Jakarta: Ombudsman geram temuannya soal dugaan maladministrasi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam penertiban pedagang kaki lima (PKL) di DKI Jakarta tidak ditindaklanjuti. Sikap Satpol nakal pun belum berubah.
Temuan sudah disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, Inspektorat DKI Jakarta, dan Satpol PP pada 2 November 2017. Namun, tidak ada penanganan serius dari mereka.
"Mestinya setelah tiga minggu kami paparan, semoga ada perubahan. Tapi tidak ada perubahan dan malah berwacana macam-macam," kata anggota Ombudsman Adrianus Eliasta Meliala di Kantor Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis, 24 November 2017.
Adrianus mengungkapkan bila temuan ini berdasarkan hasil invetigasi yang dilakukan pada 9 hingga 10 Agustus 2017. Ombudsman memantau tujuh titik: Setiabudi, Ambassador, Imperium, Stasiun Jatinegara, Stasiun Tebet, Stasiun Manggarai dan Tanah Abang.
Dari investigasi, Ombudsman mendapatkan tiga kesimpulan. Pertama, penataan PKL rawan praktik maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, dan pembiaran baik oleh Satpol PP maupun kelurahan dan kecamatan setempat.
Kedua, pengawasan dan koordinasi di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penertiban PKL belum optimal. PKL masih berjualan tidak pada tempatnya hingga sekarang.
"Dalam setiap rencana penertiban, ada saja oknum aparatur yang melakukan komunikasi dengan pihak PKL untuk mengamankan diri tidak berjualan terlebih dahulu," ucap dia.
Kesimpulan ketiga adalah ketidakoptimalan penataan PKL didorong perilaku oknum Satpol PP yang membuka ruang transaksional. Praktik maladministrasi Satpol PP pun merugikan PKL dan masyarakat selaku pengguna trotoar dan fasilitas umum lainnya.
"Pada minggu lalu sekitar 15-17 November 2017 kami kembali mengecek atau monitoring tujuh titik tersebut. Asumsi kami setelah kita menyampaikan kajian, maka mestinya ada perubahan," ucap dia.
Menurut dia, peran Satpol PP dalam menata PKL yang berjualan sembarangan malah semakin tidak jelas. Bahkan, kondisi di Tanah Abang semakin semrawut.
"Tanah Abang pada bulan Agustus turun pertama kali, dengan kemarin monitoring, tingkat keparahannya malah meningkat. Saat kami monitoring PKL sudah sampai bagian pinggir jalan persis. Itu menunjukkan belum ada langkah konkret pemerintah DKI," ucap dia.
Dia menegaskan pihaknya tidak meminta Satpol PP represif terhadap PKL. Akan tetapi, Adrianus meminta pihak terkait segera menata PKL ini agar tidak berjualan di sembarang tempat.
"Ketika media memfokuskan Tanah Abang saja, seakan-akan Tanah Abang saja harus rapi yang lain tidak usah, yang kami harapkan semua kawasan di Jakarta harus rapi, bersih, dan tertata dengan baik," tandas dia.
Ombudsman menunjukkan video soal PKL yang masih berjualan sembarangan. Foto: MTVN/M. Rodhi Aulia.
Adrianus sempat memutar video pemantauan terbaru Ombudsman soal Satpol PP yang tidak bekerja maksimal. Dia juga menunjukkan video wawancara langsung oknum Satpol PP yang mengakui adanya kongkalikong antara petugas dan PKL.
Baca: Mengurai Benang Kusut di Tanah Abang
Untuk menangani masalah ini, Adrianus menyarankan perlu ada peninjauan kembali pada sistem pengawasan kinerja Satpol PP. Pengawasan harus dilakukan secara berjenjang.
"Sehingga terdapat kontrol antara tugas di lapangan dengan bahan evaluasi atasan Satpol PP dan pengawas internal," kata dia.
Ombudsman juga meminta penataan ruang dilakukan sesuai dengan peraturan. Koordinasi internal Pemprov DKI pun perlu diperkuat.
Sementara itu, Inspektorat Pemprov DKI Jakarta perlu mendalami lebih lanjut temuan Ombudsman. Penegakan kedisiplinan harus dilakukan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/zNA7jv3k" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Ombudsman geram temuannya soal dugaan maladministrasi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam penertiban pedagang kaki lima (PKL) di DKI Jakarta tidak ditindaklanjuti. Sikap Satpol nakal pun belum berubah.
Temuan sudah disampaikan kepada Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, Inspektorat DKI Jakarta, dan Satpol PP pada 2 November 2017. Namun, tidak ada penanganan serius dari mereka.
"Mestinya setelah tiga minggu kami paparan, semoga ada perubahan. Tapi tidak ada perubahan dan malah berwacana macam-macam," kata anggota Ombudsman Adrianus Eliasta Meliala di Kantor Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis, 24 November 2017.
Adrianus mengungkapkan bila temuan ini berdasarkan hasil invetigasi yang dilakukan pada 9 hingga 10 Agustus 2017. Ombudsman memantau tujuh titik: Setiabudi, Ambassador, Imperium, Stasiun Jatinegara, Stasiun Tebet, Stasiun Manggarai dan Tanah Abang.
Dari investigasi, Ombudsman mendapatkan tiga kesimpulan. Pertama, penataan PKL rawan praktik maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, dan pembiaran baik oleh Satpol PP maupun kelurahan dan kecamatan setempat.
Kedua, pengawasan dan koordinasi di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penertiban PKL belum optimal. PKL masih berjualan tidak pada tempatnya hingga sekarang.
"Dalam setiap rencana penertiban, ada saja oknum aparatur yang melakukan komunikasi dengan pihak PKL untuk mengamankan diri tidak berjualan terlebih dahulu," ucap dia.
Kesimpulan ketiga adalah ketidakoptimalan penataan PKL didorong perilaku oknum Satpol PP yang membuka ruang transaksional. Praktik maladministrasi Satpol PP pun merugikan PKL dan masyarakat selaku pengguna trotoar dan fasilitas umum lainnya.
"Pada minggu lalu sekitar 15-17 November 2017 kami kembali mengecek atau
monitoring tujuh titik tersebut. Asumsi kami setelah kita menyampaikan kajian, maka mestinya ada perubahan," ucap dia.
Menurut dia, peran Satpol PP dalam menata PKL yang berjualan sembarangan malah semakin tidak jelas. Bahkan, kondisi di Tanah Abang semakin semrawut.
"Tanah Abang pada bulan Agustus turun pertama kali, dengan kemarin
monitoring, tingkat keparahannya malah meningkat. Saat kami
monitoring PKL sudah sampai bagian pinggir jalan persis. Itu menunjukkan belum ada langkah konkret pemerintah DKI," ucap dia.
Dia menegaskan pihaknya tidak meminta Satpol PP represif terhadap PKL. Akan tetapi, Adrianus meminta pihak terkait segera menata PKL ini agar tidak berjualan di sembarang tempat.
"Ketika media memfokuskan Tanah Abang saja, seakan-akan Tanah Abang saja harus rapi yang lain tidak usah, yang kami harapkan semua kawasan di Jakarta harus rapi, bersih, dan tertata dengan baik," tandas dia.
Ombudsman menunjukkan video soal PKL yang masih berjualan sembarangan. Foto: MTVN/M. Rodhi Aulia.
Adrianus sempat memutar video pemantauan terbaru Ombudsman soal Satpol PP yang tidak bekerja maksimal. Dia juga menunjukkan video wawancara langsung oknum Satpol PP yang mengakui adanya kongkalikong antara petugas dan PKL.
Baca: Mengurai Benang Kusut di Tanah Abang
Untuk menangani masalah ini, Adrianus menyarankan perlu ada peninjauan kembali pada sistem pengawasan kinerja Satpol PP. Pengawasan harus dilakukan secara berjenjang.
"Sehingga terdapat kontrol antara tugas di lapangan dengan bahan evaluasi atasan Satpol PP dan pengawas internal," kata dia.
Ombudsman juga meminta penataan ruang dilakukan sesuai dengan peraturan. Koordinasi internal Pemprov DKI pun perlu diperkuat.
Sementara itu, Inspektorat Pemprov DKI Jakarta perlu mendalami lebih lanjut temuan Ombudsman. Penegakan kedisiplinan harus dilakukan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)