medcom.id, Jakarta: Kejahatan seksual terhadap anak semakin canggih dengan memanfaatkan teknologi informasi di media sosial. Terkadang, pengungkapan kejahatan seksual anak di media sosial sulit diungkap karena keterbatasan akses dan informasi.
Pakar Hukum ITE Margiono mengungkapkan, kecanggihan teknologi yang dimiliki pelaku kejahatan harus diimbangi dengan pengetahuan lebih maju para penegak hukumnya.
"Antara penegak hukum dan penjahat ini macam kucing dan tikus, sama-sama semakin canggih. Kalau dulu lebih mudah dideteksi, sekarang sulit," kata Maargiono, di Metro News, Rabu 22 Maret 2017.
Salah satu contoh, kata Margiono, nama grup facebook fanpage saja sulit dideteksi apakah terindikasi melakukan kejahatan seksual atau tidak. Nama grup disamarkan yang jauh dari kesan kejahatan seksual dan tidak bisa dideteksi walaupun menggunakan robot.
Belum lagi konten yang disajikan dibuat atraktif yang bisa menarik minat anak untuk mengakses. Padahal pelaku hendak menjebak anak agar bisa dijadikan korban berikutnya.
"Kalau ini kejahatan dengan teknologi tinggi, karakter penindakannya pun harus punya teknplogi lebih cangih. Kemudian sumber daya manusia termasuk keuangan untuk belanja terknologi yang lebih besar dan kuat," jelas Margiono.
Untuk membuat pergerakan penegak hukum selangkah lebih maju dari pelaku kejahatan, Margiono menyarankan beberapa hal. Di antaranya, teknologi yang digunakan sudah pasti harus lebih canggih dari pelaku, kemudian persoalan sumber daya manusia yang kompeten dan cerdik, salah satunya menggunakan trik menjebak.
"Seperti di Surabaya mengaku dokter perempuan, memancing anak kecil dengan kesehatan reproduksi dan meminta dikirimkan gambar. Padahal di balik akun itu laki-laki, kalau enggak bisa menjebak kita akan mengira bahwa dia benar perempuan," katanya.
medcom.id, Jakarta: Kejahatan seksual terhadap anak semakin canggih dengan memanfaatkan teknologi informasi di media sosial. Terkadang, pengungkapan kejahatan seksual anak di media sosial sulit diungkap karena keterbatasan akses dan informasi.
Pakar Hukum ITE Margiono mengungkapkan, kecanggihan teknologi yang dimiliki pelaku kejahatan harus diimbangi dengan pengetahuan lebih maju para penegak hukumnya.
"Antara penegak hukum dan penjahat ini macam kucing dan tikus, sama-sama semakin canggih. Kalau dulu lebih mudah dideteksi, sekarang sulit," kata Maargiono, di
Metro News, Rabu 22 Maret 2017.
Salah satu contoh, kata Margiono, nama grup facebook fanpage saja sulit dideteksi apakah terindikasi melakukan kejahatan seksual atau tidak. Nama grup disamarkan yang jauh dari kesan kejahatan seksual dan tidak bisa dideteksi walaupun menggunakan robot.
Belum lagi konten yang disajikan dibuat atraktif yang bisa menarik minat anak untuk mengakses. Padahal pelaku hendak menjebak anak agar bisa dijadikan korban berikutnya.
"Kalau ini kejahatan dengan teknologi tinggi, karakter penindakannya pun harus punya teknplogi lebih cangih. Kemudian sumber daya manusia termasuk keuangan untuk belanja terknologi yang lebih besar dan kuat," jelas Margiono.
Untuk membuat pergerakan penegak hukum selangkah lebih maju dari pelaku kejahatan, Margiono menyarankan beberapa hal. Di antaranya, teknologi yang digunakan sudah pasti harus lebih canggih dari pelaku, kemudian persoalan sumber daya manusia yang kompeten dan cerdik, salah satunya menggunakan trik menjebak.
"Seperti di Surabaya mengaku dokter perempuan, memancing anak kecil dengan kesehatan reproduksi dan meminta dikirimkan gambar. Padahal di balik akun itu laki-laki, kalau enggak bisa menjebak kita akan mengira bahwa dia benar perempuan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)