Suasana Stasiun Pasar Senen, Minggu 9 Juli 2017/MTVN/Lis Pratiwi
Suasana Stasiun Pasar Senen, Minggu 9 Juli 2017/MTVN/Lis Pratiwi

Berbekal Doa, Mengadu Nasib di Jakarta

Lis Pratiwi • 09 Juli 2017 12:53
medcom.id, Jakarta: Aidah tampak sibuk mengurus berbagai barang bawaannya saat tiba di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Minggu 9 Juli 2017. Tangan kanannya menjinjing tas hitam berisi pakaian, sementara tangan kiri erat menggenggam sang putra.
 
Keduanya datang dengan kereta api Kertajaya Lebaran dari Stasiun Cirebon Prujakan untuk mengadu nasib di Jakarta. Aidah mengaku menyusul suami dan anak pertamanya yang lebih dulu merantau di Ibu Kota.
 
Mereka bekerja di perusahaan konveksi rumahan milik saudara ipar Aidah yang tinggal di dekat Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ia berusaha mendapatkan pekerjaan di sana meski keputusan itu belum pasti.

"Banyak berdoa, mudah-mudahan cepat dapat kerja juga. Kalau belum, ya bantu-bantu pekerjaan suami," kata Aidah kepada Metrotvnews.com.
 
Sebelumnya, Aidah bekerja sebagai petani di desa. Namun, penghasilan yang tak menentu serta keinginan memperbaiki hidup membuat ia memutuskan pergi dari tempat yang ia tinggali selama 39 tahun terakhir.
 
Berbekal Doa, Mengadu Nasib di Jakarta
 
Merantau ke Jakarta bukan satu-satu jalan yang ia tempuh. Beberapa waktu lalu, Aidah sempat ingin bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) karena ajakan saudaranya yang sudah 10 tahun di Arab Saudi.
 
Pelatihan mulai dari memasak hingga bersih-bersih pun sudah ia dapatkan di tempat penampungan TKI. Namun, Aidah mengaku tidak sanggup berpisah terlalu lama dengan putra bungsunya yang berusia lima tahun, Agus.
 
"Setiap hari menangis ingat anak, akhirnya setelah pelatihan pulang ke rumah sambil nunggu panggilan kerja. Tapi akhirnya tidak jadi," jelas Aidah.
 
Minim keterampilan
 
Aidah mengaku, meski tak memiliki banyak keterampilan, ia tidak takut tinggal di Jakarta. Selain suami dan anaknya, terdapat beberapa saudara lain yang bisa menjadi tempat berteduh dan berbagi keluh.
 
"Dari dulu sering bolak-balik ke Jakarta, tapi cuma seminggu, paling lama dua bulan balik ke kampung lagi," kenang Aidah.
 
Serupa dengan Aidah, Rini pun datang ke Jakarta tanpa bekal memadai. Ia datang dari Sukabumi beberapa hari lalu untuk ikut bekerja bersama suaminya sebagai buruh jahit celana di Jakarta. Rencananya, Rini bekerja di tempat yang sama dengan suami.
 
"Katanya ada pekerjaan buat masukin tali sama rapihkan celana. Kan sekalian urus suami juga," kata Rini saat dihubungi Metrotvnews.com, Minggu 8 Juli 2017.
 
Selain untuk bekerja, Rini mengaku datang ke Jakarta untuk mengubah suasana. Ia sering kesepian jika tinggal di desa karena selain belum punya anak, banyak tetangga yang merantau ke luar kota.
 
"Memang dari kampung juga banyak yang kerja di daerah suami kerja, rata-rata jadi penjahit celana pendek gitu," tutur dia.
 
Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta mencatat data arus mudik sekitar 6.414.000 orang, namun data arus balik mencapai 6.485.000 orang. Artinya, ada lebih dari 70 ribu pendatang baru di Jakarta usai lebaran tahun ini.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan