Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengungkap pentingnya kebijakan global yang adaptif, realistis, dan mendukung ekosistem ekonomi digital dalam Konferensi
Ketenagakerjaan Internasional (ILC) ke-113 di Palais des Nations, Jenewa, Swiss. APINDO hadir sebagai bagian delegasi tripartit Indonesia bersama pemerintah dan serikat pekerja.
Tahun ini Komite Penetapan Standar ILO memulai pembahasan perdana mengenai 'Pekerjaan Layak di Ekonomi Berbasis Platform'.
Seluruh pihak tripartit sepakat akan pentingnya perlindungan menyeluruh untuk pekerja maupun keberlanjutan ekosistem platform, termasuk UMKM. Karena itu disepakati pendekatan berbasis prinsip agar instrumen yang dihasilkan fleksibel dan dapat disesuaikan dengan konteks nasional masing-masing negara.
Meskipun akhirnya diputuskan bahwa instrumen yang akan disusun berbentuk Konvensi, pembahasan substansi baru mencakup sekitar 15% dan belum menghasilkan kesepakatan akhir. Ini menunjukkan kompleksitas isu dan perlunya kehati-hatian agar instrumen tidak menghambat pertumbuhan ekonomi digital serta tetap menghormati sistem hukum dan ketenagakerjaan di tiap negara.
Selama dua minggu pembahasan, disepakati bahwa definisi pekerja platform mencakup penyedia layanan dalam platform baik sebagai pekerja dalam hubungan kerja, mereka yang berusaha sendiri, maupun kategori khusus lainnya, tergantung konteks nasional negara masing-masing.
Ruang lingkup platform yang dibahas juga luas, tidak hanya yang berbasis lokasi seperti transportasi dan pengantaran, tetapi juga platform digital berbasis online seperti telehealth, pariwisata digital, edutech, freelancer, hingga pekerjaan kreatif.
"Poin utama dalam draf instrumen untuk pembahasan yang akan datang. Pertama regulasi harus menghormati perbedaan status tenaga kerja dalam berbagai bentuk hukum dan tidak menyamaratakan hak serta kewajiban pekerja dalam hubungan kerja dengan mereka yang berusaha sendiri," kata Juru Bicara Kelompok Pengusaha Internasional asal Amerika Serikat, Ewa Staworzynska, dalam keterangan pers, Minggu, 29 Juni 2025.
Dia menjelaskan untuk yang kedua, ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perlu disesuaikan dengan kebutuhan fleksibilitas tenaga kerja yang bekerja dalam berbagai platform secara bersamaan.
Ketiga, seluruh pekerja harus dijamin akses terhadap jaminan sosial melalui skema yang sesuai dengan status tenaga kerja dalam berbagai bentuk hukum dan konteks nasional.
Terakhir regulasi harus dapat mendorong pertumbuhan ekosistem platform, termasuk UMKM dan wirausaha, tanpa membatasi inovasi secara berlebihan, misalnya lewat pengawasan terhadap penerapan algoritma platform yang terlalu ketat.
"Diskusi tahun pertama ini membuktikan pentingnya dialog sosial. ILO harus tetap menjadi Lembaga rujukan, bukan ruang legislasi yang memaksakan agenda nasional atau regional," ujar Ewa.
Menurut dia APINDO mendukung penuh prinsip-prinsip tersebut, dan berkomitmen memperjuangkan instrument global yang adaptif, inklusif, serta mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk ekonomi digital, tanpa membebani pelaku usaha.
Jakarta: Asosiasi Pengusaha Indonesia (
APINDO) mengungkap pentingnya kebijakan global yang adaptif, realistis, dan mendukung ekosistem
ekonomi digital dalam Konferensi
Ketenagakerjaan Internasional (ILC) ke-113 di Palais des Nations, Jenewa, Swiss. APINDO hadir sebagai bagian delegasi tripartit Indonesia bersama pemerintah dan serikat pekerja.
Tahun ini Komite Penetapan Standar ILO memulai pembahasan perdana mengenai 'Pekerjaan Layak di Ekonomi Berbasis Platform'.
Seluruh pihak tripartit sepakat akan pentingnya perlindungan menyeluruh untuk pekerja maupun keberlanjutan ekosistem platform, termasuk UMKM. Karena itu disepakati pendekatan berbasis prinsip agar instrumen yang dihasilkan fleksibel dan dapat disesuaikan dengan konteks nasional masing-masing negara.
Meskipun akhirnya diputuskan bahwa instrumen yang akan disusun berbentuk Konvensi, pembahasan substansi baru mencakup sekitar 15% dan belum menghasilkan kesepakatan akhir. Ini menunjukkan kompleksitas isu dan perlunya kehati-hatian agar instrumen tidak menghambat pertumbuhan ekonomi digital serta tetap menghormati sistem hukum dan ketenagakerjaan di tiap negara.
Selama dua minggu pembahasan, disepakati bahwa definisi pekerja platform mencakup penyedia layanan dalam platform baik sebagai pekerja dalam hubungan kerja, mereka yang berusaha sendiri, maupun kategori khusus lainnya, tergantung konteks nasional negara masing-masing.
Ruang lingkup platform yang dibahas juga luas, tidak hanya yang berbasis lokasi seperti transportasi dan pengantaran, tetapi juga platform digital berbasis online seperti telehealth, pariwisata digital, edutech, freelancer, hingga pekerjaan kreatif.
"Poin utama dalam draf instrumen untuk pembahasan yang akan datang. Pertama regulasi harus menghormati perbedaan status tenaga kerja dalam berbagai bentuk hukum dan tidak menyamaratakan hak serta kewajiban pekerja dalam hubungan kerja dengan mereka yang berusaha sendiri," kata Juru Bicara Kelompok Pengusaha Internasional asal Amerika Serikat, Ewa Staworzynska, dalam keterangan pers, Minggu, 29 Juni 2025.
Dia menjelaskan untuk yang kedua, ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perlu disesuaikan dengan kebutuhan fleksibilitas tenaga kerja yang bekerja dalam berbagai platform secara bersamaan.
Ketiga, seluruh pekerja harus dijamin akses terhadap jaminan sosial melalui skema yang sesuai dengan status tenaga kerja dalam berbagai bentuk hukum dan konteks nasional.
Terakhir regulasi harus dapat mendorong pertumbuhan ekosistem platform, termasuk UMKM dan wirausaha, tanpa membatasi inovasi secara berlebihan, misalnya lewat pengawasan terhadap penerapan algoritma platform yang terlalu ketat.
"Diskusi tahun pertama ini membuktikan pentingnya dialog sosial. ILO harus tetap menjadi Lembaga rujukan, bukan ruang legislasi yang memaksakan agenda nasional atau regional," ujar Ewa.
Menurut dia APINDO mendukung penuh prinsip-prinsip tersebut, dan berkomitmen memperjuangkan instrument global yang adaptif, inklusif, serta mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk ekonomi digital, tanpa membebani pelaku usaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)