Ilustrasi change.org
Ilustrasi change.org

6 Kemenangan Terbesar Netizen Lewat Petisi Online Selama 2015

Arga sumantri • 22 Desember 2015 02:43
medcom.id, Jakarta: Gerakan demokrasi digital sepanjang 2015 mengalami pertumbuhan yang signifikan. Gerakan netizen atas isu ataupun kasus tertentu yang tertuang lewat petisi online terus meningkat masif.
 
Indikatornya, dapat terlihat dari meningkatnya jumlah pengguna wadah petisi online Change.org Indonesia. Pada 2014 tercatat ada 900 ribu pengguna wadah petisi itu. Namun, hingga akhir tahun ini, Change.org menyatakan punya 1,9 juta pengguna.
 
Direktur Komunikasi Change.org Indonesia, Desmarita Murni mengatakan, pertumbuhan netizen menggunakan petisi online yang besar ini berimplikasi pada kemenangan-kemenangan petisi yang ada. Sepanjang 2015 saja, situs wadah petisi online ini mengklaim ada 536.099 pengguna yang meraih kemenangan melalui petisi di Change.org. Enam petisi di antaranya menjadi petisi dengan kemenangan terbesar sepanjang 2015.

Kemenangan besar pertama yakni petisi pilkada langsung yang dibuat pada awal 2015. Petisi ini dibuat setelah DPR memutuskan bahwa kepala daerah tidak lagi dipilih oleh rakyat secara langsung, melainkan dipilih olah DPRD masing-masing daerah.
 
"Ini membuat masyarakat geram. Kemudian melalui petisi yang digalang oleh Perludem, lebih dari 100 ribu netizen mendukung pengembalian pilkada langsung. Setelah banyak diberitakan di media dan banyak aksi turun ke jalan, akhirnya pilkada langsung kembali ke rakyat," jelas Desma di kawasan Kemang, Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (21/12/2015).
 
Petisi online kedua yang berhasil meraih kemenangan besar yakni soal jaminan hari tua (JHT) 10 tahun. Petisi bermula dari netizen, Gilang Mahardika yang tak bisa mengambil pensiun saat berhenti bekerja karena kebijakan tersebut.
 
Hanya dalam beberapa hari, petisi itu mendapat dukungan lebih dari 111 ribu netizen dan menjadi salah satu petisi online terbesar. "Petisi itu langsung direspon beberapa kali oleh Menaker Hanif Dhakiri dan kebijakan pun berubah," ucap Desma.
 
Petisi terhadap penjualan gading gajah yang digagas seorang dokter hewan, Wisnu Wardana juga jadi petisi yang berpengaruh besar. Petisi tersebut bermula saat kematian gajah bernama Yongki yang memprihatinkan, Wisnu kemudian membuat petisi online #RIPYongki. Petisi ini mengkampanyekan pentingnya melindungi satwa berukuran besar itu.
 
"Dalam beberapa hari, petisi ini mendapat dukungan 30 ribu orang. Kemudian toko-toko online yang menanggapi petisi itu dengan menghentikan penjualan gading gajah di situs mereka," ujar Desma.
 
Petisi tentang gugatan tarif data di Indonesia Timur yang mahal juga jadi satu petisi yang berdampak. Petisi itu dibuat oleh pemuda Maluku bernama Djali Gafur yang kecewa karena tarif data internet di wilayah Indonesia Timur lebih mahal dibanding di wilayah Barat .
 
"Setelah didukung 16 ribu user, Menkominfo Rudiantara memanggil pihak provider. Akhirnya tarif mulai diturunkan perlahan sesuai zona," ungkap Desma.
 
Petisi selanjutnya yakni akses obat hepatitis C ke Indonesia. Petisi dibuat oleh Ayu Oktariani yang menderita hepatitis C dan kesulitan mengakses obat.
 
Petisi tersebut berhasil membuat Kemenkes bergerak dan membuat kebijakan menanggung biaya obat hepatitis C ditanggung Kementerian. Menkes juga akhirnya mau mendatangkan obat hepatitis C berefek samping rendah ke Indonesia.
 
Dan petisi yang terakhir, yakni soal skandal 'Papa Minta Saham' yang ditujukan agar Setya Novanto mundur dari kursi Ketua DPR. Petisi itu dibuat oleh seorang dosen komunikasi bernama A Setiawan Abadi. Dosen komunikasi dan ilmu politik di salah satu universitas swasta tanah air itu membuat petisi mendesak Novanto turun dan disebar melalui Change.org.
 
Petisi tersebut meraih 90 ribu tanda tangan netizen. Meski tak secara langsung membuat lengsernya Novanto dari kursi Ketua DPR, menurut Desma, petisi tersebut setidaknya bisa jadi sikap rakyat atas kasus Novanto.
 
"Ini merupakan kemenangan rakyat. Meskipun MKD tidak memutuskan pelanggaran apa-apa karena berdalih Setya Novanto mundur sebelum putusan," tandas dia.
 
Kondisi ini menunjukkan bahwa demokrasi digital di Indonesia telah berkembang dengan baik. Menurut Desma, melalui media sosial, jutaan orang dapat terfasilitasi, terdanai, hingga termobilisasi dengan cepat dan efektif.
 
"Kita tak lagi terbatas oleh sistem birokrasi berlapis hanya untuk menyampaikan usulan, kritik, atau dukungan kepada pengambil kebijakan," pungkas Desma.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan