Jakarta: Kecelakaan yang melibatkan pengguna jalan dan kereta api selalu bermuara pada masalah yang sama; kurangnya kesadaran masyarakat akan keselamatan. Banyak kasus ketika bel peringatan dan palang pintu perlintasan sudah mulai tertutup ada saja pengguna jalan yang menerobos.
Kasubdit Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Yus Rizal mengatakan dari sekitar 5.800 pintu perlintasan khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera belum seluruhnya dijaga oleh petugas.
"Yang resmi saja belum semuanya terjaga, apalagi yang liar. Karenanya kita perlu penanganan secara prioritas dan bertahap. Tentunya hal ini juga butuh waktu," ungkap Yus, dalam Newsline, Senin 18 Desember 2017.
Menurut Yus, persoalan keselamatan pengguna jalan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Selama masih banyak pintu perlintasan kereta api resmi yang tidak dijaga maupun yang beroperasi secara liar juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Tak hanya tugas pemerintah, masyarakat pun didorong agar memiliki suatu budaya kesadaran berperilaku saat berlalu lintas. Terutama ketika menghadapi perlintasan sebidang sesuai dengan aturan perundang-undangan.
"Karena sejatinya perlintasan sebidang bukan alat untuk mengamankan pengguna jalan melainkan pintu untuk mengamankan perjalanan kereta api," katanya.
Yus juga mengingatkan bahwa dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian tidak ada istilah kecelakaan kereta api, yang ada adalah kecelakaan di jalan raya.
Berdasarkan karakteristik inilah maka perjalanan kereta api harus menjadi prioritas karena tidak dapat berhenti mendadak seperti transportasi darat pada umumnya.
"Kalau kita tahu sejarahnya bahwa pintu ini bukan untuk mengamankan orang tetapi mengamankan hewan terhadap jalur kereta api. Manusia sudah diberikan akal pikiran dan kemampuan untuk menyadari itu," jelasnya.
Jakarta: Kecelakaan yang melibatkan pengguna jalan dan kereta api selalu bermuara pada masalah yang sama; kurangnya kesadaran masyarakat akan keselamatan. Banyak kasus ketika bel peringatan dan palang pintu perlintasan sudah mulai tertutup ada saja pengguna jalan yang menerobos.
Kasubdit Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Yus Rizal mengatakan dari sekitar 5.800 pintu perlintasan khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera belum seluruhnya dijaga oleh petugas.
"Yang resmi saja belum semuanya terjaga, apalagi yang liar. Karenanya kita perlu penanganan secara prioritas dan bertahap. Tentunya hal ini juga butuh waktu," ungkap Yus, dalam
Newsline, Senin 18 Desember 2017.
Menurut Yus, persoalan keselamatan pengguna jalan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Selama masih banyak pintu perlintasan kereta api resmi yang tidak dijaga maupun yang beroperasi secara liar juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Tak hanya tugas pemerintah, masyarakat pun didorong agar memiliki suatu budaya kesadaran berperilaku saat berlalu lintas. Terutama ketika menghadapi perlintasan sebidang sesuai dengan aturan perundang-undangan.
"Karena sejatinya perlintasan sebidang bukan alat untuk mengamankan pengguna jalan melainkan pintu untuk mengamankan perjalanan kereta api," katanya.
Yus juga mengingatkan bahwa dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian tidak ada istilah kecelakaan kereta api, yang ada adalah kecelakaan di jalan raya.
Berdasarkan karakteristik inilah maka perjalanan kereta api harus menjadi prioritas karena tidak dapat berhenti mendadak seperti transportasi darat pada umumnya.
"Kalau kita tahu sejarahnya bahwa pintu ini bukan untuk mengamankan orang tetapi mengamankan hewan terhadap jalur kereta api. Manusia sudah diberikan akal pikiran dan kemampuan untuk menyadari itu," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)