medcom.id, Jakarta: Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak PT Pertamina memperketat pengawasan stasiun pengisian bahan bakar umum.
Kepolisian mengungkap praktik kecurangan takaran salah satu SPBU di kawasan Rempoa, Ciputat, Tangerang Selatan. Dalam kasus tersebut, polisi menangkap empat orang pengelola dan dua pengawas.
"Pertamina perlu segera melakukan pengawasan lapangan lebih ketat dengan melakukan uji petik serta mendengarkan keluhan dari berbagai pihak yang menengarai adanya kecurangan di SPBU," kata Tulus melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Tulus juga mendesak Pertamina memberikan sanksi tegas terhadap mitra yang curang dengan pemutusan kontrak kemitraan serta dimasukan ke daftar hitam.
Kepada polisi, Tulus berharap tetap konsisten menegakkan hukum terhadap pelaku sampai pengadilan. Selama ini, kasus kecurangan SPBU kebanyakan berhenti pada penggrebekan saja.
"Sebaiknya bukan hanya pelaku lapangan yang diproses secara hukum, tetapi pemilik SPBU, atau minimal pimpinan SPBU karena pelaku di lapangan tidak mungkin bertindak sendiri tanpa instruksi dari atasan, bahkan pemiliknya," tuturnya.
Menurut Tulus, kecurangan takaran yang dilakukan SPBU bukan hal yang baru. Banyak modus operandi yang dilakukan pengelola SPBU untuk meraup keuntungan dengan merugikan konsumen.
"Sejak Februari 2016, YLKI mendapatkan informasi dari Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen bahwa berdasarkan pantauan BPH Migas diperkirakan ada 100 SPBU khususnya di wilayah Sumatera yg melakukan
berbagai kecurangan," katanya.
Informasi tersebut disampaikan kepada Pertamina pada Maret agar dilakukan uji petik bersama Direktorat Metrologi, Kementerian Perdagangan, tetapi tidak ditindaklanjuti.
Pengungkapan kasus di Rempoa bermula dari laporan masyarakat yang merasa takaran bahan bakar di SPBU itu tidak sesuai dengan yang dibayarkan. (Antara)
medcom.id, Jakarta: Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak PT Pertamina memperketat pengawasan stasiun pengisian bahan bakar umum.
Kepolisian mengungkap praktik kecurangan takaran salah satu SPBU di kawasan Rempoa, Ciputat, Tangerang Selatan. Dalam kasus tersebut, polisi menangkap empat orang pengelola dan dua pengawas.
"Pertamina perlu segera melakukan pengawasan lapangan lebih ketat dengan melakukan uji petik serta mendengarkan keluhan dari berbagai pihak yang menengarai adanya kecurangan di SPBU," kata Tulus melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Tulus juga mendesak Pertamina memberikan sanksi tegas terhadap mitra yang curang dengan pemutusan kontrak kemitraan serta dimasukan ke daftar hitam.
Kepada polisi, Tulus berharap tetap konsisten menegakkan hukum terhadap pelaku sampai pengadilan. Selama ini, kasus kecurangan SPBU kebanyakan berhenti pada penggrebekan saja.
"Sebaiknya bukan hanya pelaku lapangan yang diproses secara hukum, tetapi pemilik SPBU, atau minimal pimpinan SPBU karena pelaku di lapangan
tidak mungkin bertindak sendiri tanpa instruksi dari atasan, bahkan pemiliknya," tuturnya.
Menurut Tulus, kecurangan takaran yang dilakukan SPBU bukan hal yang baru. Banyak modus operandi yang dilakukan pengelola SPBU untuk meraup keuntungan dengan merugikan konsumen.
"Sejak Februari 2016, YLKI mendapatkan informasi dari Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen bahwa berdasarkan pantauan BPH Migas diperkirakan ada 100 SPBU khususnya di wilayah Sumatera yg melakukan
berbagai kecurangan," katanya.
Informasi tersebut disampaikan kepada Pertamina pada Maret agar dilakukan uji petik bersama Direktorat Metrologi, Kementerian Perdagangan, tetapi tidak ditindaklanjuti.
Pengungkapan kasus di Rempoa bermula dari laporan masyarakat yang merasa takaran bahan bakar di SPBU itu tidak sesuai dengan yang dibayarkan. (
Antara)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)