Jakarta: Puasa Ramadan merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Islam. Bahkan jika ditinggalkan, akan ada 'denda' yang harus dibayar sesuai ketentuan syariat.
Sementara itu, mencari nafkah juga merupakan kewajiban yang harus dijalani untuk menghidupi keluarga di rumah. Lalu bagaimana dengan mereka yang berprofesi sebagai kuli atau pekerja kasar yang melakukan pekerjaannya dengan mengandalkan stamina dan kekuatan fisik?
Melansir dari NU Online, hal ini dijelaskan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtadi’in. Beliau terlebih dulu menerangkan bahwa para ulama membagi tiga kategori orang sakit dan statusnya dalam menjalankan ibadah puasa.
Pertama, jika diduga mengidap penyakit kritis yang membolehkannya tayammum, maka penderita dihukumi makruh untuk berpuasa sehingga diperbolehkan tidak berpuasa.
Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi atau kuat diduga kritis atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa, sehingga wajib membatalkan puasanya.
Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayammum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah. Poin ketiga ini sama status hukumnya bagi mereka pekerja kasar seperti buruh tani, kuli, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi sejenis.
Bagaimanapun wajibnya mencari nafkah, berpuasa Ramadan tetaplah kewajiban. Apabila pada siang hari puasa terasa berat, maka orang-orang yang berprofesi sebagai kuli, buruh tani, dan pekerja berat lainnya diperbolehkan membatalkan dan mengganti puasa di luar Ramadan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Syekh M Said Ba’asyin dalam kitab Busyrol Karim. Ia menyebutkan bahwa ketika memasuki Ramadan, para pekerja berat wajib memasang niat puasa pada malam hari. Namun, kalau kemudian pada siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka.
Pekerja berat yang membatalkan puasanya ketika menemukan kesulitan harus didasarkan pada kondisi yang darurat. Namun bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, namun tetap melanjutkan, maka puasanya tetap sah.
Jakarta: Puasa
Ramadan merupakan
kewajiban yang harus dijalankan oleh umat Islam. Bahkan jika ditinggalkan, akan ada 'denda' yang harus dibayar sesuai ketentuan syariat.
Sementara itu, mencari nafkah juga merupakan kewajiban yang harus dijalani untuk menghidupi keluarga di rumah. Lalu bagaimana dengan mereka yang berprofesi sebagai kuli atau pekerja kasar yang melakukan pekerjaannya dengan mengandalkan stamina dan kekuatan fisik?
Melansir dari
NU Online, hal ini dijelaskan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtadi’in. Beliau terlebih dulu menerangkan bahwa para ulama membagi tiga kategori orang sakit dan statusnya dalam menjalankan ibadah puasa.
Pertama, jika diduga mengidap penyakit kritis yang membolehkannya tayammum, maka penderita dihukumi makruh untuk berpuasa sehingga diperbolehkan tidak berpuasa.
Kedua, jika penyakit kritis itu benar-benar terjadi atau kuat diduga kritis atau kondisi kritisnya dapat menyebabkannya kehilangan nyawa atau menyebabkan disfungsi salah satu organ tubuhnya, maka penderita haram berpuasa, sehingga wajib membatalkan puasanya.
Ketiga, kalau sakit ringan yang sekiranya tidak sampai keadaan kritis yang membolehkannya tayammum, penderita haram membatalkan puasanya dan tentu wajib berpuasa sejauh ia tidak khawatir penyakitnya bertambah parah. Poin ketiga ini sama status hukumnya bagi mereka pekerja kasar seperti buruh tani, kuli, buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi sejenis.
Bagaimanapun wajibnya mencari nafkah, berpuasa Ramadan tetaplah kewajiban. Apabila pada siang hari puasa terasa berat, maka orang-orang yang berprofesi sebagai kuli, buruh tani, dan pekerja berat lainnya diperbolehkan membatalkan dan mengganti puasa di luar Ramadan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Syekh M Said Ba’asyin dalam kitab Busyrol Karim. Ia menyebutkan bahwa ketika memasuki Ramadan, para pekerja berat wajib memasang niat puasa pada malam hari. Namun, kalau kemudian pada siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka.
Pekerja berat yang membatalkan puasanya ketika menemukan kesulitan harus didasarkan pada kondisi yang darurat. Namun bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, namun tetap melanjutkan, maka puasanya tetap sah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)