Ilustrasi gelombang tinggi. AFP/Fadel Senna
Ilustrasi gelombang tinggi. AFP/Fadel Senna

Waspada Banjir Rob, Anomali Cuaca Harus Terus Dipantau

Faustinus Nua • 30 Mei 2022 09:38
Jakarta: Fenomena laut pasang hingga berdampak pada banjir rob di sejumlah daerah pesisir belakangan menjadi perhatian serius. Apalagi, anomali cuaca akibat perubahan iklim sulit untuk diprediksi.
 
Kondisi ini memperparah potensi rob yang sebenarnya dipengaruhi peralihan angin monsun. Genangan rob di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang hingga perbatasan pesisir Sayung, Demak, dan di pesisir Pekalongan merupakan fenemona laut pasang yang belum pernah terjadi sebelumnya.
 
"Angin monsun kalau normal sebenarnya enggak tinggi-tinggi amat. Cuma karena perubahan iklim anginnya menjadi tidak biasa, sulit diprediksi karena cuaca ekstrem harus dipantau menggunakan satelit supaya bisa melihat lebih luas. Jadi kalau ada anomali di sekitar Indonesia itu bisa memberikan peringatan dini," kata peneliti Ahli Utama Bidang Oseanografi Terapan, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Widodo S Pranowo kepada Media Indonesia, Senin, 30 Mei 2022.

Dia menjelaskan Laut Jawa memiliki karakter yang cukup unik, yakni sangat dipengaruhi angin monsun. Mei adalah masa akhir dari peralihan angin monsun barat yang bergerak dari barat menuju ke timur menjadi angin monsun timur yang bergerak dari timur menuju ke barat.
 
"Kondisi embusan angin tersebut berpeluang menyeret elevasi muka laut di Laut Jawa di bagian timur yang diseret menuju ke barat," kata dia.
 
Baca: Permukiman Nelayan di Kotawaringin Timur Hancur Disapu Banjir Rob
 
Menurut dia, ketika mengamati kondisi elevasi muka laut yang murni hanya dibangkitkan gaya pasang surut akibat gaya tarik rembulan dan matahari maka elevasi muka laut tertinggi sebenarnya terjadi pada 19 Mei 2022. Sedangkan, ketika terjadi rob di pesisir utara Jawa pada 23 Mei 2022, elevasi muka laut karena pasang surut justru lebih rendah.
 
"Yang menarik adalah ketika dilakukan analisis secara kopling, yakni dugaan adanya akumulasi atau penumpukan elevasi muka laut akibat seretan angin dan gaya pasang surut, maka elevasi paling tinggi justru terjadi sekitar tanggal 23 Mei 2022, baik di stasiun pengamatan di Semarang dan Pekalongan maupun di Rembang," ucap dia.
 
Gradien elevasi muka laut pada 23 Mei 2022 itu lah yang diduga memiliki peluang menciptakan debit aliran banyak dan kuat dari arah laut menuju ke darat. Debit aliran massa air ini, ada yang overtopping atau melimpas membanjiri darat melewati bagian atas tanggul hingga menjebol tanggul.
 
Widodo menilai tanggul yang jebol dipengaruhi penurunan permukaan tanah. Sebab, tanah di pesisir Semarang merubakan tumpukan sedimentasi yang kemungkinan belum cukup keras.
 
Fenomena pasang harus terus dipantau dengan memperhatikan dampak perubahan iklim seperti cuaca ekstrem. Mengingat, pasang surut permukaan laut bisa berpotensi bencana karena dipengaruhi angin kencang dan hujan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(JMS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan