medcom.id, Jakarta: Pengemis dengan bermodalkan gerobak atau dikenal sebagai 'manusia gerobak', bakal menjamur saat bulan suci Ramadan. Masyarakat diminta tidak memberikan santunan kepada mereka.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Chaidir, menyarankan masyarakat memberi bantuan dan beramal di tempat yang sudah terpercaya. Selain dana yang disalurkan jelas kepada sasaran, beberapa oknum juga seringkali memanfaatkan kepedulian masyarakat.
"Petugas kami yang berada di lima wilayah kota akan berjaga di titik rawan dimanfaatkan manusia gerobak," kata Chaidir kepada wartawan, Rabu (8/6/2016).
Chaidir menjelaskan, untuk membedakan pemulung dengan 'manusia gerobak' yang terindikasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) bisa dilihat dari isi gerobaknya. Bila tetap nekat terus menerus mengemis dengan cara seperti ini, kata Chaidir, Petugas Pelayanan, Pengawasan, dan Pengendalian Sosial (P3S) akan langsung menertibkan.
"Mereka menggunakan modus manusia gerobak untuk mengemis. Petugas P3S akan memberikan edukasi dan peringatan kepada mereka agar tidak berhenti dan mangkal di pinggir jalan. Setelah diberi peringatan beberapa kali dan masih tetap beraktivitas, maka petugas akan melakukan penjangkauan kepada mereka," ucap Chaidir.
Manusia gerobak Somad, 46, beristirahat sambil menunggu dermawan di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat, Minggu (28/6)--MI/Panca Syurkani.
Menurut Chaidir, pihaknya juga telah memetakan keberadaan manusia gerobak. Wilayah yang rawan tempat mangkal manusia gerobak ada di kawasan Manggarai, Panglima Polim, Fatmawati di Jakarta Selatan.
Chaidir mengatakan, manusia gerobak biasanya membawa serta anak dan istrinya di dalam gerobak. Mereka berhenti di pinggir jalan untuk mendapatkan belas kasih dari orang yang melintas.
"Sebenarnya masalah manusia gerobak masih rancu pengertiannya. Kalau dia mencari barang-barang bekas untuk dijual kembali, namanya pemulung. Bagi kami, mereka bukan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), bahkan membantu pemerintah dalam kebersihan dan itu sebuah profesi yang halal," kata Chaidir
Manusia gerobak menjadi masalah ketika mengemis di pinggir jalan. Chaidir menuturkan, kerapkali ditemui manusia gerobak yang membawa serta anak di bawah umur.
"Ada yang sampai empat anaknya, bahkan ada bayi yang baru lahir. Mereka keliling dari satu ruas jalan ke jalan lain, berhenti sambil menggelar kerdus untuk duduk sambil menunggu orang berbelas kasih" tutur Chaidir.
medcom.id, Jakarta: Pengemis dengan bermodalkan gerobak atau dikenal sebagai 'manusia gerobak', bakal menjamur saat bulan suci Ramadan. Masyarakat diminta tidak memberikan santunan kepada mereka.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Chaidir, menyarankan masyarakat memberi bantuan dan beramal di tempat yang sudah terpercaya. Selain dana yang disalurkan jelas kepada sasaran, beberapa oknum juga seringkali memanfaatkan kepedulian masyarakat.
"Petugas kami yang berada di lima wilayah kota akan berjaga di titik rawan dimanfaatkan manusia gerobak," kata Chaidir kepada wartawan, Rabu (8/6/2016).
Chaidir menjelaskan, untuk membedakan pemulung dengan 'manusia gerobak' yang terindikasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) bisa dilihat dari isi gerobaknya. Bila tetap nekat terus menerus mengemis dengan cara seperti ini, kata Chaidir, Petugas Pelayanan, Pengawasan, dan Pengendalian Sosial (P3S) akan langsung menertibkan.
"Mereka menggunakan modus manusia gerobak untuk mengemis. Petugas P3S akan memberikan edukasi dan peringatan kepada mereka agar tidak berhenti dan mangkal di pinggir jalan. Setelah diberi peringatan beberapa kali dan masih tetap beraktivitas, maka petugas akan melakukan penjangkauan kepada mereka," ucap Chaidir.

Manusia gerobak Somad, 46, beristirahat sambil menunggu dermawan di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat, Minggu (28/6)--MI/Panca Syurkani.
Menurut Chaidir, pihaknya juga telah memetakan keberadaan manusia gerobak. Wilayah yang rawan tempat mangkal manusia gerobak ada di kawasan Manggarai, Panglima Polim, Fatmawati di Jakarta Selatan.
Chaidir mengatakan, manusia gerobak biasanya membawa serta anak dan istrinya di dalam gerobak. Mereka berhenti di pinggir jalan untuk mendapatkan belas kasih dari orang yang melintas.
"Sebenarnya masalah manusia gerobak masih rancu pengertiannya. Kalau dia mencari barang-barang bekas untuk dijual kembali, namanya pemulung. Bagi kami, mereka bukan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), bahkan membantu pemerintah dalam kebersihan dan itu sebuah profesi yang halal," kata Chaidir
Manusia gerobak menjadi masalah ketika mengemis di pinggir jalan. Chaidir menuturkan, kerapkali ditemui manusia gerobak yang membawa serta anak di bawah umur.
"Ada yang sampai empat anaknya, bahkan ada bayi yang baru lahir. Mereka keliling dari satu ruas jalan ke jalan lain, berhenti sambil menggelar kerdus untuk duduk sambil menunggu orang berbelas kasih" tutur Chaidir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)