Fadlizon. (Foto: MI/Angga)
Fadlizon. (Foto: MI/Angga)

Pemprov DKI Tidak Teliti Membeli Lahan Sumber Waras

Al Abrar • 19 April 2016 15:31
medcom.id, Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai tidak teliti saat membeli lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Pemprov DKI dituding tidak cermat karena lahan itu ada di Jalan Tomang Utara yang merupakan lahan landlock alias tidak mempunyai akses.
 
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, lahan itu memiliki dua sertifikat namun hanya memiliki satu surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
 
"Tidak teliti. Harusnya teliti sebelum membeli, ditelaah, apakah ada masalah? Harus ada clean and clear. Dilihat apakah ada sengketa atau tidak. Masalah ini saya kira bisa menimbulkan kerugian negara, ini yanng disimpulkan BPK," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/4/2016).
 
Dia mengungkapkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya bisa menilai tidak kehati-hatian Pemprov DKI dalam proses pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
 
“Tentu KPK bisa melihat tidak ada verifikasi. Ibarat orang mau beli mobil, jangan hanya lihat dokumen, cek fisik juga, jangan di BPKB Mercy, ternyata fisiknya Toyota Kijang," ujarnya.
 
Fadli mengungkapkan, langkah kongkret yang kini ditempuh oleh dewan adalah dengan menindaklanjuti aduan asyarakat di Komisi III. Fadli meminta komisi hukum mendalami sengkarut pembelian lahan ini.
 
"Kalau ada anggota DPR dan lebih 25 orang menginginkan pansus saya kira bisa saja," katanya.
 
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Barat Sumanto mengatakan, lahan RS Sumber Waras berada di Jalan Kiai Tapa, Grogol, Jakarta Barat. Alamat tersebut sesuai dalam sertifikat BPN tahun 1968 nomor 2787.
 
"Sesuai dengan dengan sertifikat, tanah berada di RT 10 RW 10, Kelurahan Tomang, bukan Jalan Tomang," kata Sumanto pada Metrotvnews.com, Jumat, 15 April.
 
Menanggapi polemik yang sedang berlangsung, Ia menjelaskan, acuan prosedur pengadaan lahan harus mengacu pada Perpres 40 Tahun 2014. Dalam Pasal 121 tertulis, demi efiensi dan efektivitas, pengadaan pembelian di bawah lima hektare bisa langsung dilakukan antara instansi yang memerlukan dan pemilik tanah.
 
Sementara, BPK masih mengacu pada Perpres Nomor 71 Tahun 2012 yang merujuk pada perencanaan, pembentukan tim, penetapan lokasi, studi kelayakan, dan konsultasi publik.
 
"Pengadaannya tahun 2014, ya harus diperlakukan dengan Perpres yang terbaru. Kalau yang lama kan sudah tidak dipakai," ujarnya.
 
Sumanto mengatakan, tidak menutup kemungkinan satu lahan memiliki dua NJOP. Hal itu lantaran, satu lahan berada dalam dua lokasi yang bersamaan.
 
Seperti RS Sumber Waras, satu sisi berada di Jalan Kiai Tapa sementara beberapa bagian bangunan berada di Jalan Tomang Utara, Jakarta Barat. Besaran NJOP berdasar Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
 
"Pertanyaannya, lahan RS Sumber Waras itu punya SPPT PBB satu atau beberapa?. Kalau ada satu berarti besaran NJOP yang dipakai selama ini Kiai Tapa," kata Sumanto.
 
Ia melanjutkan, bila RS Sumber Waras memiliki dua STTP PBB, besar kemungkinan memiliki dua NJOP sesuai dengan STTP PBB masing-masing lahan.
 
Sebelumnya, Kepala Direktorat Utama Perencanaan Evaluasi dan Pengembangan Pemeriksaan Keuangan Negara BPK RI Bahtiar Arif mengatakan, pembelian tanah oleh Pemprov DKI mengakibatkan kerugian daerah sebesar Rp191,33 miliar. Padahal, pihaknya telah merekomendasikan Pemprov DKI membatalkan pembelian tanah itu.
 
Pemprov DKI Jakarta membeli tanah RS Sumber Waras dari pihak YKSW dengan NJOP sekitar Rp20 juta per meter per segi. Menurut BPK, NJOP tanah RS Sumber Waras hanya Rp 7 juta per meter per segi.
 
Total anggaran yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta sesuai NJOP, yakni Rp 800 miliar. Sesuai hasil appraisal, nilai pasar lahan tersebut per 15 November 2014 Rp 904 miliar. Artinya, nilai pembelian Pemprov DKI Jakarta di bawah harga pasar.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan