Pedagang parcel -- Foto: MI/ Arya Manggala
Pedagang parcel -- Foto: MI/ Arya Manggala

Ketika Trotoar Menjelma Jadi Pasar Parcel

Media Indonesia • 17 Juni 2016 06:34
medcom.id, Jakarta: Yara, 35, siang itu berkunjung ke kawasan Pegangsaan Timur, Menteng, Jakarta Pusat. Masih menggunakan setelan kantor, ia menghampiri salah satu kios pedagang kaki lima yang menjual keranjang rotan. Di antara puluhan toko parcel musiman yang tersedia, Yara lebih memilih untuk merangkai parcel sendiri dan mencari kelengkapannya di kawasan yang telah dikenal sebagai pusat penjualan parcel sejak 1970 ini.
 
"Sudah dari 5-6 tahun lalu saya kalau mau beli atau bikin parcel selalu ke sini. Banyak pilihannya dan harganya juga lebih miring, bisa ditawar," ujar wanita yang berprofesi sebagai pekerja swasta ini, di Menteng, Jakarta, Kamis (16/6/2016)
 
Baginya, ketika hendak membeli parcel lebaran, otomatis adalah kawasan Cikini, Jakarta Pusat ini. Yara tak keberatan jika harus memarkir mobilnya di pinggir jalan, dan menjajali kios-kios sementara yang berdiri di atas trotoar ini.

"Kalau pindah asal tempatnya masih terjangkau ngga masalah sih, pasti akan tetap saya cari karena setiap lebaran pasti butuh parcel. Kalau bisa lebih nyaman dari yang di sini," cetusnya.
 
Sudah menjadi rutinitas di kala Ramadan, ketika trotoar yang terbentang di seberang Stasiun Cikini Jakarta Pusat ini disulap menjadi pasar kaget berisi pedagang parcel. Dengan lebar 5 meter, trotoar yang sedianya merupakan tempat pejalan kaki ini, kini hanya disisakan 1 meter. Selebihnya, telah menjadi lahan bagi berdirinya tenda 68 pedagang yang menjajakan parcel dan dekorasi khas lebaran.
 
Para pedagang yang berada di sini pun adalah pedagang musiman. Ada yang sehari-hari berdagang aksesoris di kios lain, ada yang bekerja sebagai tukang ojek, ada pula yang bekerja sebagai supir mikrolet. Namun, ketika bulan Ramadan tiba, mereka semua menjelma menjadi perangkai dan penjaja parcel.
 
Parcel yang dijajakan di sini pun beragam jenis dan warnanya. Ada yang berupa makanan, ada pula yang berisi piring dan cangkir keramik. Harganya tergantung pada jenis dan kualitas barang di dalamnya. Untuk parcel berisi makanan ringan misalnya, harganya berkisar Rp150 ribu hingga Rp300 ribu tergantung ukuran. Sementara yang berisi keramik, tergantung pada jenisnya.
 
Untuk jenis dinner set, harganya berkisar Rp400 ribuan, sementara tea set, harganya berkisar Rp300 ribuan. Ada pula yang menjual parcel berisikan pigura. Untuk yang satu ini, pembeli harus mengocek kantong lebih dalam, karena harganya bisa mencapai Rp1,3 juta hingga Rp2 juta.
 
Namun kini, pedagang parcel di kawasan ini mulai was-was. Pasalnya, Pemerintah Kota Jakarta Pusat berencana hendak memindahkan mereka ke lokasi lain yang tak jauh dari lokasi saat ini, yakni kawasan Penataran dan Cikini Gold Center. Penolakan pun datang dari para pedagang. Sebab, mereka khawatir pemindahan tersebut akan berdampak pada turunnya jumlah pelanggan mereka.
 
Ali Yusro, 40, salah satunya. Sehari-hari Ali bekerja sebagai teknisi suara di dunia entertain. Namun di momen-momen menjelang hari raya besar seperti lebaran, natal, dan tahun baru, Ali dan istrinya pun beralih menjadi pedagang parcell. Kini, adalah tahun ke-15 Ali menjadi bagian dari pusat perdagangan parcel di Cikini. Terbiasa berdagang di trotoar di seberang stasiun, Ali menyatakan dirinya enggan untuk berpindah lokasi. Apalagi, musim ramai pembeli akan tiba dalam hitungan hari.
 
"Biasanya ramai dua minggu sebelum lebaran, kalau lokasinya pindah gimana mau ramai. Kalau pindah ke Penataran, namanya bukan pusat parcel Cikini lagi dong," ujarnya.
 
Posisi kios-kios sementara yang berada di trotoar, bagi Ali dan isterinya tidak lah mengganggu para pejalan kaki. Sebab, mereka masih menyisakan ruang satu meter untuk dilalui. "Itu masih bisa lewat kok," kata Ali.
 
Menurutnya, sebelumnya sempat ada penawaran untuk pindah ke Penataran dari Pemkot Jakarta Pusat. Tapi penawaran tersebut datang di saat tenda para pedagang telah berdiri. "Kalau dari awal mungkin kita juga bisa mengerti," ujar Ali.
 
Penolakan senada juga disampaikan oleh Suhana, 55, salah satu pedagang di kawasan ini. Menurutnya, jika pindah lokasi maka mau tak mau mereka harus beradaptasi kembali dengan warga sekitar. "Kalau di sini kan wilayah kami, sementara di sana kami engga tau masyarakatnya bagaimana, harus menyesuaikan lagi," ujarnya.
 
Apa yang disampaikan Ali berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Camat Menteng, Ahmad Pahrie. Menurutnya, pedagang-pedagang di kawasan tersebut telah sepakat bahwa tahun 2015 lalu menjadi tahun terakhir mereka berjualan di trotoar Jalan Pegangsaan.
 
"Sudah dari tahun lalu diberi peringatan dan mereka sepakat tahun kemarin yang terakhir. Ternyata tahun ini masih saja berdagang di sana," kata Pahrie.
 
Menanggapi sikap para pedagang tersebut, pihak Pemkot Jakarta Pusat pun akan melaksanakan operasi pemindahan pada Jumat (17/6/2016). Mau tak mau, pedagang harus berpindah ke dua pilihan lokasi yang disediakan yakni, kawasan Penataran atau Cikini Gold Center.
 
"Enggak jauh kok dari lokasi sekarang, paling-paling hanya 50 meter. Akan kita bantu bereskan untuk dipindahkan," kata dia.
 
Kawasan Panataran merupakan jalan inspeksi, sementara kawasan yang disediakan di Cikini Gold Center tadinya merupakan lahan parkir. Keduanya memiliki kapasitas yang memadai untuk menampung seluruh pedagang. Namun, pilihan akan diserahkan ke pedagang sendiri hendak pindah ke mana. Jika telah pindah lokasi, kata Pahrie, kawasan perdagangan parcel ini pun bisa diusulkan menjadi sentra pedagang parcell kaki lima di Cikini.
 
"Mau dipermanenkan pun tidak masalah," pungkasnya.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan