Direktur Pencegahan dan Pengendalian (P2) Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah -- MTVN/Intan Fauzi
Direktur Pencegahan dan Pengendalian (P2) Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah -- MTVN/Intan Fauzi

Instrumen ASI Tentukan Penanganan Penyalahguna Narkoba

Intan fauzi • 09 Desember 2016 10:17
medcom.id, Jakarta: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyediakan instrumen bernama Addiction Severity Index (ASI) untuk mengklasifikasikan pengguna narkoba. Instrumen itu dapat mengukur tingkat ketergantungan seseorang pada narkoba.
 
Direktur Pencegahan dan Pengendalian (P2) Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah menjelaskan, instrumen ASI berupa tenaga ahli yang dilatih untuk mengukur tingkat kecanduan pengguna narkoba. Hasil instrumen ASI bakal berpengaruh pada penanganan yang bisa dilakukan selanjutnya, seperti rehabilitasi.
 
"Alat bantu yang menggunakan tim terpadu ini akan mencoba mengklasifikasi, ini kelompok korban, pelaku atau kelompok bandar," terang Fidiansjah di Gedung Indosat Ooredoo, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (8/12/2016).

Lebih spesifik lagi, Kemenkes mengklasifikasikan kelompok dalam lingkungan pengguna narkoba menjadi populasi umum, berisiko, pengguna, dan populasi pecandu. Pengelompokan ini untuk memudahkan upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
 
Fidiansjah menjelaskan, populasi umum adalah kelompok masyarakat yang belum pernah menggunakan narkoba. Bagi mereka, upaya penanggulangan yang sesuai adalah promotif dan preventif, baik di lingkungan keluarga maupun pendidikan.
 
"Sekolah kita ajarkan bagaimana mereka memahami dan mengendalikan situasi yang penuh dengan dinamika berbeda dan persaingan. Kita ajarkan mengatasi stres dan bagaimana punya kepercayaan diri tanpa harus masuk kelompok yang coba-coba menggunakan obat-obatan. Itu yang kita perkuat, sampai akhirnya mereka bisa katakan tidak. Bahkan, mengajak orang yang sudah terlibat untuk kembali pada jalan yang benar," papar Fidiansyah.
 
Kemudian, populasi berisiko adalah mereka yang memiliki gaya hidup tidak sehat, tingkat stres tinggi, dan berada di lingkungan pengedar. Kelompok populasi ini perlu dibentengi agar tidak mudah termakan godaan menggunakan narkoba.
 
"Untuk populasi ini dibutuhkan kerjasama multidisiplin. Program yang tepat sasaran diantaranya adalah bimbingan dan pelatihan menjadi orangtua efektif, gerakan pola hidup bersih dan sehat, pelatihan pengelolaan stres, dan sebagainya," jelas Fidiansjah.
 
Selanjutnya, populasi pengguna adalah mereka yang memiliki riwayat mencoba narkoba atau menggunakannya sementara waktu. Penanganan yang dinilai tepat, yaitu wawancara motivasional, KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) fakta dan mitos tentang narkoba, serta pengisian waktu luang yang produktif.
 
Terakhir, populasi pecandu adalah mereka dengan pola penggunaan narkoba yang membawa dampak signifikan pada fisik, psikologis, dan sosial. Penanganan bagi mereka, antara lain wawancara motivasional, rehabilitasi rawat jalan, rehab rawat inap, dan konseling.
 
"Bergantung pada derajat masalah kondisi fisik, psikologis, dan sosialnya," ucap Fidiansjah.
 
Sedangkan, untuk penanganan aspek hukum, Kemenkes melakukan koordinasi dengan kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(NIN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan