Jakarta: Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menyebutkan pembangunan transportasi Jabodetabek membutuhkan dana hingga Rp600 triliun. Pembangunan ini mengacu rencana induk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).
Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan, dana untuk pembangunan transportasi Jabodetabek harus melibatkan banyak pihak. Menurut dia, 70 persen kebutuhan dana untuk mengintegrasikan transportasi di Jabodetabek bisa dibiayai oleh pihak swasta.
"Kami tengah mengatur strategi untuk mengeksekusi rencana induk yang ada. Rencana induk ini memang ambisius. Tantangannya adalah bagaimana menyinergikan lima kota besar di Jabodetabek," kata dia dalam diskusi di Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Dirinya menambahkan, program pengembangan akan dijalankan dalam kurun 10 tahun. Waktu pelaksanaan tersebut jauh lebih singkat jika dibandingkan waktu yang dibutuhkan Tokyo, yaitu selama 50 tahun, dan New York selama 70 tahun.
Sementara itu, CEO Toll Road Business Astra Group, Kris Ade Sudiyono menyebutkan, jika swasta ingin dilibatkan maka harus ada ketegasan dari pemerintah. Menurut dia, perlu kebijakan dan leadership yang baik agar swasta mau terlibat dalam program pengembangan transportasi di Jabodetabek.
"Perlu pernyataan otoritatif dari pemerintah, tata kelola yang baik, dan model bisnis yang jelas. Harus ada penegasan di awal yang disebut keputusan politik pemerintah. Tanpa adanya itu, maka swasta enggan masuk karena namanya swasta, pasti bicaranya soal bisnis," jelas dia.
Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai, pembenahan transportasi di Jabodetabek merupakan hal yang mendesak. Sejauh ini baru 40 persen dari masyarakat Jabodetabek yang memanfaatkan angkutan umum sebagai sarana mobilisasi, sementara sisanya menilai mobiliasi di angkutan umum tidak efisien.
"Pertumbuhan jumlah kendaraan dalam lima tahun terakhir rata-tata 9,93 persen per tahun. Sepeda motor menjadi kontributor pertumbuhan tertinggi populasi kendaraan di Jakarta, yaitu 10,54 persen, disusul mobil penumpang 8,75 persen, mobil barang 4,46 persen, sementera kendaraan bus hanya tumbuh 2,13 persen," pungkasnya.
Jakarta: Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menyebutkan pembangunan transportasi Jabodetabek membutuhkan dana hingga Rp600 triliun. Pembangunan ini mengacu rencana induk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).
Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan, dana untuk pembangunan transportasi Jabodetabek harus melibatkan banyak pihak. Menurut dia, 70 persen kebutuhan dana untuk mengintegrasikan transportasi di Jabodetabek bisa dibiayai oleh pihak swasta.
"Kami tengah mengatur strategi untuk mengeksekusi rencana induk yang ada. Rencana induk ini memang ambisius. Tantangannya adalah bagaimana menyinergikan lima kota besar di Jabodetabek," kata dia dalam diskusi di Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Dirinya menambahkan, program pengembangan akan dijalankan dalam kurun 10 tahun. Waktu pelaksanaan tersebut jauh lebih singkat jika dibandingkan waktu yang dibutuhkan Tokyo, yaitu selama 50 tahun, dan New York selama 70 tahun.
Sementara itu, CEO Toll Road Business Astra Group, Kris Ade Sudiyono menyebutkan, jika swasta ingin dilibatkan maka harus ada ketegasan dari pemerintah. Menurut dia, perlu kebijakan dan
leadership yang baik agar swasta mau terlibat dalam program pengembangan transportasi di Jabodetabek.
"Perlu pernyataan otoritatif dari pemerintah, tata kelola yang baik, dan model bisnis yang jelas. Harus ada penegasan di awal yang disebut keputusan politik pemerintah. Tanpa adanya itu, maka swasta enggan masuk karena namanya swasta, pasti bicaranya soal bisnis," jelas dia.
Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai, pembenahan transportasi di Jabodetabek merupakan hal yang mendesak. Sejauh ini baru 40 persen dari masyarakat Jabodetabek yang memanfaatkan angkutan umum sebagai sarana mobilisasi, sementara sisanya menilai mobiliasi di angkutan umum tidak efisien.
"Pertumbuhan jumlah kendaraan dalam lima tahun terakhir rata-tata 9,93 persen per tahun. Sepeda motor menjadi kontributor pertumbuhan tertinggi populasi kendaraan di Jakarta, yaitu 10,54 persen, disusul mobil penumpang 8,75 persen, mobil barang 4,46 persen, sementera kendaraan bus hanya tumbuh 2,13 persen," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)