Jakarta: Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai pemerintah akan sulit mengontrol kebijakan pelarangan penjualan rokok eceran. Sebab, selama ini masyarakat menganggap penjualan rokok eceran adalah hal yang wajar.
"Secara implementasi kurang efektif karena siapa yang mau mengawasi adanya kebijakan larangan ini, selama ini masyarakat sudah terbiasa, dan para pedagang juga mendapatkan keuntungan yang cukup banyak dari penjualan tersebut," ujar Trubus dalam tayangan Metro TV, Rabu, 31 Juli 2024.
Trubus menduga ada dua penyebab pemerintah memberlakukan larangan penjualan rokok eceran. Pertama, untuk mengontrol angka konsumsi rokok. Kedua untuk memastikan masyarakat penerima bantuan sosial tidak menggunakan dana yang diberikan untuk membeli rokok.
"Dari hasil survei kesehatan Indonesia sebanyak 70 juta orang mengkonsumsi rokok, 8 sampai 10 persen anak-anak, sehingga pemerintah perlu untuk mengeluarkan kebijakan ini," kata Trubus.
Ia juga menilai pemerintah ingin agar bantuan sosial (bansos) yang diberikan kepada masyarakat dengan penghasilan rendah dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Bukan untuk membeli rokok.
"Sehingga pemerintah punya kewajiban agar pengedaran rokok ini tidak merajalela dan membahayakan kesehatan," ucap Trubus.
Secara konsep, kata Trubus, larangan jual rokok eceran memiliki dampak baik. Namun, pekerjaan rumahnya adalah mengontrol kebijakan tersebut di lapangan.
Jakarta: Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai pemerintah akan sulit mengontrol kebijakan pelarangan penjualan
rokok eceran. Sebab, selama ini masyarakat menganggap penjualan rokok eceran adalah hal yang wajar.
"Secara implementasi kurang efektif karena siapa yang mau mengawasi adanya kebijakan larangan ini, selama ini masyarakat sudah terbiasa, dan para pedagang juga mendapatkan keuntungan yang cukup banyak dari penjualan tersebut," ujar Trubus dalam tayangan Metro TV, Rabu, 31 Juli 2024.
Trubus menduga ada dua penyebab pemerintah memberlakukan larangan penjualan rokok eceran. Pertama, untuk mengontrol angka konsumsi
rokok. Kedua untuk memastikan masyarakat penerima bantuan sosial tidak menggunakan dana yang diberikan untuk membeli rokok.
"Dari hasil survei kesehatan Indonesia sebanyak 70 juta orang mengkonsumsi rokok, 8 sampai 10 persen anak-anak, sehingga pemerintah perlu untuk mengeluarkan kebijakan ini," kata Trubus.
Ia juga menilai pemerintah ingin agar bantuan sosial (bansos) yang diberikan kepada masyarakat dengan penghasilan rendah dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Bukan untuk membeli
rokok.
"Sehingga pemerintah punya kewajiban agar pengedaran rokok ini tidak merajalela dan membahayakan kesehatan," ucap Trubus.
Secara konsep, kata Trubus, larangan jual rokok eceran memiliki dampak baik. Namun, pekerjaan rumahnya adalah mengontrol kebijakan tersebut di lapangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)