medcom.id, Jakarta: Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengadakan survei terkait penilaian publik terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Islamic State Iraq and Syria (ISIS). Survei itu menyatakan 79,3 persen warga negara Indonesia (WNI) tak setuju NKRI berubah menjadi khilafah.
"Sedangkan sekitar 9,2 persen secara nasional yang punya aspirasi ingin mengganti NKRI dengan khilafah dalam konteks negara Islam yang bersandar kepada Alquran, hadist, dan tafsiran ulama tertentu," kata pendiri SMRC Saiful Mujani di Jalan Cisadane 8, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu 4 Juni 2017.
Saiful menjelaskan, jika dilihat dari faktor angka, persentase itu cukup besar. Tapi, jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang menolak, angka itu terbilang kecil. Dia menegaskan, bisa disimpulkan masyarakat Indonesia menolak paham itu diterapkan di Tanah Air.
SMRC juga mencari tahu bagaimana pengetahuan masyarakat Indonesia tentang ISIS. Sebanyak 66,4 persen mengetahui. Sedangkan 33,6 persen tak tahu tentang keberadaan kelompok militan radikal itu.
SMRC mencoba mencari tahu lebih dalam dari 66,4 persen masyarakat yang tahu. Mereka menanyakan apakah masyarakat tahu ISIS mengusung cita-cita khilafah. Sekitar 46,7 persen mengatakan tahu dan 53,3 persen menyatakan tidak.
Saat ditanya apakah masyarakat yang tahu tentang ISIS, setuju dengan perjuangan tersebut. Jawaban yang didapatkan pun mengagumkan, hanya 2,7 persen yang setuju.
"Jika tidak setuju, apakah negara harus melarang? 91,3 persen masyarakat bilang harus. Ada 7,5 persen bilang tidak, tapi ini belum tentu mereka mendukung. Tapi hampir semua rakyat indonesia itu menyetujui kalau ISIS itu dilarang," jelas Saiful.
Survei dilakukan terhadap warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum. Populasi yang dilibatkan dalam survei pun sebanyak 1.500 responden yang dipilih secara multistage random sampling.
Responden yang bisa diwawancarai secara valid sebanyak 90 persen, atau sekitar 1.350 orang. Sementara margin of error survei 2,7 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
medcom.id, Jakarta: Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengadakan survei terkait penilaian publik terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Islamic State Iraq and Syria (ISIS). Survei itu menyatakan 79,3 persen warga negara Indonesia (WNI) tak setuju NKRI berubah menjadi khilafah.
"Sedangkan sekitar 9,2 persen secara nasional yang punya aspirasi ingin mengganti NKRI dengan khilafah dalam konteks negara Islam yang bersandar kepada Alquran, hadist, dan tafsiran ulama tertentu," kata pendiri SMRC Saiful Mujani di Jalan Cisadane 8, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu 4 Juni 2017.
Saiful menjelaskan, jika dilihat dari faktor angka, persentase itu cukup besar. Tapi, jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang menolak, angka itu terbilang kecil. Dia menegaskan, bisa disimpulkan masyarakat Indonesia menolak paham itu diterapkan di Tanah Air.
SMRC juga mencari tahu bagaimana pengetahuan masyarakat Indonesia tentang ISIS. Sebanyak 66,4 persen mengetahui. Sedangkan 33,6 persen tak tahu tentang keberadaan kelompok militan radikal itu.
SMRC mencoba mencari tahu lebih dalam dari 66,4 persen masyarakat yang tahu. Mereka menanyakan apakah masyarakat tahu ISIS mengusung cita-cita khilafah. Sekitar 46,7 persen mengatakan tahu dan 53,3 persen menyatakan tidak.
Saat ditanya apakah masyarakat yang tahu tentang ISIS, setuju dengan perjuangan tersebut. Jawaban yang didapatkan pun mengagumkan, hanya 2,7 persen yang setuju.
"Jika tidak setuju, apakah negara harus melarang? 91,3 persen masyarakat bilang harus. Ada 7,5 persen bilang tidak, tapi ini belum tentu mereka mendukung. Tapi hampir semua rakyat indonesia itu menyetujui kalau ISIS itu dilarang," jelas Saiful.
Survei dilakukan terhadap warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum. Populasi yang dilibatkan dalam survei pun sebanyak 1.500 responden yang dipilih secara multistage random sampling.
Responden yang bisa diwawancarai secara valid sebanyak 90 persen, atau sekitar 1.350 orang. Sementara margin of error survei 2,7 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)