medcom.id, Jakarta: Sebanyak dua buah kotak surat terpajang di pinggir jembatan. Masing-masing terikat di sebatang tonggak kayu yang ditancapkan di bagian ujung pembatas jembatan. Selain kotak-kotak surat itu, satu boks meteran listrik ikut terpajang. Anda bisa melihat pemandangan itu di pinggir jembatan Kembang Kerep Raya, Kebangan, Jakarta Barat.
Kotak-kotak yang terbuat dari seng itu adalah barang dagangan Dedi Supriadi. Namun, tidak seperti penjual pada umumnya, Dedi tidak menungguinya. Ia meninggalkan barang dagangannya begitu saja di pinggir jalan.
Daripada menunggu pembeli datang, dia lebih sering berada di dalam rumah. Kadang-kadang, dagangannya malah ia tinggal tidur. Bila ada pelanggan yang mencarinya, Dedi baru keluar dari rumah kontrakannya yang berada tepat di pinggir jembatan itu.
Dedi salah satu dari segelintir pedagang kecil yang masih menjual kotak surat di Jakarta. Pria yang sudah berumur 50 tahun itu masih setia menggelar barang dagangannya yang ia dapat dari salah satu pengerajin seng di kawasan Kebon Jeruk.
Kegiatan surat menyurat menjadi satu-satunya cara berkomunikasi jarak jauh. Rumah-rumah pada umumnya menyediakan kotak surat untuk menampung pesan masuk. Tetapi itu dulu -- sekitar 10 tahun lalu. Sejak kemunculan internet dan aplikasi layanan surat elektronik atau e-mail, orang lebih banyak menampung pesan yang masuk di dalam perangkat teknologinya. Orang mulai melupakan kotak surat seng, seperti yang dijual Dedi.
Dedi kini sepi pembeli. Meski begitu, Dedi masih setia berdagang kotak surat. Setiap pagi, sekitar pukul 8 pagi, ia memajang barang dagangan di depan kontrakannya di tepi jembatan di kawasan Jalan Kembang Kerep Raya, Kembangan, Jakarta Barat itu.
"Sepi mas, enggak tentu. Kadang ada yang beli, kadang enggak," tuturnya, saat ditemui Metrotvnews.com, Selasa (13/5/2014).
Dedi mengakui semenjak kehadiran alat komunikasi seperti telepon genggam, bisnisnya jadi tambah seret. Sejak pertama kali menjual kotak surat pada 2000, Dedi dalam seminggu ia dapat menjual 3 sampai 4 buah kotak surat, namun pada saat ini ia hanya dapat menjual 1 sampai 2 kotak surat.
"Ya itu mas, semenjak ada HP yang buat sms-an itu mulai sepi, dulu tahun 2000-an seminggu masih laku 3 sampai 4 buah kotak, top banget waktu itu. Kalau sekarang sebulan itu paling satu sampai dualah," ungkapnya. Kotak surat ia jual seharga Rp60 ribu.
Dedi mengadu peruntungannya dengan mencoba menjaring peminat dari siapa saja yang melintasi jembatan dari arah Meruya menuju Puri Kembangan itu. "Yang pada lewat saja, kadang-kadang yang beli itu pakai mobil, kadang-kadang pakai motor juga ada," ucapnya.
Dagangan kotak surat toh bukan andalan Dedi untuk mencari nafkah. Ia juga menjual minuman kemasan botol. Usaha menjual minuman kemasan terbilang stabil, rata-rata per harinya ia dapat memperoleh pendapatan Rp30 ribu rupiah. Ia berkeliling menjual minuman selepas sore. Usaha itu yang kini menjadi mata pencarian utama pria asal Garut itu.
"Kalau enggak laku kan masih bisa jual itu," kata Dedi sambil menunjuk menunjuk gerobak angkut minuman kemasan botol. Makanya, meski dagangan kotak surat sudah tak banyak yang membeli, Dedi santai saja. Ia tetap menyediakan kotak surat bagi siapa saja yang membutuhkan. "Ya siapa tahu saja ada yang perlu," imbuhnya.
medcom.id, Jakarta: Sebanyak dua buah kotak surat terpajang di pinggir jembatan. Masing-masing terikat di sebatang tonggak kayu yang ditancapkan di bagian ujung pembatas jembatan. Selain kotak-kotak surat itu, satu boks meteran listrik ikut terpajang. Anda bisa melihat pemandangan itu di pinggir jembatan Kembang Kerep Raya, Kebangan, Jakarta Barat.
Kotak-kotak yang terbuat dari seng itu adalah barang dagangan Dedi Supriadi. Namun, tidak seperti penjual pada umumnya, Dedi tidak menungguinya. Ia meninggalkan barang dagangannya begitu saja di pinggir jalan.
Daripada menunggu pembeli datang, dia lebih sering berada di dalam rumah. Kadang-kadang, dagangannya malah ia tinggal tidur. Bila ada pelanggan yang mencarinya, Dedi baru keluar dari rumah kontrakannya yang berada tepat di pinggir jembatan itu.
Dedi salah satu dari segelintir pedagang kecil yang masih menjual kotak surat di Jakarta. Pria yang sudah berumur 50 tahun itu masih setia menggelar barang dagangannya yang ia dapat dari salah satu pengerajin seng di kawasan Kebon Jeruk.
Kegiatan surat menyurat menjadi satu-satunya cara berkomunikasi jarak jauh. Rumah-rumah pada umumnya menyediakan kotak surat untuk menampung pesan masuk. Tetapi itu dulu -- sekitar 10 tahun lalu. Sejak kemunculan internet dan aplikasi layanan surat elektronik atau e-mail, orang lebih banyak menampung pesan yang masuk di dalam perangkat teknologinya. Orang mulai melupakan kotak surat seng, seperti yang dijual Dedi.
Dedi kini sepi pembeli. Meski begitu, Dedi masih setia berdagang kotak surat. Setiap pagi, sekitar pukul 8 pagi, ia memajang barang dagangan di depan kontrakannya di tepi jembatan di kawasan Jalan Kembang Kerep Raya, Kembangan, Jakarta Barat itu.
"Sepi mas, enggak tentu. Kadang ada yang beli, kadang enggak," tuturnya, saat ditemui
Metrotvnews.com, Selasa (13/5/2014).
Dedi mengakui semenjak kehadiran alat komunikasi seperti telepon genggam, bisnisnya jadi tambah seret. Sejak pertama kali menjual kotak surat pada 2000, Dedi dalam seminggu ia dapat menjual 3 sampai 4 buah kotak surat, namun pada saat ini ia hanya dapat menjual 1 sampai 2 kotak surat.
"Ya itu mas, semenjak ada HP yang buat sms-an itu mulai sepi, dulu tahun 2000-an seminggu masih laku 3 sampai 4 buah kotak, top banget waktu itu. Kalau sekarang sebulan itu paling satu sampai dualah," ungkapnya. Kotak surat ia jual seharga Rp60 ribu.
Dedi mengadu peruntungannya dengan mencoba menjaring peminat dari siapa saja yang melintasi jembatan dari arah Meruya menuju Puri Kembangan itu. "Yang pada lewat saja, kadang-kadang yang beli itu pakai mobil, kadang-kadang pakai motor juga ada," ucapnya.
Dagangan kotak surat toh bukan andalan Dedi untuk mencari nafkah. Ia juga menjual minuman kemasan botol. Usaha menjual minuman kemasan terbilang stabil, rata-rata per harinya ia dapat memperoleh pendapatan Rp30 ribu rupiah. Ia berkeliling menjual minuman selepas sore. Usaha itu yang kini menjadi mata pencarian utama pria asal Garut itu.
"Kalau enggak laku kan masih bisa jual itu," kata Dedi sambil menunjuk menunjuk gerobak angkut minuman kemasan botol. Makanya, meski dagangan kotak surat sudah tak banyak yang membeli, Dedi santai saja. Ia tetap menyediakan kotak surat bagi siapa saja yang membutuhkan. "Ya siapa tahu saja ada yang perlu," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FIT)