Jakarta: Wacana Pemprov DKI Jakarta membagikan tanaman lidah mertua pada warga mendapat komentar dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (PKBB). Menurut Direktur Eksekutif PKBB Ahmad Safrudin, cara itu tak bisa mengurangi polusi udara.
"Kalau untuk meredam suhu benar. Pohon yang tumbuh mengeluarkan oksigen dan menangkap karbondioksida, tapi tidak menangkap polutan," kata Direktur Eksekutif PKBB Ahmad Safrudin saat media briefing di kantor PKBB, Jumat, 16 Agustus 2019.
Polutan memang menempel pada batang dan daun tanaman. Namun, akan luruh ke tanah ketika hujan, bukan terserap.
Bahkan, jumlah pohon yang terlalu banyak dengan jumlah sumber polusi udara tak dibatasi dapat menyebabkan air pollutant trap, yaitu udara yang tercemar jadi terkungkung di area tersebut. Oleh karena itu, harus ada sirkulasi yang tepat agar kualitas udara tetap stabil.
Ahmad menambahkan, manfaat penanaman pohon sendiri baru bisa dirasakan maksimal setelah 12 tahun. Penyerapan karbondioksida lebih produktif dan bisa menyimpan partikel tersebut dalam tanah untuk kemudian digunakan untuk fotosintesis. Sayangnya, pohon-pohon besar di pusat kota, seperti di Jalan Sudirman, justru ditebang.
"Bukan melarang, tapi kalau untuk mengendalikan udara, tak pas. Kalau untuk kendalikan karbondioksida, butuh 12 tahun," simpul dia.
Ahmad lebih menyarankan untuk mengganti kualitas bensin yang memiliki banyak partikel polutan. Pasalnya, polutan dari kendaraan bermotor adalah sumber terbesar pemicu pencemaran udara.
Jakarta: Wacana Pemprov DKI Jakarta membagikan tanaman lidah mertua pada warga mendapat komentar dari Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (PKBB). Menurut Direktur Eksekutif PKBB Ahmad Safrudin, cara itu tak bisa mengurangi polusi udara.
"Kalau untuk meredam suhu benar. Pohon yang tumbuh mengeluarkan oksigen dan menangkap karbondioksida, tapi tidak menangkap polutan," kata Direktur Eksekutif PKBB Ahmad Safrudin saat media briefing di kantor PKBB, Jumat, 16 Agustus 2019.
Polutan memang menempel pada batang dan daun tanaman. Namun, akan luruh ke tanah ketika hujan, bukan terserap.
Bahkan, jumlah pohon yang terlalu banyak dengan jumlah sumber polusi udara tak dibatasi dapat menyebabkan air pollutant trap, yaitu udara yang tercemar jadi terkungkung di area tersebut. Oleh karena itu, harus ada sirkulasi yang tepat agar kualitas udara tetap stabil.
Ahmad menambahkan, manfaat penanaman pohon sendiri baru bisa dirasakan maksimal setelah 12 tahun. Penyerapan karbondioksida lebih produktif dan bisa menyimpan partikel tersebut dalam tanah untuk kemudian digunakan untuk fotosintesis. Sayangnya, pohon-pohon besar di pusat kota, seperti di Jalan Sudirman, justru ditebang.
"Bukan melarang, tapi kalau untuk mengendalikan udara, tak pas. Kalau untuk kendalikan karbondioksida, butuh 12 tahun," simpul dia.
Ahmad lebih menyarankan untuk mengganti kualitas bensin yang memiliki banyak partikel polutan. Pasalnya, polutan dari kendaraan bermotor adalah sumber terbesar pemicu pencemaran udara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)