Jakarta: Memperingati hari buruh yang jatuh pada Selasa, 1 Mei 2018, Serikat Buruh Sejahtera (SBSI) bakal melakukan aksi unjuk rasa di sejumlah titik. Salah satunya di depan Istana Negara dengan jumlah massa kurang lebih 20 ribu.
"Untuk (Buruh) yang lain ada sekitar 20 ribu didepan Istana. Ada yang ke DPR, mungkin sekitar 5 ribu," kata Ketua DPP SBSI Muchtar Pakpahan dalam diskusi bertajuk 'May Day, TKA, & Investasi' di Jakarta, Sabtu, 28 April 2018.
Para buruh juga akan menggeruduk Pintu 9 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Termasuk, di titik-titik lain yang jadi pusat jalannya pemerintahan.
"Kalau kami (SBSI) di pelabuhan itu sekitar 2 ribu (masa aksi). Ini kan perdebatan juga, ngapain ke DPR, DPR libur, Presiden juga libur kan. Jadi kami akan menyatakan ekspresinya dimana-mana," ujarnya.
Muchtar mengatakan, tujuan fokus massa SBSI di Pelabuhan Tanjung Priok untuk menghentikan jalannya aktivitas bongkar muat. Selain itu, buruh SBSI juga mau menuntut keadilan para pegawai yang dioutsourching.
"Jadi kami yang teknis saja yang sedang dialami anggota hampir semua pelabuhan di Indonesia yang tenaga pekerjaan pokok dari bisnis dari perusahaan itu, pelabuhan dijadikan outsourching," ucap Muchtar.
Ada empat tuntutan yang akan disampaikan SBSI dalam aksinya nanti. Pertama, menuntut pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.
Baca: Polri Optimistis May Day Berlangsung Kondusif
Kedua, meminta pencabutan Perpres nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Asing, karena dianggap bertentangan formal dan material. Ketiga, mendesak Presiden Joko Widodo mencopot Hanif Dhakiri dari jabatannya sebagai menteri Ketenagakerjaan.
Kemudian, tuntutan terakhir yakni meminta Jokowi menaikkan status pegawai honorer yang sudah bekerja selama bertahun-tahun menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Sementara di Undang-undang buruh swasta bila orang bekerja lebih dari tiga tahun diangkat menjadi pegawai tetap. Tetapi negara kita menjadi lebih kapitalis dari pada kapitalis yang sesungguhnya," pungkas Muchtar.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/akWymLWN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Memperingati hari buruh yang jatuh pada Selasa, 1 Mei 2018, Serikat Buruh Sejahtera (SBSI) bakal melakukan aksi unjuk rasa di sejumlah titik. Salah satunya di depan Istana Negara dengan jumlah massa kurang lebih 20 ribu.
"Untuk (Buruh) yang lain ada sekitar 20 ribu didepan Istana. Ada yang ke DPR, mungkin sekitar 5 ribu," kata Ketua DPP SBSI Muchtar Pakpahan dalam diskusi bertajuk 'May Day, TKA, & Investasi' di Jakarta, Sabtu, 28 April 2018.
Para buruh juga akan menggeruduk Pintu 9 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Termasuk, di titik-titik lain yang jadi pusat jalannya pemerintahan.
"Kalau kami (SBSI) di pelabuhan itu sekitar 2 ribu (masa aksi). Ini kan perdebatan juga, ngapain ke DPR, DPR libur, Presiden juga libur kan. Jadi kami akan menyatakan ekspresinya dimana-mana," ujarnya.
Muchtar mengatakan, tujuan fokus massa SBSI di Pelabuhan Tanjung Priok untuk menghentikan jalannya aktivitas bongkar muat. Selain itu, buruh SBSI juga mau menuntut keadilan para pegawai yang dioutsourching.
"Jadi kami yang teknis saja yang sedang dialami anggota hampir semua pelabuhan di Indonesia yang tenaga pekerjaan pokok dari bisnis dari perusahaan itu, pelabuhan dijadikan outsourching," ucap Muchtar.
Ada empat tuntutan yang akan disampaikan SBSI dalam aksinya nanti. Pertama, menuntut pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan.
Baca: Polri Optimistis May Day Berlangsung Kondusif
Kedua, meminta pencabutan Perpres nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Asing, karena dianggap bertentangan formal dan material. Ketiga, mendesak Presiden Joko Widodo mencopot Hanif Dhakiri dari jabatannya sebagai menteri Ketenagakerjaan.
Kemudian, tuntutan terakhir yakni meminta Jokowi menaikkan status pegawai honorer yang sudah bekerja selama bertahun-tahun menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Sementara di Undang-undang buruh swasta bila orang bekerja lebih dari tiga tahun diangkat menjadi pegawai tetap. Tetapi negara kita menjadi lebih kapitalis dari pada kapitalis yang sesungguhnya," pungkas Muchtar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)