medcom.id, Depok: Penindakan hukum sopir angkutan umum perkotaan (angkot) di bawah umur di Kota Depok masih sebatas mimpi. Kendalanya karena mereka dilindungi dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak. Tak heran di Kota Depok banyak sopir angkot di bawah umur.
Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok Anton T.M. dan Kabid Pengendalian Operasional Dishub Kota Depok Djondra mengaku, sulit memberi efek jera bagi anak usia sekolah yang berprofesi sebagai sopir angkot.
"Mereka paling diberikan peringatan. Sisi lainnya, pemilik kendaraan atau yang dikuasakan datang secara langsung ke kantor Dishub Kota Depok dan menyampaikan permohonan tertulis di atas meterai Rp6.000. Isinya tidak melakukan pelanggaran serupa lagi, “ kata Anton, Kamis (25/6/2015).
Razia gabungan Dishub Kota Depok dan Polri sejak Senin hingga hari ini, telah menilang 324 pengemudi angkot. Dua di antaranya terpaksa di kandangkan dan setop beroperasi karena tidak punya kelengkapan surat kendaraan dan sopirnya anak di bawah umur.
"Sopir hanya menunjukkan surat tilang polisi. Kita kandangkan dan setop beroperasi," ujarnya.
Dia mengatakan, razia gabungan Dishub dan Polri digelar di depan terminal terpadu di Jalan Margonda Raya, Pancoran Mas. Sasarannya sopir angkot yang tidak berseragam dan tanpa kartu tanda pengenal.
"Pengemudi diwajibkan menggunakan seragam dan harus pakai kartu pengenal. Angkot tak boleh menggunakan kaca film gelap," tegas Anton.
Pengamat hukum, M. Aritonang menjelaskan, anak yang mengemudikan kendaraan terlebih angkot bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Undang-Undang Sistem Peradilan Anak mengatur bila pelaku berusia 12-18 tahun dapat dilakukan proses hukum lebih lanjut, termasuk penahanan, dengan catatan dilakukan sebagai upaya hukum terakhir dan dalam rangka kepentingan terbaik anak.
"Jadi, aparatur sipil negara (ASN) dan polisi jangan takut bertindak. Lagi pula ini nyawa masyarakat yang jadi taruhan," jelas Aritonang.
Dalam Undang-Undang ini, lanjut Aritonang, anak bisa ditahan jika terbukti bersalah. Namun Aritonang menyarankan, saat dan setelah ditahan anak tersebut sebaiknya diberikan pembinaan yang sistematis dan berkelanjutan.
"Silakan Pemkot keluarkan APBD untuk membina anak-anak ini, beri mereka kesibukan, keterampilan, agar tidak kembali menjadi geng," bebernya.
Aritonang menambahkan, modus sopir di bawah umur bisa membawa angkot karena mereka berani membayar kepada sopir tetap angkot.
“Sopir angkot di bawah umur itu sangat membahayakan, selain bahaya untuk dirinya sendiri, juga membahayakan para penumpangnya. Karena itu mereka harus ditindak tegas,” pungkasnya.
medcom.id, Depok: Penindakan hukum sopir angkutan umum perkotaan (angkot) di bawah umur di Kota Depok masih sebatas mimpi. Kendalanya karena mereka dilindungi dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak. Tak heran di Kota Depok banyak sopir angkot di bawah umur.
Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Depok Anton T.M. dan Kabid Pengendalian Operasional Dishub Kota Depok Djondra mengaku, sulit memberi efek jera bagi anak usia sekolah yang berprofesi sebagai sopir angkot.
"Mereka paling diberikan peringatan. Sisi lainnya, pemilik kendaraan atau yang dikuasakan datang secara langsung ke kantor Dishub Kota Depok dan menyampaikan permohonan tertulis di atas meterai Rp6.000. Isinya tidak melakukan pelanggaran serupa lagi, “ kata Anton, Kamis (25/6/2015).
Razia gabungan Dishub Kota Depok dan Polri sejak Senin hingga hari ini, telah menilang 324 pengemudi angkot. Dua di antaranya terpaksa di kandangkan dan setop beroperasi karena tidak punya kelengkapan surat kendaraan dan sopirnya anak di bawah umur.
"Sopir hanya menunjukkan surat tilang polisi. Kita kandangkan dan setop beroperasi," ujarnya.
Dia mengatakan, razia gabungan Dishub dan Polri digelar di depan terminal terpadu di Jalan Margonda Raya, Pancoran Mas. Sasarannya sopir angkot yang tidak berseragam dan tanpa kartu tanda pengenal.
"Pengemudi diwajibkan menggunakan seragam dan harus pakai kartu pengenal. Angkot tak boleh menggunakan kaca film gelap," tegas Anton.
Pengamat hukum, M. Aritonang menjelaskan, anak yang mengemudikan kendaraan terlebih angkot bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Undang-Undang Sistem Peradilan Anak mengatur bila pelaku berusia 12-18 tahun dapat dilakukan proses hukum lebih lanjut, termasuk penahanan, dengan catatan dilakukan sebagai upaya hukum terakhir dan dalam rangka kepentingan terbaik anak.
"Jadi, aparatur sipil negara (ASN) dan polisi jangan takut bertindak. Lagi pula ini nyawa masyarakat yang jadi taruhan," jelas Aritonang.
Dalam Undang-Undang ini, lanjut Aritonang, anak bisa ditahan jika terbukti bersalah. Namun Aritonang menyarankan, saat dan setelah ditahan anak tersebut sebaiknya diberikan pembinaan yang sistematis dan berkelanjutan.
"Silakan Pemkot keluarkan APBD untuk membina anak-anak ini, beri mereka kesibukan, keterampilan, agar tidak kembali menjadi geng," bebernya.
Aritonang menambahkan, modus sopir di bawah umur bisa membawa angkot karena mereka berani membayar kepada sopir tetap angkot.
“Sopir angkot di bawah umur itu sangat membahayakan, selain bahaya untuk dirinya sendiri, juga membahayakan para penumpangnya. Karena itu mereka harus ditindak tegas,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)