Jakarta: Komnas Perempuan meminta pemerintah menjamin pelayanan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender yang tidak disebabkan oleh tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Permintaan itu disampaikan menyikapi isi Undang-Undang (UU) Kesehatan yang hanya mengakomodasi pemulihan bagi korban TPKS.
"Kami mengapresiasi materi muatan omnibus law UU Kesehatan yang di dalamnya telah menjamin dan menegaskan kembali hak kesehatan reproduksi, di antaranya hak untuk menerima pelayanan dan pemulihan kesehatan akibat TPKS, yang sejalan dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata anggota Komnas Perempuan, Retty Ratnawati saat dikutip dari Antara, Rabu, 26 Juli 2023.
Seharusnya, beleid tersebut mencantumkan pelayanan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender lainnya. Seperti korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berbentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan siber berbasis gender.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan fasilitas layanan pencegahan, penanganan, dan pemulihan bagi korban kekerasan berbasis gender pada bencana dan setelah bencana.
Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menambahkan pihaknya menyoroti masih belum adanya ketentuan menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan. Seperti layanan aborsi aman.
"Salah satu materi muatan yang hangat diperbincangkan dalam proses pembahasan adalah layanan aborsi, khususnya kriminalisasi terhadap perempuan dan jangka waktu diizinkannya aborsi," kata Maria.
Menurut dia, UU Kesehatan sudah sesuai dengan ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun,penunjukan fasilitas layanan kesehatan yang aman, berkualitas dan mudah diakses, khususnya bagi perempuan korban kekerasan seksual yang mengalami kehamilan tidak dikehendaki perlu segera ditetapkan.
"Di mana dan siapa yang memberikan layanan aborsi aman? Bagaimana mekanisme pemberian izin, apakah cukup dengan laporan kepolisian atau harus menunggu putusan pengadilan? Kami berharap pada tatanan pelaksanaannya Kementerian Kesehatan konsisten memenuhi ketentuan ini dan menetapkan rumah sakit mana yang dirujuk untuk layanan aborsi ini," kata Maria Ulfah.
Jakarta: Komnas Perempuan meminta pemerintah menjamin pelayanan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender yang tidak disebabkan oleh tindak pidana
kekerasan seksual (TPKS). Permintaan itu disampaikan menyikapi isi Undang-Undang (UU) Kesehatan yang hanya mengakomodasi pemulihan bagi korban TPKS.
"Kami mengapresiasi materi muatan
omnibus law UU Kesehatan yang di dalamnya telah menjamin dan menegaskan kembali hak kesehatan reproduksi, di antaranya hak untuk menerima pelayanan dan pemulihan kesehatan akibat TPKS, yang sejalan dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," kata anggota
Komnas Perempuan, Retty Ratnawati saat dikutip dari
Antara, Rabu, 26 Juli 2023.
Seharusnya, beleid tersebut mencantumkan pelayanan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan berbasis gender lainnya. Seperti korban kekerasan dalam rumah tangga (
KDRT) yang berbentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan siber berbasis gender.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan fasilitas layanan pencegahan, penanganan, dan pemulihan bagi korban kekerasan berbasis gender pada
bencana dan setelah bencana.
Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menambahkan pihaknya menyoroti masih belum adanya ketentuan menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan. Seperti layanan aborsi aman.
"Salah satu materi muatan yang hangat diperbincangkan dalam proses pembahasan adalah layanan aborsi, khususnya kriminalisasi terhadap perempuan dan jangka waktu diizinkannya aborsi," kata Maria.
Menurut dia, UU Kesehatan sudah sesuai dengan ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun,penunjukan fasilitas layanan kesehatan yang aman, berkualitas dan mudah diakses, khususnya bagi perempuan korban kekerasan seksual yang mengalami kehamilan tidak dikehendaki perlu segera ditetapkan.
"Di mana dan siapa yang memberikan layanan aborsi aman? Bagaimana mekanisme pemberian izin, apakah cukup dengan laporan kepolisian atau harus menunggu putusan pengadilan? Kami berharap pada tatanan pelaksanaannya Kementerian Kesehatan konsisten memenuhi ketentuan ini dan menetapkan rumah sakit mana yang dirujuk untuk layanan aborsi ini," kata Maria Ulfah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)