Jakarta: Rencana pembangunan pengelolaan sampah dengan teknologi insenerator atau Intermediate Treatment Facility (ITF) di Jakarta masih mandek. Pemasalahan ini akibat Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono keberatan dengan biaya layanan pengolahan sampah atau tipping fee kepada konsorsium swasta yang dianggap terlalu besar, sehingga Pemerntah Provinsi DKI Jakarta ingin membangun sendiri proyek ITF.
Peneliti sustainability lembaga riset kebijakan dan analisis data Sigmaphi Indonesia, Gusti Raganata, mengatakan alasan Heru tidak tepat. Pasalnya, ketentuan tipping fee diatur Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Di dalam Perpres tersebut, tipping fee tidak hanya disediakan pemerintah daerah. Namun, dibantu penyediaan dananya dari pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di dalam Pasal 15 ayat 2 dan 3, alokasi anggaran untuk bantuan biaya layanan pengolahan sampah (tipping fee) dari pemerintah pusat, yang ditetapkan maksimal Rp500 ribu per ton sampah, diusulkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Menteri Keuangan.
"Dengan dalih yang disampaikan Pj Gubernur Heru, terutama mengenai tipping fee itu, sebetulnya sudah jelas bahwa tipping fee dialokasikan oleh Kementerian LHK bersama Kementerian Keuangan, dengan mekanisme yang diatur dalam Perpres 35 tahun 2018," tutur Gusti dalam keterangan tertulis, Sabtu, 26 Agustus 2023.
Gusti menilai tidak tepat Pemprov DKI membangun sendiri proyek ITF karena akan terjadi konflik kepentingan. Sebagai regulator, Pemprov DKI akan menilai sendiri kelayakan proyeknya dan mengeluarkan sendiri perizinan dalam pengerjaannya.
Seharusnya, lanjut dia, Pemprov DKI bersinergi dengan pemerintah pusat untuk mempercepat proyek ITF yang pelaksanaannya telah diseleksi dan ditunjuk, mengingat isu polusi yang semakin parah di Ibu Kota. Sehingga, pemerintah harus segera mematikan PLTU yang ada di DKI Jakarta dan sekitarnya, sekaligus melakukan transisi ke ITF sebagai penyedia energi listrik alternatifnya.
Gusti mengingatkan percepatan pembangunan proyek ITF merupakan perintah Presiden Joko Widodo sejak 2018, yang tertuang di dalam Perpres kepada 12 pemerintah daerah, di antaranya DKI Jakarta. Selain itu, kata Gusti, Pemprov DKI Jakarta tidak berpikir hanya dari biaya yang dikeluarkan dalam proyek ini, namun penghematan dari sisi yang lain.
“Penghematan anggaran dari proyek ITF ini juga besar, karena Pemda DKI tidak lagi membayar kompensasi setiap tahun kepada Pemda Bekasi, juga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk fasilitas pendukung seperti biaya angkutan truk dan lain-lain,” ujar dia.
Sebelumnya Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkapkan alasannya mengapa proyek ITF di Jakarta tidak kunjung berjalan. Padahal, Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan konsorsium swasta yang akan melaksanakannya.
"Saya tidak anti dengan ITF, silakan B to B (bisnis ke bisnis) dengan catatan tidak ada tipping fee. Pemda DKI enggak punya uang buat tipping fee. Ya sudah, kalau memang harus ITF (biar) Pemda DKI yang bikin," ujar Heru.
Dia menyampaikan jika Pemprov DKI membuat sendiri ITF tersebut, seluruhnya menjadi milik pemerintah daerah. "Kalau Pemda DKI yang bikin jadi punya Pemda DKI. Truk sampahnya punya DKI. Sampahnya dibuang ke ITF. Pemda DKI juga ada BLUD kan. Sudah gitu aja," kata dia.
Jakarta: Rencana pembangunan
pengelolaan sampah dengan teknologi insenerator atau
Intermediate Treatment Facility (
ITF) di Jakarta masih mandek. Pemasalahan ini akibat Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono keberatan dengan biaya layanan pengolahan sampah atau
tipping fee kepada konsorsium swasta yang dianggap terlalu besar, sehingga Pemerntah Provinsi
DKI Jakarta ingin membangun sendiri proyek ITF.
Peneliti sustainability lembaga riset kebijakan dan analisis data Sigmaphi Indonesia, Gusti Raganata, mengatakan alasan Heru tidak tepat. Pasalnya, ketentuan
tipping fee diatur Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
Di dalam Perpres tersebut,
tipping fee tidak hanya disediakan pemerintah daerah. Namun, dibantu penyediaan dananya dari pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di dalam Pasal 15 ayat 2 dan 3, alokasi anggaran untuk bantuan biaya layanan pengolahan sampah (
tipping fee) dari pemerintah pusat, yang ditetapkan maksimal Rp500 ribu per ton sampah, diusulkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Menteri Keuangan.
"Dengan dalih yang disampaikan Pj Gubernur Heru, terutama mengenai tipping fee itu, sebetulnya sudah jelas bahwa
tipping fee dialokasikan oleh Kementerian LHK bersama Kementerian Keuangan, dengan mekanisme yang diatur dalam Perpres 35 tahun 2018," tutur Gusti dalam keterangan tertulis, Sabtu, 26 Agustus 2023.
Gusti menilai tidak tepat Pemprov DKI membangun sendiri proyek ITF karena akan terjadi konflik kepentingan. Sebagai regulator, Pemprov DKI akan menilai sendiri kelayakan proyeknya dan mengeluarkan sendiri perizinan dalam pengerjaannya.
Seharusnya, lanjut dia, Pemprov DKI bersinergi dengan pemerintah pusat untuk mempercepat proyek ITF yang pelaksanaannya telah diseleksi dan ditunjuk, mengingat isu polusi yang semakin parah di Ibu Kota. Sehingga, pemerintah harus segera mematikan PLTU yang ada di DKI Jakarta dan sekitarnya, sekaligus melakukan transisi ke ITF sebagai penyedia energi listrik alternatifnya.
Gusti mengingatkan percepatan pembangunan proyek ITF merupakan perintah Presiden Joko Widodo sejak 2018, yang tertuang di dalam Perpres kepada 12 pemerintah daerah, di antaranya DKI Jakarta. Selain itu, kata Gusti, Pemprov DKI Jakarta tidak berpikir hanya dari biaya yang dikeluarkan dalam proyek ini, namun penghematan dari sisi yang lain.
“Penghematan anggaran dari proyek ITF ini juga besar, karena Pemda DKI tidak lagi membayar kompensasi setiap tahun kepada Pemda Bekasi, juga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk fasilitas pendukung seperti biaya angkutan truk dan lain-lain,” ujar dia.
Sebelumnya Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkapkan alasannya mengapa proyek ITF di Jakarta tidak kunjung berjalan. Padahal, Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan konsorsium swasta yang akan melaksanakannya.
"Saya tidak anti dengan ITF, silakan B to B (bisnis ke bisnis) dengan catatan tidak ada tipping fee. Pemda DKI enggak punya uang buat
tipping fee. Ya sudah, kalau memang harus ITF (biar) Pemda DKI yang bikin," ujar Heru.
Dia menyampaikan jika Pemprov DKI membuat sendiri ITF tersebut, seluruhnya menjadi milik pemerintah daerah. "Kalau Pemda DKI yang bikin jadi punya Pemda DKI. Truk sampahnya punya DKI. Sampahnya dibuang ke ITF. Pemda DKI juga ada BLUD kan. Sudah gitu aja," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)