medcom.id, Jakarta: Armada transportasi ojek berbasis online dinilai berhasil lantaran kemampuan memanfaatkan teknologinya, baik bagi pengguna jasa, pengelola dan sopirnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak mau kalah dengan keberhasilan pihak swasta tersebut.
"Kasarnya, masak kita kalah sama Go-Jek? Dia tahu ojeknya mangkal di mana. Pergi ke mana. Bus kita juga harus begitu. Kapan melintas, di mana dan ke mana. Itu semua harus bisa diakses," kata Kadishubtrans DKI Jakarta Andri Yansyah dalam dialog publik yang bertajuk 'apakah kereta api ringan (LRT) solusi efektif untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota di Gedung Prasada Sasana Karya, Jalan Suryopranoto, Jakarta Pusat, Rabu (16/9/2015).
Rencana penerapan armada bus yang dibayar rupiah per kilometer adalah bagian dari perwujudan penerapan teknologi tersebut. "Mau enggak mau itu dijalankan. Kita enggak bisa lagi lama-lama. Semuanya harus pakai teknologi canggih," lanjut dia.
Menurut Andri Yansyah, masyarakat Ibu Kota harus dipaksa mengubah pola pikirnya. Bahwa sudah saatnya, masyarakat yang mencari bus yang akan ditumpangi, bukan sebaliknya.
"Dinas Perhubungan itu terkenal dengan dinas tukang larang. Enggak boleh di sini. Enggak boleh ngetem. Enggak boleh mangkal. Larang terus. Walaupun tujuannya untuk meningkatkan ketertiban. Sehingga banyak sekali penolakan dari masyarakat. Maka dari penggunaan teknologi perlu dilakukan agar bus tersebut tidak ngetem dan masyarakat bisa tahu busnya," terang dia.
Meski belum genap tiga bulan bertugas di Dinas Perhubungan dan menjadi kepala dinasnya, Andri Yansyah menilai peranan dinas yang ia pimpin sangat menentukan cermin dari sebuah kota, terutama DKI Jakarta sebagai Ibu Kota.
"Tetapi, kami Dishub tidak bisa bediri sendiri. Kita membutuhkan peran pihak lain baik fisik atau nonfisik. Seperti BUMD, BUMN dan Dirlantas. Hal itu untuk sosialisasi dan penindakan bagi setiap pelanggar lalu lintas," tandas dia.
medcom.id, Jakarta: Armada transportasi ojek berbasis online dinilai berhasil lantaran kemampuan memanfaatkan teknologinya, baik bagi pengguna jasa, pengelola dan sopirnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak mau kalah dengan keberhasilan pihak swasta tersebut.
"Kasarnya, masak kita kalah sama Go-Jek? Dia tahu ojeknya mangkal di mana. Pergi ke mana. Bus kita juga harus begitu. Kapan melintas, di mana dan ke mana. Itu semua harus bisa diakses," kata Kadishubtrans DKI Jakarta Andri Yansyah dalam dialog publik yang bertajuk 'apakah kereta api ringan (LRT) solusi efektif untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota di Gedung Prasada Sasana Karya, Jalan Suryopranoto, Jakarta Pusat, Rabu (16/9/2015).
Rencana penerapan armada bus yang dibayar rupiah per kilometer adalah bagian dari perwujudan penerapan teknologi tersebut. "Mau enggak mau itu dijalankan. Kita enggak bisa lagi lama-lama. Semuanya harus pakai teknologi canggih," lanjut dia.
Menurut Andri Yansyah, masyarakat Ibu Kota harus dipaksa mengubah pola pikirnya. Bahwa sudah saatnya, masyarakat yang mencari bus yang akan ditumpangi, bukan sebaliknya.
"Dinas Perhubungan itu terkenal dengan dinas tukang larang. Enggak boleh di sini. Enggak boleh ngetem. Enggak boleh mangkal. Larang terus. Walaupun tujuannya untuk meningkatkan ketertiban. Sehingga banyak sekali penolakan dari masyarakat. Maka dari penggunaan teknologi perlu dilakukan agar bus tersebut tidak ngetem dan masyarakat bisa tahu busnya," terang dia.
Meski belum genap tiga bulan bertugas di Dinas Perhubungan dan menjadi kepala dinasnya, Andri Yansyah menilai peranan dinas yang ia pimpin sangat menentukan cermin dari sebuah kota, terutama DKI Jakarta sebagai Ibu Kota.
"Tetapi, kami Dishub tidak bisa bediri sendiri. Kita membutuhkan peran pihak lain baik fisik atau nonfisik. Seperti BUMD, BUMN dan Dirlantas. Hal itu untuk sosialisasi dan penindakan bagi setiap pelanggar lalu lintas," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)