medcom.id, Jakarta: Komisi D DPRD DKI Jakarta meminta Pemprov DKI menghapus tunggakan sewa rumah susun (rusun) yang jumlahnya mencapai Rp33 miliar. Hal itu dianggap sebagai konsekuensi yang harus ditanggung Pemprov karena telah merelokasi warga ke rusun.
"Ini kan tidak lucu. Ibu Isnaini, warga Rusun Marunda Blok 5 B Nomor 313, rumahnya digembok dan petugas dari Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) mengeluarkan seluruh barang-barangnya. Ini tidak manusiawi terhadap rakyat sendiri. Saya minta ada pemutihan tunggakan rusun Rp33 miliar," jelas anggota Komisi D Taufiqurrahman di Gedung DPRD, Kamis 24 Agustus 2017.
Para warga yang terkena relokasi ke rusun itu, sambung dia, sejak awal sudah bisa diketahui berpenghasilan rendah. Sebelum direlokasi, mereka mendiami tanah negara karena tak mampu mengontrak rumah.
Ketua Komisi D Iman Satria juga sepakat bahwa tindakan semena-mena tidak boleh dilakukan. Ia menilai Pemprov DKI lupa akan aspek sosial dan ekonomi penghuni rusun, terutama warga yang terkena relokasi, yang kian jauh dengan lokasi mata pencaharian mereka semula.
"Bukan kayak ikan dipindahkan ke akuarium lain, mereka masih bisa hidup. Ini ekonomi mereka terputus. Konsekuensinya kita cari solusi bersama. Saya sepakat moratorium, jangan melakukan hal-hal yang sifatnya tidak manusiawi," lanjut Iman.
Baca: Djarot: Penghuni Rusun yang Ongkang-ongkang Silakan Keluar
Bestari Barus dari Fraksi Partai NasDem memiliki kekhawatiran yang sama. Menurut dia, jangan sampai pemerintah hanya menjadi institusi yang menyewakan hunian sewa.
Terkait dengan desakan itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Agustino mengatakan tidak mudah bagi pihaknya memutihkan tunggakan. "Pemutihan itu ada syarat-syaratnya. Mereka yang diputihkan itu harus benar-benar tidak mampu," kata Agustino.
Seusai berdialog dengan DPRD, Agustino lantas menemui Kepala UPRS dari sejumlah rusun yang juga hadir dalam dialog. "Penertiban harus tetap dilakukan, ya," kata dia.
medcom.id, Jakarta: Komisi D DPRD DKI Jakarta meminta Pemprov DKI menghapus tunggakan sewa rumah susun (rusun) yang jumlahnya mencapai Rp33 miliar. Hal itu dianggap sebagai konsekuensi yang harus ditanggung Pemprov karena telah merelokasi warga ke rusun.
"Ini kan tidak lucu. Ibu Isnaini, warga Rusun Marunda Blok 5 B Nomor 313, rumahnya digembok dan petugas dari Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) mengeluarkan seluruh barang-barangnya. Ini tidak manusiawi terhadap rakyat sendiri. Saya minta ada pemutihan tunggakan rusun Rp33 miliar," jelas anggota Komisi D Taufiqurrahman di Gedung DPRD, Kamis 24 Agustus 2017.
Para warga yang terkena relokasi ke rusun itu, sambung dia, sejak awal sudah bisa diketahui berpenghasilan rendah. Sebelum direlokasi, mereka mendiami tanah negara karena tak mampu mengontrak rumah.
Ketua Komisi D Iman Satria juga sepakat bahwa tindakan semena-mena tidak boleh dilakukan. Ia menilai Pemprov DKI lupa akan aspek sosial dan ekonomi penghuni rusun, terutama warga yang terkena relokasi, yang kian jauh dengan lokasi mata pencaharian mereka semula.
"Bukan kayak ikan dipindahkan ke akuarium lain, mereka masih bisa hidup. Ini ekonomi mereka terputus. Konsekuensinya kita cari solusi bersama. Saya sepakat moratorium, jangan melakukan hal-hal yang sifatnya tidak manusiawi," lanjut Iman.
Baca: Djarot: Penghuni Rusun yang Ongkang-ongkang Silakan Keluar
Bestari Barus dari Fraksi Partai NasDem memiliki kekhawatiran yang sama. Menurut dia, jangan sampai pemerintah hanya menjadi institusi yang menyewakan hunian sewa.
Terkait dengan desakan itu, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Agustino mengatakan tidak mudah bagi pihaknya memutihkan tunggakan. "Pemutihan itu ada syarat-syaratnya. Mereka yang diputihkan itu harus benar-benar tidak mampu," kata Agustino.
Seusai berdialog dengan DPRD, Agustino lantas menemui Kepala UPRS dari sejumlah rusun yang juga hadir dalam dialog. "Penertiban harus tetap dilakukan, ya," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)