medcom.id, Jakarta: Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI dan Badan Pengelola Keuangan Aset dan Daerah (BPKAD) DKI tak saling koordinasi saat terjadi transaksi pembelian tanah di Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Kepala Dinas Perumahan, Ika Lestari Aji mengakui hal tersebut.
"Saat pembelian memang enggak ada (koordinasi). Tapi setelah ketemu itu baru kita konfirmasi," kata Ika saat dihubungi Metrotvnews.com, Rabu (29/6/2016).
Dia menerangkan, sejak awal pembelian tanah memiliki tim khusus yang diketuai Kepala Bidang Pembangunan Perumahan Dinas Perumahan DKI, Sukmana. Dalam proses pembelian, Ika mengaku sudah mengikuti prosedur. "Sudah melalui proses penelitian dan melalui sertifikat," ujar dia.
Setelah ada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, Ika mengaku baru tahu bahwa tanah tersebut milik Dinas Kelautan dan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI. "Sebelum pembelian juga sudah kita pasang plang akan dibangun rusun," ucap dia.
Hal serupa dikatakan Kepala BPKAD, Heru Budi Hartono. Heru menerangkan berdasarkan data yang dia miliki lahan tersebut sudah dimiliki DKI sejak tahun 1967 berdasarkan girik. Data ini tercatat juga dalam Kartu Induk Barang (KIB) DKPKP. Karena itu, sejak awal BPKAD mencatat lahan itu milik DKPKP.
"Waktu kita rekonsiliasi sudah tercatat di 2004. Direkonsialisasi lagi 2010 milik kita," kata Heru saat dihubungi Metrotvnews.com.
Tanah milik Pemprov DKI Jakarta di Cengkareng Barat, Jakbar, bersebelahan dengan tanah sengketa. Foto: MTVN/Wanda Indana
BPKAD, kata Heru, sebenarnya bisa memberi rekomendasi kepada Dinas Perumahan soal status tanah. Namun, kata Heru, Dinas Perumahan DKI tak pernah mengajak BPKAD untuk duduk bareng terkait pembelian lahan seluas 4,6 hektare itu.
"Mungkin kalau di dalam proses rapat BPKAD diundang mungkin akan diberitahu dan dicek," ujar Heru.
Heru juga menjelaskan Dinas Perumahan DKI punya tim tersendiri untuk meneliti kesiapan tanah di dinas. Sejauh ini, Heru bilang, BPKAD hanya pernah mengeluarkan surat kepada Dinas Perumahan untuk meneliti hal itu.
"BPKAD pernah bersurat pada Agustus agar meneliti dan mengecek di lapangan," ungkap dia.
Pembelian ini, lanjut Heru, bisa saja lokos karena sang penjual, Toeti Soekarno, memiliki Surat Hak Milik yang susah didapatkan. Heru menduga Dinas Perumahan DKI langsung percaya untuk membeli. Kalapun ada kesalahan, Heru menyoroti kinerja lurah dan camat.
"Enggak harus BPKAD dipanggil. Harusnya lurah dan camat jadi kunci. 'Pak ini bermasalah' atau ini mungkin masih bermasalah coba dicek lagi," kata Heru.
medcom.id, Jakarta: Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI dan Badan Pengelola Keuangan Aset dan Daerah (BPKAD) DKI tak saling koordinasi saat terjadi transaksi pembelian tanah di Cengkareng Barat, Jakarta Barat. Kepala Dinas Perumahan, Ika Lestari Aji mengakui hal tersebut.
"Saat pembelian memang enggak ada (koordinasi). Tapi setelah ketemu itu baru kita konfirmasi," kata Ika saat dihubungi
Metrotvnews.com, Rabu (29/6/2016).
Dia menerangkan, sejak awal pembelian tanah memiliki tim khusus yang diketuai Kepala Bidang Pembangunan Perumahan Dinas Perumahan DKI, Sukmana. Dalam proses pembelian, Ika mengaku sudah mengikuti prosedur. "Sudah melalui proses penelitian dan melalui sertifikat," ujar dia.
Setelah ada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, Ika mengaku baru tahu bahwa tanah tersebut milik Dinas Kelautan dan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI. "Sebelum pembelian juga sudah kita pasang plang akan dibangun rusun," ucap dia.
Hal serupa dikatakan Kepala BPKAD, Heru Budi Hartono. Heru menerangkan berdasarkan data yang dia miliki lahan tersebut sudah dimiliki DKI sejak tahun 1967 berdasarkan girik. Data ini tercatat juga dalam Kartu Induk Barang (KIB) DKPKP. Karena itu, sejak awal BPKAD mencatat lahan itu milik DKPKP.
"Waktu kita rekonsiliasi sudah tercatat di 2004. Direkonsialisasi lagi 2010 milik kita," kata Heru saat dihubungi
Metrotvnews.com.
Tanah milik Pemprov DKI Jakarta di Cengkareng Barat, Jakbar, bersebelahan dengan tanah sengketa. Foto: MTVN/Wanda Indana
BPKAD, kata Heru, sebenarnya bisa memberi rekomendasi kepada Dinas Perumahan soal status tanah. Namun, kata Heru, Dinas Perumahan DKI tak pernah mengajak BPKAD untuk duduk bareng terkait pembelian lahan seluas 4,6 hektare itu.
"Mungkin kalau di dalam proses rapat BPKAD diundang mungkin akan diberitahu dan dicek," ujar Heru.
Heru juga menjelaskan Dinas Perumahan DKI punya tim tersendiri untuk meneliti kesiapan tanah di dinas. Sejauh ini, Heru bilang, BPKAD hanya pernah mengeluarkan surat kepada Dinas Perumahan untuk meneliti hal itu.
"BPKAD pernah bersurat pada Agustus agar meneliti dan mengecek di lapangan," ungkap dia.
Pembelian ini, lanjut Heru, bisa saja lokos karena sang penjual, Toeti Soekarno, memiliki Surat Hak Milik yang susah didapatkan. Heru menduga Dinas Perumahan DKI langsung percaya untuk membeli. Kalapun ada kesalahan, Heru menyoroti kinerja lurah dan camat.
"Enggak harus BPKAD dipanggil. Harusnya lurah dan camat jadi kunci. 'Pak ini bermasalah' atau ini mungkin masih bermasalah coba dicek lagi," kata Heru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)