Jakarta: Pengurus Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4), Iqbal Mochtar, menjelaskan status yang menjadi indikator transisi pandemi covid-19 ke endemi. Yaitu, status imunitas, intervensi, faktor lingkungan, dan interaksi virus.
Status imunitas, jelas dia, harus dimiliki mayoritas kelompok, diberikan secara vaksinasi, dan memiliki kekuatan imunitas yang panjang. Kemudian intervensi yang dilakukan dari vaksinasi bisa cukup mengontrol menjadi endemi.
"Kemudian faktor lingkungan juga bisa mempengaruhi faktor endemi, seperti musim. Contohnya di Eropa, bila terjadi winter maka statusnya naik lagi," kata Iqbal dalam dialog daring, dikutip Media Indonesia, Kamis, 10 Maret 2022.
Baca: 149 Juta Orang Terlindungi Vaksin Dosis Lengkap
Selanjutnya, yaitu interaksi virus. Bagaimana virus ini sering bermutasi dan bagaimana cara pemerintah menghadapi varian baru yang bermutasi tersebut.
Dalam menghadapi endemi, lanjut dia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berpesan harus fokus pada prevention, preparedness, public health, political leadership, dan people involvement. Transisi dari pandemi menuju endemi digambarkan sebagai yoyo phenomenon.
Transisi pandemi menuju endemi berawal dari pandemic response kemudian transisi, recovery, kemudian muncul gelombang kedua dan kembali lagi ke pandemic response kemudian terus berulang.
"Kalau vaksin secara teoritis sudah diberikan kepada majoririty population, barulah kemungkinan kita masuk end game atau endemi," ujarnya.
Sehingga, lanjut Iqbal, multifaktor yang mempengaruhi mengubah status menjadi endemi bukan hanya dari penurunan kasus. Sehingga wajar setiap negara bisa berbeda-beda mendeklarasikan masuk ke fase endemi.
"Bahwa banyak faktor yang mempengaruhi endemi, perlu benar-benar dievaluasi sebelum keputusan penetapan endemi diambil dan perlu koordinasi dengan WHO," jelas dia.
Jakarta: Pengurus Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4), Iqbal Mochtar, menjelaskan status yang menjadi indikator transisi
pandemi covid-19 ke endemi. Yaitu, status imunitas, intervensi, faktor lingkungan, dan interaksi virus.
Status imunitas, jelas dia, harus dimiliki mayoritas kelompok, diberikan secara
vaksinasi, dan memiliki kekuatan imunitas yang panjang. Kemudian intervensi yang dilakukan dari vaksinasi bisa cukup mengontrol menjadi endemi.
"Kemudian faktor lingkungan juga bisa mempengaruhi faktor endemi, seperti musim. Contohnya di Eropa, bila terjadi
winter maka statusnya naik lagi," kata Iqbal dalam dialog daring, dikutip
Media Indonesia, Kamis, 10 Maret 2022.
Baca:
149 Juta Orang Terlindungi Vaksin Dosis Lengkap
Selanjutnya, yaitu interaksi virus. Bagaimana virus ini sering bermutasi dan bagaimana cara pemerintah menghadapi varian baru yang bermutasi tersebut.
Dalam menghadapi endemi, lanjut dia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berpesan harus fokus pada
prevention,
preparedness,
public health,
political leadership, dan
people involvement. Transisi dari pandemi menuju endemi digambarkan sebagai
yoyo phenomenon.
Transisi pandemi menuju endemi berawal dari pandemic response kemudian transisi,
recovery, kemudian muncul gelombang kedua dan kembali lagi ke
pandemic response kemudian terus berulang.
"Kalau vaksin secara teoritis sudah diberikan kepada
majoririty population, barulah kemungkinan kita masuk
end game atau endemi," ujarnya.
Sehingga, lanjut Iqbal, multifaktor yang mempengaruhi mengubah status menjadi endemi bukan hanya dari penurunan kasus. Sehingga wajar setiap negara bisa berbeda-beda mendeklarasikan masuk ke fase endemi.
"Bahwa banyak faktor yang mempengaruhi endemi, perlu benar-benar dievaluasi sebelum keputusan penetapan endemi diambil dan perlu koordinasi dengan WHO," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)