medcom.id, Jakarta: Kemacetan di jalan-jalan protokol di Ibu Kota semakin parah selama uji coba penghapusan three in one. Untuk menghindari kemacetan, warga memilih menggunakan kendaraan umum.
"Trend masyarakat naik bus mencapai lima persen selama ujicoba penghapusan three in one," kata Kepala Bidang MRL Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Priyanto dalam rapat evaluasi penghapusan 3 in 1 di kantor Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI, Jakarta Pusat, Kamis (14/4/2016).
Saat berita ini ditulis rapat evaluasi masih berlangsung. Rapat dihadiri Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI, Ditlantas Polda Metro Jaya dan stakeholder lainnya. Rapat dilakukan sekitar pukul 10.00 WIB.
Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto mengatakan, hasil rapat nantinya akan diteruskan ke Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Akan dirapatkan oleh seluruh stakeholder, sebagai leading sector Dishub DKI. Hasil evaluasi akan direkomendasikan ke Gubernur, beliau yang akan memutuskan apakah 3 in 1 dihapus atau dilanjutkan," kata Budiyanto kepada Metrotvnews.com, Rabu, 13 April.
Uji coba penghapusan three in one dihelat pada 5-8 April dan 11-13 April. Kebijakan three in one lahir di era Gubernur Sutiyoso lewat Pergub Nomor 110 Tahun 2002.
Pemprov menetapkan lima jalan sebagai Kawasan Pengendalian Lalu Lintas, masing-masing Jalan Sisingamangaraja, Jenderal Sudirman, M.H. Thamrin, Medan Merdeka Barat, dan sebagian Jalan Gatot Subroto.
Semula kebijakan ini hanya berlaku pada pagi hari, yaitu pukul 07.00 WIB-10.00 WIB, kemudian ditambah menjadi pukul 07.00 WIB-10.00 WIB dan jam 16.00 WIB- 19.00 WIB seiring dimulainya program TransJakarta pada Desember 2003. Kemudian waktu sore diubah lagi menjadi pukul 16.30 WIB- 19.00 WIB pada September 2004.
Kebijakan ini hanya berlaku pada hari kerja, yaitu Senin sampai Jumat. Hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional sistem three in one tidak berlaku.
Tapi setelah hampir 14 tahun dan pemimpin DKI berpindah ke tangan Ahok, kebijakan ini dianggap tak relevan lagi. Alih-alih mengurai kemacetan, kebijakan ini justru melahirkan kejahatan kemanusiaan, seperti eksploitasi pada anak.
medcom.id, Jakarta: Kemacetan di jalan-jalan protokol di Ibu Kota semakin parah selama uji coba penghapusan
three in one. Untuk menghindari kemacetan, warga memilih menggunakan kendaraan umum.
"Trend masyarakat naik bus mencapai lima persen selama ujicoba penghapusan
three in one," kata Kepala Bidang MRL Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Priyanto dalam rapat evaluasi penghapusan 3 in 1 di kantor Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI, Jakarta Pusat, Kamis (14/4/2016).
Saat berita ini ditulis rapat evaluasi masih berlangsung. Rapat dihadiri Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI, Ditlantas Polda Metro Jaya dan
stakeholder lainnya. Rapat dilakukan sekitar pukul 10.00 WIB.
Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto mengatakan, hasil rapat nantinya akan diteruskan ke Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Akan dirapatkan oleh seluruh stakeholder, sebagai leading sector Dishub DKI. Hasil evaluasi akan direkomendasikan ke Gubernur, beliau yang akan memutuskan apakah 3 in 1 dihapus atau dilanjutkan," kata Budiyanto kepada
Metrotvnews.com, Rabu, 13 April.
Uji coba penghapusan
three in one dihelat pada 5-8 April dan 11-13 April. Kebijakan
three in one lahir di era Gubernur Sutiyoso lewat Pergub Nomor 110 Tahun 2002.
Pemprov menetapkan lima jalan sebagai Kawasan Pengendalian Lalu Lintas, masing-masing Jalan Sisingamangaraja, Jenderal Sudirman, M.H. Thamrin, Medan Merdeka Barat, dan sebagian Jalan Gatot Subroto.
Semula kebijakan ini hanya berlaku pada pagi hari, yaitu pukul 07.00 WIB-10.00 WIB, kemudian ditambah menjadi pukul 07.00 WIB-10.00 WIB dan jam 16.00 WIB- 19.00 WIB seiring dimulainya program TransJakarta pada Desember 2003. Kemudian waktu sore diubah lagi menjadi pukul 16.30 WIB- 19.00 WIB pada September 2004.
Kebijakan ini hanya berlaku pada hari kerja, yaitu Senin sampai Jumat. Hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional sistem three in one tidak berlaku.
Tapi setelah hampir 14 tahun dan pemimpin DKI berpindah ke tangan Ahok, kebijakan ini dianggap tak relevan lagi. Alih-alih mengurai kemacetan, kebijakan ini justru melahirkan kejahatan kemanusiaan, seperti eksploitasi pada anak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)