medcom.id, Jakarta: Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) bagi para pengikutnya dipercaya membawa banyak kebahagiaan. Mereka lebih menikmati hidup menjadi bagian organisasi itu di Kalimantan Barat.
Salah seorang eks Gafatar, Ade, 37, tak merasakan duka selama enam bulan terakhir hidup di Kalimantan. Ia mengaku sangat menikmati hidup sebagai petani di tanah borneo.
"Kita lebih senang bertani di sana. Selain itu kita juga bisa bersosialisasi dengan warga sekitar," kata Ade saat ditemui di Dermaga Komando Lintas Laut Militer, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (27/1/2016).
Ade mengenal kelompok Gafatar dari rekannya. Keinginannya untuk bergabung dengan organisasi Gafatar dan pindah ke Kalimantan pun tanpa paksaan dari orang lain.
"Semua yang terjadi sudah takdir Tuhan. Tak ada perencanaan," ujar Ade.
Pria asal Tasikmalaya, Jawa Barat, itu mengaku heran dengan anggapan sesat yang disematkan kepada Gafatar dan anggotanya. Pasalnya, selama ini anggota Gafatar beribadah sesuai agama masing-masing.
Seperti mayoritas eks anggota Gafatar lain, Ade mengaku belum memiliki rencana setibanya di Jakarta. Seluruh harta yang dimiliki telah tertinggal di Kalimantan. Ade kembali ke Pulau Jawa bersama satu istri dan tiga anaknya.
Seorang eks anggota Gafatar lain yang enggan menyebutkan nama mengamini ucapan Ade. "Lebih banyak sukanya sih daripada dukanya di Gafatar," kata dia.
Pria asal Cilacap, Jawa Tengah ini mengaku masih belum memiliki rencana setelah dipulangkan ke Pulau Jawa. "Tidak tahu mau kemana, saya ikut pemerintah dulu saja," kata dia singkat.
Seperti diketahui, sejumlah 712 mantan anggota kelompok Gafatar tiba di Jakarta. Mereka dievakuasi dari Pontianak, Kalimantan Barat melalui Pelabuhan Dwikora, Pontianak.
Para pengungsi eks Gafatar tersebut diangkut menggunakan Kapal KRI Teluk Banten 516. Mereka diturunkan di Dermaga Komando Lintas Laut Militer, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu siang tadi.
medcom.id, Jakarta: Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) bagi para pengikutnya dipercaya membawa banyak kebahagiaan. Mereka lebih menikmati hidup menjadi bagian organisasi itu di Kalimantan Barat.
Salah seorang eks Gafatar, Ade, 37, tak merasakan duka selama enam bulan terakhir hidup di Kalimantan. Ia mengaku sangat menikmati hidup sebagai petani di tanah borneo.
"Kita lebih senang bertani di sana. Selain itu kita juga bisa bersosialisasi dengan warga sekitar," kata Ade saat ditemui di Dermaga Komando Lintas Laut Militer, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (27/1/2016).
Ade mengenal kelompok Gafatar dari rekannya. Keinginannya untuk bergabung dengan organisasi Gafatar dan pindah ke Kalimantan pun tanpa paksaan dari orang lain.
"Semua yang terjadi sudah takdir Tuhan. Tak ada perencanaan," ujar Ade.
Pria asal Tasikmalaya, Jawa Barat, itu mengaku heran dengan anggapan sesat yang disematkan kepada Gafatar dan anggotanya. Pasalnya, selama ini anggota Gafatar beribadah sesuai agama masing-masing.
Seperti mayoritas eks anggota Gafatar lain, Ade mengaku belum memiliki rencana setibanya di Jakarta. Seluruh harta yang dimiliki telah tertinggal di Kalimantan. Ade kembali ke Pulau Jawa bersama satu istri dan tiga anaknya.
Seorang eks anggota Gafatar lain yang enggan menyebutkan nama mengamini ucapan Ade. "Lebih banyak sukanya sih daripada dukanya di Gafatar," kata dia.
Pria asal Cilacap, Jawa Tengah ini mengaku masih belum memiliki rencana setelah dipulangkan ke Pulau Jawa. "Tidak tahu mau kemana, saya ikut pemerintah dulu saja," kata dia singkat.
Seperti diketahui, sejumlah 712 mantan anggota kelompok Gafatar tiba di Jakarta. Mereka dievakuasi dari Pontianak, Kalimantan Barat melalui Pelabuhan Dwikora, Pontianak.
Para pengungsi eks Gafatar tersebut diangkut menggunakan Kapal KRI Teluk Banten 516. Mereka diturunkan di Dermaga Komando Lintas Laut Militer, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu siang tadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)