medcom.id, Jakarta: Sekitar 12 ribu bidang tanah di Jakarta tidak memiliki sertifikat. Banyak di antara lahan tersebut berstatus tanah girik.
Abdul Halim, Staff Seksi Perencanaan Pertanahan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Dinas Citata) DKI Jakarta mengatakan, girik serupa dengan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Pemilik tanah memegang bukti bayar pajak, namun tidak punya hak atas kepemilikan lahan.
"Tanah tidak terdaftar bisa jadi girik. Zaman dulu tidak ada PBB itu sebagai penggantinya, sebatas hak garap. Tapi tidak ada kepemilikan," katanya saat ditemui Metrotvnews.com di Jakarta Pusat, Selasa 25 Juli 2017.
Selain girik, menurut Halim banyak pula tanah di Jakarta yang masih bersertifikat Acte van Eigendom dan Verbonding. Kedua sertifikat ini adalah bukti kepemilikan tanah sebelum UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria diberlakukan.
Halim menjelaskan kedua jenis sertifikat masa pemerintahan Belanda itu sudah tidak diakui. Pemilik sertifikat Acte van Eigendom dan Verbonding harus mengkonversi bukti kepemilikan tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) yang berlaku saat ini.
"Dulu sertifikat zaman Belanda. Kalau di Jakarta Verbonding dan Egendom itu yang besar, tapi sudah tidak diakui. Hanya biasanya ada juga yang tetap bisa diakui," jelas Halim.
Halim menuturkan, ia tidak punya detail lahan di Jakarta dengan status girik, sertifikat Verbonding, atau Egendom. Saat ini semua data masih dalam proses pembaharuan. Namun, Halim menambahkan pemegang kepemilikan tanah selain SHM akan sulit mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Kita tidak bisa layout satu persatu, itu sedang didata. Tapi untuk mendirikan bangunan tanah harus bersertifikat, tidak boleh girik," pungkasnya.
medcom.id, Jakarta: Sekitar 12 ribu bidang tanah di Jakarta tidak memiliki sertifikat. Banyak di antara lahan tersebut berstatus tanah girik.
Abdul Halim, Staff Seksi Perencanaan Pertanahan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Dinas Citata) DKI Jakarta mengatakan, girik serupa dengan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Pemilik tanah memegang bukti bayar pajak, namun tidak punya hak atas kepemilikan lahan.
"Tanah tidak terdaftar bisa jadi girik. Zaman dulu tidak ada PBB itu sebagai penggantinya, sebatas hak garap. Tapi tidak ada kepemilikan," katanya saat ditemui
Metrotvnews.com di Jakarta Pusat, Selasa 25 Juli 2017.
Selain girik, menurut Halim banyak pula tanah di Jakarta yang masih bersertifikat Acte van Eigendom dan Verbonding. Kedua sertifikat ini adalah bukti kepemilikan tanah sebelum UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria diberlakukan.
Halim menjelaskan kedua jenis sertifikat masa pemerintahan Belanda itu sudah tidak diakui. Pemilik sertifikat Acte van Eigendom dan Verbonding harus mengkonversi bukti kepemilikan tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) yang berlaku saat ini.
"Dulu sertifikat zaman Belanda. Kalau di Jakarta Verbonding dan Egendom itu yang besar, tapi sudah tidak diakui. Hanya biasanya ada juga yang tetap bisa diakui," jelas Halim.
Halim menuturkan, ia tidak punya detail lahan di Jakarta dengan status girik, sertifikat Verbonding, atau Egendom. Saat ini semua data masih dalam proses pembaharuan. Namun, Halim menambahkan pemegang kepemilikan tanah selain SHM akan sulit mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Kita tidak bisa layout satu persatu, itu sedang didata. Tapi untuk mendirikan bangunan tanah harus bersertifikat, tidak boleh girik," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)