Jakarta: Pengolahan sampah terpadu atau Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter dinilai tak menghilangkan tanggung jawab daur ulang produsen plastik. Para produsen memiliki tanggung jawab dalam Extended Producer Responsibility (EPR).
"Tidak (menghilangkan tanggung jawab produsen). Malah harusnya lebih terdorong lagi (bertanggung jawab mendaur ulang)," kata Corporate Secterary PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Hani Sumarno di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Juli 2019.
Dia mengatakan, EPR tersebut sudah menjadi aturan pemerintah dan sesuai dengan regulasi global. Industri yang memiliki kemasan plastik dikenakan aturan EPR.
Sayangnya, peraturan tersebut belum dilaksanakan dengan maksimal. Hani mencontohkan salah satu perusahaan kemasan makanan dan minuman di Indonesia. Mereka memiliki dropbox namun jumlahnya kurang memadai.
"Ini harus didorong. Maka kenapa penggiat lingkungan maunya kebijakan di hulu. Sama saja seperti kita mengambil sampah di sungai yang tidak selesai-selesai," ujar Hani.
Jakpro mengusulkan pemprov DKI melakukan hal kecil yang cukup berdampak di hilir. Misalnya, larangan menggunakan kemasan plastik di wilayah Pemprov DKI.
Bahkan, lanjut Hani, penerapan denda sangat mungkin diberlakukan. Jumlahnya pun tidak perlu terlalu besar misalnya di kisaran Rp5.000. Yang penting, pelaksanaannya maksimal guna menumbuhkan kesadaran.
Sementara itu, dia berharap pemerintah pusat menegakkan peraturan EPR dengan maksimal. Produsen plastik diharapkan sadar dan berinisiatif mendaur ulang sampah plastik.
"Mudah-mudahan itu juga mendorong industri melakukan penghilangan (sampah plastik)," tutur Hani.
Baca juga: Jakpro Berjanji Gandeng Masyarakat Sekitar ITF Sunter
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menyebut Jakarta tidak butuh Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Hal itu dinilai akan menambah masalah baru.
"Jakarta tidak butuh PLTSa. Selain dampak mengancam lingkungan, hal itu sama saja mengaburkan tanggung jawab produsen plastik," kata Tubagus kepada Medcom.id, Selasa, 23 Juli 2019.
Tubagus merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 97 Tahun 2017 tentang Sampah Rumah Tangga dan Sejenisnya. Dalam PP tersebut, produsen plastik harus bertanggung jawab mengelola sampah produksi dan konsumsi.
Jakarta: Pengolahan sampah terpadu atau
Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter dinilai tak menghilangkan tanggung jawab daur ulang produsen plastik. Para produsen memiliki tanggung jawab dalam
Extended Producer Responsibility (EPR).
"Tidak (menghilangkan tanggung jawab produsen). Malah harusnya lebih terdorong lagi (bertanggung jawab mendaur ulang)," kata Corporate Secterary PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Hani Sumarno di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Juli 2019.
Dia mengatakan, EPR tersebut sudah menjadi aturan pemerintah dan sesuai dengan regulasi global. Industri yang memiliki kemasan plastik dikenakan aturan EPR.
Sayangnya, peraturan tersebut belum dilaksanakan dengan maksimal. Hani mencontohkan salah satu perusahaan kemasan makanan dan minuman di Indonesia. Mereka memiliki
dropbox namun jumlahnya kurang memadai.
"Ini harus didorong. Maka kenapa penggiat lingkungan maunya kebijakan di hulu. Sama saja seperti kita mengambil sampah di sungai yang tidak selesai-selesai," ujar Hani.
Jakpro mengusulkan pemprov DKI melakukan hal kecil yang cukup berdampak di hilir. Misalnya, larangan menggunakan kemasan plastik di wilayah Pemprov DKI.
Bahkan, lanjut Hani, penerapan denda sangat mungkin diberlakukan. Jumlahnya pun tidak perlu terlalu besar misalnya di kisaran Rp5.000. Yang penting, pelaksanaannya maksimal guna menumbuhkan kesadaran.
Sementara itu, dia berharap pemerintah pusat menegakkan peraturan EPR dengan maksimal. Produsen plastik diharapkan sadar dan berinisiatif mendaur ulang sampah plastik.
"Mudah-mudahan itu juga mendorong industri melakukan penghilangan (sampah plastik)," tutur Hani.
Baca juga:
Jakpro Berjanji Gandeng Masyarakat Sekitar ITF Sunter
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menyebut Jakarta tidak butuh Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Hal itu dinilai akan menambah masalah baru.
"Jakarta tidak butuh PLTSa. Selain dampak mengancam lingkungan, hal itu sama saja mengaburkan tanggung jawab produsen plastik," kata Tubagus kepada
Medcom.id, Selasa, 23 Juli 2019.
Tubagus merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 97 Tahun 2017 tentang Sampah Rumah Tangga dan Sejenisnya. Dalam PP tersebut, produsen plastik harus bertanggung jawab mengelola sampah produksi dan konsumsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(HUS)