Jakarta: Kondisi air tanah di Ibu Kota dinilai perlu dijaga. Diperlukan konsistensi agar air sebagai sumber penghidupan ini bisa berkelanjutan.
"Peraturan itu menjadi penting, tidak sekadar kewajiban pemerintah tapi semua pihak," kata Kepala Subdit Pemolaan Direktorat perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS KLHK, M. Saparis Soedarjanto kepada Medcom.id, Senin, 19 Maret 2019.
Pria yang akrab disapa Toto ini sepakat dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang melakukan audit penggunaan air tanah di gedung bertingkat. Pasalnya, kawasan Ibu Kota mendapat predikat kerusakan lingkungan yang tinggi dengan ancaman penurunan level permukaan tanah.
"Harus dilakukan audit, sumur resapan di Jakarta ini sudah lama dan belum berhasil, harapannya dengan dilakukan audit efeknya bisa lebih baik," ujar Toto.
Instrumen peraturan daerah bisa diterapkan dengan mewajibkan gedung bertingkat mengeluarkan kompensasi membuat sumur resapan. Selain itu, tindakan tegas perlu dilakukan agar penikmat air tanah secara berlebihan bisa di minimalisasi.
"Selain Perda perlu ditindaklanjuti implementasinya, siapa menjaga itu yang sulit. Pengelola gedung itu harus menyesuaikan berapa mengambil air dan harus membuat sumur resapan berapa banyak, kompensasinya harus dilakukan," bebernya.
Baca: Lemahnya Penindakan Penggunaan Air Tanah
Bukan tak mungkin kawasan Ibu Kota bakalan menghadapi krisis air bersih. Selain ekploitasi berlebihan, kondisi hulu sungai yang menjadi sumber produksi air juga menjadi persoalan.
"Masalah besar kita adanya negosiasi dengan tata ruang, kemudian ditindaklanjuti dengan sebuah aspek legalisasi dengan pembangunan rumah daerah penangkap air, padahal tidak boleh, tapi faktanya banyak," tuturnya.
Sebelumnya, perizinan sumur air tanah tak jadi prioritas bagi gedung tinggi. Hal ini dibuktikan dengan minimnya pengelola bangunan pencakar langit yang mengajukan izin ke Badan Palayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI Jakarta.
"Mereka banyak melakukan pembiaran. Izin sudah habis tapi enggak mengajukan lagi," kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP DKI Jakarta Edy Junaedi kepada Medcom.id, Jumat, 16 Maret 2018.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/PNgJAv0K" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Kondisi air tanah di Ibu Kota dinilai perlu dijaga. Diperlukan konsistensi agar air sebagai sumber penghidupan ini bisa berkelanjutan.
"Peraturan itu menjadi penting, tidak sekadar kewajiban pemerintah tapi semua pihak," kata Kepala Subdit Pemolaan Direktorat perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS KLHK, M. Saparis Soedarjanto kepada M
edcom.id, Senin, 19 Maret 2019.
Pria yang akrab disapa Toto ini sepakat dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang melakukan audit penggunaan air tanah di gedung bertingkat. Pasalnya, kawasan Ibu Kota mendapat predikat kerusakan lingkungan yang tinggi dengan ancaman penurunan level permukaan tanah.
"Harus dilakukan audit, sumur resapan di Jakarta ini sudah lama dan belum berhasil, harapannya dengan dilakukan audit efeknya bisa lebih baik," ujar Toto.
Instrumen peraturan daerah bisa diterapkan dengan mewajibkan gedung bertingkat mengeluarkan kompensasi membuat sumur resapan. Selain itu, tindakan tegas perlu dilakukan agar penikmat air tanah secara berlebihan bisa di minimalisasi.
"Selain Perda perlu ditindaklanjuti implementasinya, siapa menjaga itu yang sulit. Pengelola gedung itu harus menyesuaikan berapa mengambil air dan harus membuat sumur resapan berapa banyak, kompensasinya harus dilakukan," bebernya.
Baca: Lemahnya Penindakan Penggunaan Air Tanah
Bukan tak mungkin kawasan Ibu Kota bakalan menghadapi krisis air bersih. Selain ekploitasi berlebihan, kondisi hulu sungai yang menjadi sumber produksi air juga menjadi persoalan.
"Masalah besar kita adanya negosiasi dengan tata ruang, kemudian ditindaklanjuti dengan sebuah aspek legalisasi dengan pembangunan rumah daerah penangkap air, padahal tidak boleh, tapi faktanya banyak," tuturnya.
Sebelumnya, perizinan sumur air tanah tak jadi prioritas bagi gedung tinggi. Hal ini dibuktikan dengan minimnya pengelola bangunan pencakar langit yang mengajukan izin ke Badan Palayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI Jakarta.
"Mereka banyak melakukan pembiaran. Izin sudah habis tapi enggak mengajukan lagi," kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP DKI Jakarta Edy Junaedi kepada Medcom.id, Jumat, 16 Maret 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)