Ilustrasi. Foto: MI/Rommy Pujianto
Ilustrasi. Foto: MI/Rommy Pujianto

Temuan Peneliti BRIN Ungkap Fakta Mengejutkan: Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik

Muhammad Syahrul Ramadhan • 18 Oktober 2025 23:49
Jakarta: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap temuan baru yang mengkhawatirkan bahwa air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik. Fenomena ini disebut para peneliti sebagai bentuk baru “polusi dari langit”, yang berasal dari aktivitas manusia di darat dan udara perkotaan.
 
Temuan ini menjadi sinyal peringatan bahwa polusi plastik telah meluas, tidak hanya mencemari tanah dan laut, tetapi kini juga merambah atmosfer.

Temuan Mikroplastik di Air Hujan Jakarta 

​Peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova, menjelaskan bahwa riset yang dilakukan sejak tahun 2022 secara konsisten menunjukkan keberadaan mikroplastik di setiap sampel air hujan di Jakarta. Partikel-partikel mikroskopis ini terbentuk dari degradasi limbah plastik yang melayang di udara, didorong oleh padatnya aktivitas manusia.
 
​Reza merinci bahwa sumber mikroplastik sangat beragam, “Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka.” ujarnya dikutip dari laman resmi BRIN, Sabtu (18/10/25).

Secara rata-rata, peneliti mencatat adanya sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.
 
​Mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil, dengan polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan.

Siklus Mikroplastik di Atmosfer

​Fenomena ini terjadi karena siklus plastik telah mencapai atmosfer melalui proses yang dikenal sebagai atmospheric microplastic deposition. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan kegiatan industri, lalu terbawa angin dan turun kembali ke bumi bersama air hujan.
 
​“Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan,” tegas Reza.
​Reza menilai, gaya hidup urban modern merupakan salah satu pemicu utama.
 
Dengan populasi lebih dari 10 juta jiwa dan sekitar 20 juta unit kendaraan, Jakarta menghasilkan limbah plastik dalam volume besar setiap hari. Ia menyoroti pengelolaan sampah yang belum ideal, di mana masih banyak sampah plastik sekali pakai, sebagian dibakar terbuka, atau terbawa air hujan ke sungai.
 
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Gercep Mitigasi Dampak Cuaca Panas Ekstrem
 

Mikroplastik dan Bahayanya bagi Kesehatan


​Temuan ini sangat mengkhawatirkan karena partikel mikroplastik berukuran sangat halus, sehingga berpotensi terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air dan makanan.
 
​Bahaya utama bukan terletak pada air hujan itu sendiri, melainkan pada partikel yang dikandungnya. Plastik mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat yang dapat terlepas ke lingkungan saat terurai. Selain itu, partikel di udara ini juga dapat mengikat polutan lain, seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan.
 
​“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” jelas Reza.
 
​Secara kesehatan, paparan mikroplastik dilaporkan dapat menimbulkan dampak serius, seperti stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan. Dari aspek lingkungan, air hujan yang tercemar ini berisiko mencemari sumber air permukaan dan laut, yang pada akhirnya akan memasuki rantai makanan.

Seruan BRIN untuk Aksi Bersama

​Untuk menekan persoalan ini, BRIN mendorong langkah konkret dari berbagai pihak. Hal ini mencakup penguatan riset dan pemantauan kualitas udara dan air hujan secara rutin, serta perbaikan pengelolaan limbah plastik dari hulu, termasuk pengurangan plastik sekali pakai dan peningkatan fasilitas daur ulang.
 
​Reza juga menekankan perlunya mendorong industri tekstil menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci guna menahan pelepasan serat sintetis. Yang terpenting, edukasi publik menjadi kunci. ​“Kesadaran masyarakat bisa menekan polusi mikroplastik secara signifikan,” ujarnya
 
Reza mengingatkan bahwa krisis mikroplastik di atmosfer sejatinya adalah cerminan dari perilaku manusia sendiri.
 
“Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah yang kita bakar karena malas memilah semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya”.
 
(Sheva Asyraful Fali)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(RUL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan