Jakarta: Ketua tim peneliti Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Pamungkas menyebut tidak ada yang tahu pasti berapa jumlah anggota kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Papua. Yang pasti, kata dia, militansi kelompok tersebut untuk memerdekakan Papua tak dapat diragukan lagi.
"Menurut info yang kami dapat di Papua mereka bukan kelompok kriminal tapi kelompok yang ingin merdeka. Studi lima tahun lalu mereka itu sedikit begitu juga persenjataannya tapi mereka punya militansi tinggi," ujarnya dalam Editorial Media Indonesia, Kamis, 13 Desember 2018.
Menanggapi peristiwa penembakan puluhan pekerja jembatan trans Papua, Cahyo mengatakan pada dasarnya masyarakat Papua tak punya persoalan terkait itu. Mereka menganggap pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab dan kewajiban pemerintah sementara kemerdekaan adalah hak.
Pandangan seperti ini, kata Cahyo, mengindikasikan pembangunan belum menyentuh hati terdalam masyarakat Papua. Yang diinginkan masyarakat Papua bukan cuma pembangunan fisik namun juga menghendaki didengar suaranya dan dihargai simbol-simbol kebudayaannya.
"Jadi pembangunan (infrastruktur) itu memang diperlukan, tapi tidak mencukupkan," ungkapnya.
Menurut Cahyo ada hal lain yang belum tersentuh oleh pemerintah di luar pembangunan infrastruktur, misalnya masalah kekerasan politik di masa lalu dan pelanggaran hak asasi manusia yang perlu rekonsiliasi. Persoalan identitas dan status politik Papua juga menjadi alasan mendasar yang memotivasi kelompok bersenjata untuk memerdekakan Papua.
"Ke depan diharapkan pemerintah dapat mengatasi persoalan hak asasi manusia di sana. Termasuk infrastruktur sosial yang belum selesai seperti pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan sebagainya. Jadi masih banyak PR yang mesti dilakukan," jelasnya.
Jakarta: Ketua tim peneliti Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Pamungkas menyebut tidak ada yang tahu pasti berapa jumlah anggota kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Papua. Yang pasti, kata dia, militansi kelompok tersebut untuk memerdekakan Papua tak dapat diragukan lagi.
"Menurut info yang kami dapat di Papua mereka bukan kelompok kriminal tapi kelompok yang ingin merdeka. Studi lima tahun lalu mereka itu sedikit begitu juga persenjataannya tapi mereka punya militansi tinggi," ujarnya dalam
Editorial Media Indonesia, Kamis, 13 Desember 2018.
Menanggapi peristiwa penembakan puluhan pekerja jembatan trans Papua, Cahyo mengatakan pada dasarnya masyarakat Papua tak punya persoalan terkait itu. Mereka menganggap pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab dan kewajiban pemerintah sementara kemerdekaan adalah hak.
Pandangan seperti ini, kata Cahyo, mengindikasikan pembangunan belum menyentuh hati terdalam masyarakat Papua. Yang diinginkan masyarakat Papua bukan cuma pembangunan fisik namun juga menghendaki didengar suaranya dan dihargai simbol-simbol kebudayaannya.
"Jadi pembangunan (infrastruktur) itu memang diperlukan, tapi tidak mencukupkan," ungkapnya.
Menurut Cahyo ada hal lain yang belum tersentuh oleh pemerintah di luar pembangunan infrastruktur, misalnya masalah kekerasan politik di masa lalu dan pelanggaran hak asasi manusia yang perlu rekonsiliasi. Persoalan identitas dan status politik Papua juga menjadi alasan mendasar yang memotivasi kelompok bersenjata untuk memerdekakan Papua.
"Ke depan diharapkan pemerintah dapat mengatasi persoalan hak asasi manusia di sana. Termasuk infrastruktur sosial yang belum selesai seperti pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, dan sebagainya. Jadi masih banyak PR yang mesti dilakukan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)