medcom.id, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengkritisi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama. Ketua Komnas HAM M. Imdadun Rahmat menerangkan, ada lima persoalan utama dalam RUU PUB.
Persoalan tersebut ialah tak dimasukkanya perlindungan terhadap penganut keyakinan, definisi perlindungan, masalah pendaftaran agama, pendirian rumah ibadah, dan pemidanaan. Menurut dia, pembangunan rumah ibadah masih terlalu sulit sehingga beberapa persyaratan bisa dikurangi. Pemerintah harusnya punya kewajiban membantunya.
"Yang penting agama ini yang mau bangun tempat suci tidak lebih sulit dibanding bangun bar atau panti pijat," kata Imdadun di Gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2016).
Imdadun menegaskan, judul tak menjamin isi UU mencantumkan perlindungan pada penganut keyakinan maupun agama lokal. Definisi agama yang dipakai masih menggunakan pengertian lama.
"Masih agama samawi. Mesti ada tuhan, nabi, kitab suci. Dengan definisi itu menyebabkan aliran kepercayaan lokal enggak masuk," jelas dia.
Dia menilai RUU ini harus memasukkan aliran kepercayaan tanpa diskriminasi. Bila tidak, perlindungan terhadap mereka nantinya menjadi persoalan.
Soal perlindungan harus diperkuat dalam RUU ini. Aturan yang dibuat jangan terlalu bersifat pengendalian dengan memasukkan pasal-pasal pelarangan.
"Masukkan larangan orang melakukan ancaman ke penganut agama," ucap dia.
Imdadun mengatakan, Komnas HAM telah menyampaikan masukan-masukan ini ke Kementerian Agama. Usulan ini diharapkan dapat dibahas di internal Kemenag.
medcom.id, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengkritisi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama. Ketua Komnas HAM M. Imdadun Rahmat menerangkan, ada lima persoalan utama dalam RUU PUB.
Persoalan tersebut ialah tak dimasukkanya perlindungan terhadap penganut keyakinan, definisi perlindungan, masalah pendaftaran agama, pendirian rumah ibadah, dan pemidanaan. Menurut dia, pembangunan rumah ibadah masih terlalu sulit sehingga beberapa persyaratan bisa dikurangi. Pemerintah harusnya punya kewajiban membantunya.
"Yang penting agama ini yang mau bangun tempat suci tidak lebih sulit dibanding bangun bar atau panti pijat," kata Imdadun di Gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/4/2016).
Imdadun menegaskan, judul tak menjamin isi UU mencantumkan perlindungan pada penganut keyakinan maupun agama lokal. Definisi agama yang dipakai masih menggunakan pengertian lama.
"Masih agama samawi. Mesti ada tuhan, nabi, kitab suci. Dengan definisi itu menyebabkan aliran kepercayaan lokal enggak masuk," jelas dia.
Dia menilai RUU ini harus memasukkan aliran kepercayaan tanpa diskriminasi. Bila tidak, perlindungan terhadap mereka nantinya menjadi persoalan.
Soal perlindungan harus diperkuat dalam RUU ini. Aturan yang dibuat jangan terlalu bersifat pengendalian dengan memasukkan pasal-pasal pelarangan.
"Masukkan larangan orang melakukan ancaman ke penganut agama," ucap dia.
Imdadun mengatakan, Komnas HAM telah menyampaikan masukan-masukan ini ke Kementerian Agama. Usulan ini diharapkan dapat dibahas di internal Kemenag.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)