Warga di Sunter Agung diajak menanam sayuran sekaligus menghijaukan Jakarta Utara. Foto: Medcom.id/Yurike Budiman
Warga di Sunter Agung diajak menanam sayuran sekaligus menghijaukan Jakarta Utara. Foto: Medcom.id/Yurike Budiman

COP26 Bahas Potensi Unik Pertanian Atasi Perubahan Iklim

Anggi Tondi Martaon • 08 November 2021 15:32
Jakarta: Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021 (COP26) fokus membahas sejumlah potensi unik pengendalian iklim. Salah satunya dari sektor pertanian.
 
“Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA) adalah keputusan penting di bawah Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) yang mengakui potensi unik pertanian dalam mengatasi perubahan iklim,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi melalui keterangan tertulis, Senin, 8 November 2021.
 
Menurut dia, KJWA memuat beberapa rekomendasi untuk sektor pertanian. Hal ini meliputi perbaikan pengelolaan tanah dan hara, pengelolaan peternakan dan kesehatan ternak, dimensi sosial ekonomi dan ketahanan pangan, dan penguatan kebijakan penanganan perubahan iklim.

Laksmi menyampaikan kebijakan ini sudah diadopsi dalam agenda Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) dan Subsidiary Body for Implementation (SBI). Kerentanan pertanian dan ketahanan pangan salah satunya sudah diputuskan di COP23 pada 2017 di Bonn, Jerman. Saat itu, konfrensi meminta SBSTA dan SBI bersama-sama menangani masalah yang berkaitan dengan pertanian.
 
Baca: Indonesia Kerja Sama dengan ETP untuk Atasi Perubahan Iklim
 
"Termasuk melalui lokakarya dan pertemuan ahli, bekerja dengan badan-badan yang dibentuk berdasarkan konvensi, mempertimbangkan kerentanan pertanian terhadap perubahan iklim, dan pendekatan untuk menangani ketahanan pangan," ungkap dia.
 
Kesepakatan-kesepakatan SBSTA dan SBI pada COP26 dianggap sangat relevan bagi Indonesia. Penanganan perubahan iklim sektor pertanian perlu ditingkatkan.
 
Dia menyampaikan beberapa kesepakatan melalui pertemuan SBSTA dan SBI terkait potensi pertanian mengendalikan perubahan iklim. Pertama, meningkatkan praktik pengelolaan tanah dan menggunakan unsur hara dengan optimal.
 
"Termasuk pupuk organik dan pengelolaan pupuk kandang yang ditingkatkan, merupakan inti dari sistem produksi pangan berkelanjutan yang tahan terhadap iklim dan dapat berkontribusi pada ketahanan pangan global," ujar dia.
 
Kedua, memperbaiki pengelolaan ternak yang berkelanjutan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan sebisa mungkin menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). 
 
Menurut dia, sistem pengelolaan ternak amat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Namun, hal itu bisa dihindari dengan menerapkan sistem peternakan yang dikelola berkelanjutan.
 
“SBI dan SBSTA mencatat bahwa peningkatan produksi berkelanjutan dan kesehatan hewan, dapat  mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor peternakan,” kata dia.
 
Rekomendasi ketiga, yaitu aspek sosial ekonomi dan ketahanan pangan.  Pendekatan sistem pertanian dan pangan  terpadu penting untuk mencapai ketahanan  pangan dan perbaikan ekonomi.   
 
Rekomendasi keempat mengatur mengenai dukungan upaya menjaga ketahanan pangan. SBI dan SBSTA menekankan pentingnya meningkatkan dukungan dalam menjaga ketahanan pangan dan gizi serta mengakhiri kelaparan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan