Jakarta: Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri mengatakan identifikasi jenazah terdiri dari berbagai fase dan membutuhkan proses. Hal ini yang membuat identifikasi jenazah korban kecelakaan Sriwijaya Air SJ-182 terkesan lambat.
"Operasi DVI adalah sebuah prosedur yang jumlahnya relatif besar dengan metode ilmiah. Ini mengapa (identifikasi) terkesan lambat," kata Kepala Bidang DVI Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri Kombes Ahmad Fauzi di RS Polri, Jakarta Timur, Jumat, 15 Januari 2021.
Menurut Ahmad, operasi DVI adalah bagian dari upaya menegakkan hak asasi manusia (HAM). Sebab, setiap jenazah berhak teridentifikasi.
Ahmad menuturkan operasi DVI terdiri dari tiga fase. Pertama, olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi bencana. Proses yang dilakukan oleh Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), TNI, Polri, dan relawan itu masih berlangsung hingga saat ini.
Temuan tim gabungan tersebut bakal dibawa ke RS Polri. Tim DVI Polri segera memulai fase dua, yakni pemeriksaan postmortem atau mengumpulkan data dari bagian tubuh korban.
"Dokter forensik bekerja mencari dan mencatat secara detail dan dikumpulkan sebuah informasi," ucap Ahmad.
Data identifikasi jenazah yang utuh bisa berasal dari sidik jari dan gigi. Prosesnya relatif cepat dan sangat akurat. Sementara jenazah yang tidak utuh, datanya diambil melalui DNA.
Baca: KNKT Mengunduh Data FDR Sriwijaya Air SJ-182
Proses ini cukup lama karena ada tahapan yang harus dilalui. "Kami dari Tim DVI sebisa mungkin cepat tapi tidak bisa mengesampingkan ketepatan," katanya.
Fase ketiga ialah antemortem atau mengumpulkan data dari keluarga korban. Tim DVI bakal membawa data postmortem dan antemortem di sidang rekonsiliasi sebagai inti dari rangkaian proses.
"Apakah bersumber dari individu yang sama atau tidak, atau perlu pendalaman lagi. Ketika cocok atau teridentifikasi, proses penyerahan jenazah dilakukan," kata Ahmad.
Pesawat Sriwijaya Air dengan call sign SJ-182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pukul 14.40 WIB, Sabtu, 9 Januari 2021. Pesawat berjenis Boeing 737-500 dengan nomor registrasi PK CLC itu lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, pukul 14.36 WIB.
Posisi terakhir pesawat itu berada di 11 mil laut utara Bandara Soetta, tepatnya di sekitar Pulau Laki, Kepulauan Seribu. Pesawat tercatat hendak menambah ketinggian dari 11 ribu ke 13 ribu kaki. Pesawat mengangkut 62 orang yang terdiri atas 50 penumpang dan 12 kru.
Jakarta: Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri mengatakan identifikasi jenazah terdiri dari berbagai fase dan membutuhkan proses. Hal ini yang membuat identifikasi jenazah korban kecelakaan
Sriwijaya Air SJ-182 terkesan lambat.
"Operasi DVI adalah sebuah prosedur yang jumlahnya relatif besar dengan metode ilmiah. Ini mengapa (identifikasi) terkesan lambat," kata Kepala Bidang DVI Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri Kombes Ahmad Fauzi di RS Polri, Jakarta Timur, Jumat, 15 Januari 2021.
Menurut Ahmad, operasi DVI adalah bagian dari upaya menegakkan hak asasi manusia (HAM). Sebab, setiap jenazah berhak teridentifikasi.
Ahmad menuturkan operasi DVI terdiri dari tiga fase. Pertama, olah tempat kejadian perkara (TKP) di lokasi bencana. Proses yang dilakukan oleh Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), TNI, Polri, dan relawan itu masih berlangsung hingga saat ini.
Temuan tim gabungan tersebut bakal dibawa ke RS Polri. Tim DVI Polri segera memulai fase dua, yakni pemeriksaan postmortem atau mengumpulkan data dari bagian tubuh korban.
"Dokter forensik bekerja mencari dan mencatat secara detail dan dikumpulkan sebuah informasi," ucap Ahmad.
Data identifikasi jenazah yang utuh bisa berasal dari sidik jari dan gigi. Prosesnya relatif cepat dan sangat akurat. Sementara jenazah yang tidak utuh, datanya diambil melalui DNA.
Baca:
KNKT Mengunduh Data FDR Sriwijaya Air SJ-182
Proses ini cukup lama karena ada tahapan yang harus dilalui. "Kami dari Tim DVI sebisa mungkin cepat tapi tidak bisa mengesampingkan ketepatan," katanya.
Fase ketiga ialah antemortem atau mengumpulkan data dari keluarga korban. Tim DVI bakal membawa data postmortem dan antemortem di sidang rekonsiliasi sebagai inti dari rangkaian proses.
"Apakah bersumber dari individu yang sama atau tidak, atau perlu pendalaman lagi. Ketika cocok atau teridentifikasi, proses penyerahan jenazah dilakukan," kata Ahmad.
Pesawat Sriwijaya Air dengan
call sign SJ-182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pukul 14.40 WIB, Sabtu, 9 Januari 2021. Pesawat berjenis Boeing 737-500 dengan nomor registrasi PK CLC itu lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten, pukul 14.36 WIB.
Posisi terakhir pesawat itu berada di 11 mil laut utara Bandara Soetta, tepatnya di sekitar Pulau Laki, Kepulauan Seribu.
Pesawat tercatat hendak menambah ketinggian dari 11 ribu ke 13 ribu kaki. Pesawat mengangkut 62 orang yang terdiri atas 50 penumpang dan 12 kru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)