medcom.id, Jakarta: Pemerintah disebut mengusir bekas anggota organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Warga yang sebetulnya hidup harmonis di Kalimantan dipaksa untuk angkat kaki.
"Ini pengusiran resmi yang dilakukan pemerintah," kata Wakil Koordiantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) dalam Diskusi Perspektif Indonesia di Gado-Gado Boplo, Jalan Gereja Theresia No.41, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1/16).
Ratusan eks-anggota Gafatar saat ini masih di kamp-kamp pengungsian di Kalimatan Barat. Secara bertahap akan dipulangkan ke daerah asal.
Menurut Puri, dalam laporan yang diterima Kontras, ratusan eks-anggota Gafatar itu bermigrasi ke Kalimantan, karena menurut pandangan orang-orang itu kondisi negara memaksa mereka harus bertahan hidup dengan cara membuka lahan pertanian. Dan mereka, lanjut Puri, sudah dua sampai tiga tahun hidup harmonis di Kalimantan
"Mereka bermigrasi secara mandiri dengan uang mereka sendiri tanpa campur tangan pemerintah, dan membeli properti di Kalimantan seluas 500 hektar," kata Puri.
Dia menambahkan, pemerintah seharusnya membuka dialog antara Gafatar dan MUI. Menurut Puri, kebijakan pemerintah memulangkan ratusan eks-Gafatar ke kampung halaman adalah keputusan yang salah.
Sebagian dari eks-anggota Gafatar telah menjual properti di daerah asalnya. Dia khawatir, mereka tak bisa melanjutkan hidup dengan layak.
"Ini adalah bukti bahwa pemerintah gagal dalam mengatasi masalah-masalah serupa, seperti konflik syiah di Sampang," terang Puri.
Pemerintah seharusnya lebih fokus menyelidiki siapa dan mengapa penyerangan itu bisa terjadi. Dia menilai tidak ada upaya preventif dalam kejadian penyerangan kemarin. Pemerintah justru fokus ke pemulangan eks-anggota Gafatar dari tanah dan properti mereka sendiri.
"Banyak dari mereka yang tidak mau pindah, tetapi pemerintah tetap lakukan presekusi resmi," ujar Puri.
medcom.id, Jakarta: Pemerintah disebut mengusir bekas anggota organisasi kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Warga yang sebetulnya hidup harmonis di Kalimantan dipaksa untuk angkat kaki.
"Ini pengusiran resmi yang dilakukan pemerintah," kata Wakil Koordiantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) dalam Diskusi Perspektif Indonesia di Gado-Gado Boplo, Jalan Gereja Theresia No.41, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1/16).
Ratusan eks-anggota Gafatar saat ini masih di kamp-kamp pengungsian di Kalimatan Barat. Secara bertahap akan dipulangkan ke daerah asal.
Menurut Puri, dalam laporan yang diterima Kontras, ratusan eks-anggota Gafatar itu bermigrasi ke Kalimantan, karena menurut pandangan orang-orang itu kondisi negara memaksa mereka harus bertahan hidup dengan cara membuka lahan pertanian. Dan mereka, lanjut Puri, sudah dua sampai tiga tahun hidup harmonis di Kalimantan
"Mereka bermigrasi secara mandiri dengan uang mereka sendiri tanpa campur tangan pemerintah, dan membeli properti di Kalimantan seluas 500 hektar," kata Puri.
Dia menambahkan, pemerintah seharusnya membuka dialog antara Gafatar dan MUI. Menurut Puri, kebijakan pemerintah memulangkan ratusan eks-Gafatar ke kampung halaman adalah keputusan yang salah.
Sebagian dari eks-anggota Gafatar telah menjual properti di daerah asalnya. Dia khawatir, mereka tak bisa melanjutkan hidup dengan layak.
"Ini adalah bukti bahwa pemerintah gagal dalam mengatasi masalah-masalah serupa, seperti konflik syiah di Sampang," terang Puri.
Pemerintah seharusnya lebih fokus menyelidiki siapa dan mengapa penyerangan itu bisa terjadi. Dia menilai tidak ada upaya preventif dalam kejadian penyerangan kemarin. Pemerintah justru fokus ke pemulangan eks-anggota Gafatar dari tanah dan properti mereka sendiri.
"Banyak dari mereka yang tidak mau pindah, tetapi pemerintah tetap lakukan presekusi resmi," ujar Puri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)