REUTERS/Fayaz Aziz
REUTERS/Fayaz Aziz

Kerasnya Hidup Kaum Hawa di Afghanistan

19 April 2014 11:03
medcom.id, Afghanistan: Meskipun hak kaum perempuan telah meningkat tajam di Afghanistan selama 12 tahun belakangan, nyatanya kondisi kehidupan sebagian perempuan di negara yang dicabik perang tersebut tetap menyedihkan.
 
Hal itu tergambar di satu rumah tua di pinggiran Mazar-e-Sharif, Ibu Kota Provinsi Balkh di Afghanistan Utara. Di sana, hampir selusin perempuan bekerja sebagai penenun karpet, satu-satunya sumber penghasilan mereka untuk menunjang perekonomian keluarga. "Kami menghadapi kesulitan. Ada kemajuan bagi perempuan di Afghanistan, tapi kehidupan kami masih belum membaik. Kami bekerja keras. Kami harus menemukan cara agar bisa mandiri," kata Bargin, 50.
 
Perempuan itu mengatakan menenun karpet warna-warni adalah bagian dari tradisi mereka. "Karpet adalah bagian utama ekspor Afghanistan. Karpet telah bersama kami selama ratusan tahun dan telah menyediakan kami peluang untuk menghasilkan uang dan hidup dengan bermartabat," katanya.

Bargin harus menghidupi keluarga dengan enam anggota. Penghasilannya sebesar US$50 selama dua bulan tidak cukup untuk menutup semua biaya hidup mereka. Bargin memiliki pengalaman menenun karpet selama 20 tahun. Ia pernah bekerja di satu pabrik karpet di Pakistan selama 14 tahun. "Kami meninggalkan rumah kami di Kabupaten Sholgara selama rezim Taliban.
 
Kami melarikan diri ke Pakistan. Setelah kami pulang, saya gagal mendapatkan rumah dan pemerintah gagal membantu pengungsi di sini. Kami masih hidup di tenda sampai sekarang," kata Bargin. Afghanistan, menurut pegiat hak asasi perempuan, adalah negara penuh tantangan buat perempuan untuk hidup.
 
Diskriminasi terhadap perempuan, terutama di daerah pinggiran, masih marak terjadi. Misalkan seorang anak perempuan dipaksa menikahi lelaki pilihan orang tuanya. "Suami saya tidak mempunyai pekerjaan. Saya harus bekerja. Kami menghadapi tantangan. Kami tidak mempunyai air bersih, rumah, dan listrik, sedangkan ratusan orang hidup di tenda di sini," kata Bargin yang memiliki empat anak itu.
 
Kebanyakan perempuan Afghanistan menderita akibat kemiskinan dan masih menjadi objek kekerasan serta pelecehan, situasi yang ironis sebab sebagian perempuan Afghanistan sekarang telah menjadi pejabat dan anggota dewan legislatif.
 
Diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam bentuk perkawinan anak di bawah umur, kawin paksa, perkosaan, dan poligami. Namun sebagian perempuan di Mazar-eSharif sekarang bekerja di kantor pemerintah, perusahaan pembangunan, dan sebagian bahkan bergerak di bidang bisnis kecil. Pemerintah telah menyediakan dana untuk membuat pasar di kota itu, tempat perempuan dapat mengelola kios. "Ada 50 toko di Pasar Rabia Balkhi, semuanya dikelola  perempuan," kata Allia Rajabi, pemilik salah satu kios.(Antara)
 

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan