medcom.id, Jakarta: Bentrokan pecah saat petugas Satpol PP hendak menggusur rumah-rumah warga yang berada di Kampung Pulo, Jakarta Timur. Ketua Presidium IPW Neta S Pane berharap agar Polri mengedepankan nilai-nilai keadilan dan asas kemanusiawian dalam kasus bentrokan tersebut.
"Bagaimana pun dalam melakukan penegakan hukum Polri perlu mengedepankan nilai-nilai keadilan dan asas kemanusiawian. Apalagi kasus Kampung Pulo sarat dengan nilai nilai historis. Polda jangan terjebak dengan sikap diskriminatif," kata Neta dalam pesan elektroniknya, Jumat (21/8/2015).
Dalam kasus Kampung Pulo, lanjutnya, aparat kepolisian perlu bersikap netral dan jangan mau diperalat arogansi kekuasaan. IPW mendukung langkah Gubernur DKI Ahok untuk menata dan menertibkan Kampung Pulo. Tapi sebagai "bapaknya orang Jakarta", Ahok diminta mengedepankan nilai nilai keadilan, kemanusiaan, memperhatikan sejarah, dan tidak diskriminatif.
"Sehingga situasi kamtibmas Jakarta tetap terjaga dan pertentangan kelas dan isu SARA tidak berkembang pasca-penggusuran itu," terangnya.
Ahok berhak mengatakan warga Kampung Pulo tinggal di tanah negara, tapi bangunannya adalah milik warga. Seharusnya, kata Neta, Ahok memberi dua alternatif. Pertama, warga pindah ke rusunawa. Kedua, bangunannya digusur dan dibayar ganti rugi.
"Sehingga lebih manusiawi dan berkeadilan. Jika landasannya hanya karena warga menduduki tanah negara, kenapa selama ini negara membiarkan tanahnya diduduki warga, malah sebagian warga sudah tinggal di Kampung Pulo sejak awal kemerdekaan," terangnya.
Pertanyaannya kemudian, sambungnya, kenapa Ahok tidak menggusur rumah-rumah di Pluit yang juga merambah tanah negara dan hutan lindung? "Apakah Ahok berani menggusur paksa warga Pluit dan memasukkan mereka ke rusunawa? Kenapa Ahok bersikap diskriminatif dan merasa paling benar sendiri? Padahal sikap ini bisa memicu konflik dan kekacauan," terangnya.
medcom.id, Jakarta: Bentrokan pecah saat petugas Satpol PP hendak menggusur rumah-rumah warga yang berada di Kampung Pulo, Jakarta Timur. Ketua Presidium IPW Neta S Pane berharap agar Polri mengedepankan nilai-nilai keadilan dan asas kemanusiawian dalam kasus bentrokan tersebut.
"Bagaimana pun dalam melakukan penegakan hukum Polri perlu mengedepankan nilai-nilai keadilan dan asas kemanusiawian. Apalagi kasus Kampung Pulo sarat dengan nilai nilai historis. Polda jangan terjebak dengan sikap diskriminatif," kata Neta dalam pesan elektroniknya, Jumat (21/8/2015).
Dalam kasus Kampung Pulo, lanjutnya, aparat kepolisian perlu bersikap netral dan jangan mau diperalat arogansi kekuasaan. IPW mendukung langkah Gubernur DKI Ahok untuk menata dan menertibkan Kampung Pulo. Tapi sebagai "bapaknya orang Jakarta", Ahok diminta mengedepankan nilai nilai keadilan, kemanusiaan, memperhatikan sejarah, dan tidak diskriminatif.
"Sehingga situasi kamtibmas Jakarta tetap terjaga dan pertentangan kelas dan isu SARA tidak berkembang pasca-penggusuran itu," terangnya.
Ahok berhak mengatakan warga Kampung Pulo tinggal di tanah negara, tapi bangunannya adalah milik warga. Seharusnya, kata Neta, Ahok memberi dua alternatif. Pertama, warga pindah ke rusunawa. Kedua, bangunannya digusur dan dibayar ganti rugi.
"Sehingga lebih manusiawi dan berkeadilan. Jika landasannya hanya karena warga menduduki tanah negara, kenapa selama ini negara membiarkan tanahnya diduduki warga, malah sebagian warga sudah tinggal di Kampung Pulo sejak awal kemerdekaan," terangnya.
Pertanyaannya kemudian, sambungnya, kenapa Ahok tidak menggusur rumah-rumah di Pluit yang juga merambah tanah negara dan hutan lindung? "Apakah Ahok berani menggusur paksa warga Pluit dan memasukkan mereka ke rusunawa? Kenapa Ahok bersikap diskriminatif dan merasa paling benar sendiri? Padahal sikap ini bisa memicu konflik dan kekacauan," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)