medcom.id, Jakarta: Persaingan antara taksi online dan konvensional terus meruncing. Posisi taksi pelat kuning semakin terjepit karena sebagian besar masyarakat lebih memilih taksi online yang dinilai lebih praktis.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan keberadaan taksi online tidak bisa dilarang sebagai konsekuensi dari kemajuan teknologi. Sebaliknya, para pelaku usaha taksi konvensional justru diminta untuk mengikuti sistem aplikasi yang diterapkan oleh pelaku usaha taksi online agar industri taksi konvensional tidak mati tergilas industri taksi online.
"Saran saya sebaiknya para pelaku usaha taksi konvensional bisa menerapkan apa yang dilakukan oleh teman-teman di online. Taksi online laku karena memberikan tarif yang bisa diprediksi, jangan (sampai) nanti orang naik taksi konvensional masih saja deg-degan kalau macet," kata Tulus Abadi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin 2 Oktober 2017.
Menurut Tulus, sebetulnya tarif taksi online tidak melulu yang paling murah jika dibandingkan dengan taksi konvensional. Namun faktor kepraktisan dinilai menjadi hal utama yang membuat masyarakat lebih memilih menggunakan moda transportasi berbasis aplikasi.
Meskipun pemerintah tidak bisa melarang begitu saja menjamurnya industri taksi online, lanjut Tulus, pemerintah tetap bisa mengaturnya. Regulasi yang tepat dan berkeadilan mendesak dibutuhkan guna mewujudkan persaingan usaha yang sehat di industri transportasi darat ini.
"Pemerintah harus memastikan tarif murah angkutan online saat ini, karena banting harga atau bukan. Karena dalam bisnis tidak boleh ada pelaku usaha yang memonopoli pasar. Karena entitas bisnis apapun harus ada aturannya. Aturannya harus dirumuskan agar tidak menabrak aturan-aturan lain dan juga bisa menawarkan win-win solution yang berkelanjutan bagi konsumen dan operator," pungkas Tulus.
medcom.id, Jakarta: Persaingan antara taksi online dan konvensional terus meruncing. Posisi taksi pelat kuning semakin terjepit karena sebagian besar masyarakat lebih memilih taksi online yang dinilai lebih praktis.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan keberadaan taksi online tidak bisa dilarang sebagai konsekuensi dari kemajuan teknologi. Sebaliknya, para pelaku usaha taksi konvensional justru diminta untuk mengikuti sistem aplikasi yang diterapkan oleh pelaku usaha taksi online agar industri taksi konvensional tidak mati tergilas industri taksi online.
"Saran saya sebaiknya para pelaku usaha taksi konvensional bisa menerapkan apa yang dilakukan oleh teman-teman di online. Taksi online laku karena memberikan tarif yang bisa diprediksi, jangan (sampai) nanti orang naik taksi konvensional masih saja
deg-degan kalau macet," kata Tulus Abadi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin 2 Oktober 2017.
Menurut Tulus, sebetulnya tarif taksi online tidak melulu yang paling murah jika dibandingkan dengan taksi konvensional. Namun faktor kepraktisan dinilai menjadi hal utama yang membuat masyarakat lebih memilih menggunakan moda transportasi berbasis aplikasi.
Meskipun pemerintah tidak bisa melarang begitu saja menjamurnya industri taksi online, lanjut Tulus, pemerintah tetap bisa mengaturnya. Regulasi yang tepat dan berkeadilan mendesak dibutuhkan guna mewujudkan persaingan usaha yang sehat di industri transportasi darat ini.
"Pemerintah harus memastikan tarif murah angkutan online saat ini, karena banting harga atau bukan. Karena dalam bisnis tidak boleh ada pelaku usaha yang memonopoli pasar. Karena entitas bisnis apapun harus ada aturannya. Aturannya harus dirumuskan agar tidak menabrak aturan-aturan lain dan juga bisa menawarkan
win-win solution yang berkelanjutan bagi konsumen dan operator," pungkas Tulus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)