kasus dengan berbagai macam latar belakang. Di antaranya kenakalan anak 38 kasus (9%), dendam dan emosi 103 kasus (50%), faktor ekonomi 31 kasus (7%) dan persoalan keluarga 36 kasus (8%).
"Modusnya dengan dipukul ada 127 kasus, ditampar 9 kasus, disundut 8 kasus, dijewer 5 kasus, senjata tajam 57 kasus dan dampaknya luka ringan 88 kasus, luka berat 57 kasus dan meninggal 83 kasus," papar Arist.
Kasus yang juga akhir-akhir makin marak kasus bayi dan anak yang dibunuh oleh orang terdekat seperti bapak/ibu kandung. Menurut Arist, ini semua menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak belum bisa diselesaikan.
Arist mengimbau agar pemecahan kasus kekerasan terhadap anak menjadi prioritas bersama, baik orangtua, masyarakat maupun pemerintah. Orang tua seharusnya bisa menahan diri tidak melampiaskan kekesalahan terhadap anak.
"Selain itu masyarakat juga harus ikut mengawasi jika di lingkungannya terjadi kekerasan terhadap anak dan hendaknya segera melaporkan," kata dia.
medcom.id Jakarta: Penderitaan anak-anak di Indonesia sepanjang tahun 2016 tidak berkurang. Data kekerasan, khususnya kekerasan seksual, penculikan, dan penganiayaan menjadi fakta yang tersaji sehari-hari.
Dari beragam kekerasan, kekerasan seksual mendominasi. Karena alasan itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) menetapkan 2016 sebagai kondisi darurat nasional kejahatan seksual terhadap anak.
"Berdasarkan data dan informasi Komnas Anak, sepanjang tahun 2016 terdapat 625 kasus. Rinciannya, kasus kekerasan fisik 273 kasus(40%), kekerasan psikis 43 kasus (9%), dan paling banyak berupa kasus kekerasan seksual 309 kasus (51%)," kata Ketua Umum Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait, di Kantor Komnas Anak, Jalan TB Simatupang No. 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (6/12/2016).
Arist menjelaskan, kasus-kasus kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan terdekat mereka. Yakni di rumah, sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan sosial anak. Pelakunya juga orang terdekat seperti ayah, ibu kandung, paman, dan guru.
"Berdasarkan tempat kejadian kekerasan terhadap anak ada di lingkungan keluarga terdekat 40%, lingkungan sosial 52%, lingkungan sekolah 5%," kata Arist.
Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait. Foto: MTVN/Riyan Ferdianto
Dari ratusan kejadian, laporan kekerasan sebagian besar berasal dari keluarga kelas menengah. "Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi di kelurga menengah ke bawah (miskin) dan kelurga atas (kaya), tapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di keluarga menengah," ujar dia.
Latar belakang kasus kekerasan seksual karena pengaruh media pornografi ada 9 kasus (5%), terangsang korban sebanyak 128 kasus (35%), dan yang paling banyak adalah hasrat yang tidak tersalurkan sebanyak 150 kasus (50%).
Selain kasus kekerasan seksual, kasus kekerasan fisik di 2016 semakin meningkat, mencapai 273 kasus dengan berbagai macam latar belakang. Di antaranya kenakalan anak 38 kasus (9%), dendam dan emosi 103 kasus (50%), faktor ekonomi 31 kasus (7%) dan persoalan keluarga 36 kasus (8%).
"Modusnya dengan dipukul ada 127 kasus, ditampar 9 kasus, disundut 8 kasus, dijewer 5 kasus, senjata tajam 57 kasus dan dampaknya luka ringan 88 kasus, luka berat 57 kasus dan meninggal 83 kasus," papar Arist.
Kasus yang juga akhir-akhir makin marak kasus bayi dan anak yang dibunuh oleh orang terdekat seperti bapak/ibu kandung. Menurut Arist, ini semua menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak belum bisa diselesaikan.
Arist mengimbau agar pemecahan kasus kekerasan terhadap anak menjadi prioritas bersama, baik orangtua, masyarakat maupun pemerintah. Orang tua seharusnya bisa menahan diri tidak melampiaskan kekesalahan terhadap anak.
"Selain itu masyarakat juga harus ikut mengawasi jika di lingkungannya terjadi kekerasan terhadap anak dan hendaknya segera melaporkan," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)