Progres reklamasi Ancol, Minggu, 5 Juli 2020. Medcom.id/Yurike Budiman
Progres reklamasi Ancol, Minggu, 5 Juli 2020. Medcom.id/Yurike Budiman

Perizinan Reklamasi Ancol Dinilai Berlangsung Sangat Cepat

Achmad Zulfikar Fazli • 12 Juli 2020 13:21
Jakarta: Proses perizinan reklamasi kawasan Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan) dipertanyakan. Pasalnya, prosesnya dinilai berlangsung sangat cepat.
 
"Pada tanggal 13 Februari 2020, PT Pembangunan Jaya Ancol mengirim surat Permohonan Penerbitan Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan. Selang satu minggu kemudian tanggal 20 Februari 2020 telah disetujui oleh Badan Kordinasi Penataan Ruang Daerah. Amazing, sungguh cepat sekali prosesnya terlebih pada saat itu lagi ramainya pandemi covid-19," ujar praktisi hukum Ali Lubis dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Minggu, 12 Juli 2020.
 
Kemudian, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meneken Keputusan Guburnur Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Ancol pada 24 Februari 2020. Dia pun heran dengan proses yang berlangsung kilat tersebut.

Dia juga mempertanyakan proses pengerjaan perluasan wilayah Ancol jika acuannya Program Jakarta Emergency Dredging initiative (JEDI). Pasalnya, Ancol hanya memiliki lahan sebesar 20 hektare (Ha) hasil pengerukan 13 sungai dan waduk di Jakarta.
 
"Pertanyaannya jika izin pelaksanaan reklamasi Ancol 155 Ha, darimana sisa tanah untuk menguruk 135 Ha lainnya? Menggunakan biaya darimana," ujar dia.
 
Tak hanya itu, dia menyoroti proses perizinan yang keluar sebelum adanya Analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). hal itu tergambar dalam diktum kesatu Kepgub Nomor 237 Tahun 2020 yang berbunyi, memberikan izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi Dunia Fantasi (DUFAN) seluas kurang lebih 35 Ha dan kawasan rekreasi Taman Impian Ancol Timur kurang lebih 120 Ha kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk sesuai peta sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Gubernur ini.
 
Kemudian, pada diktum kedua menjelaskan, pelaksanaan perluasan kawasan sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu harus terlebih dahulu melengkapi kajian teknis, seperti kajian penanggulangan banjir yang terintegrasi, kajian dampak pemanasan global, kajian perencanaan pengambilan material perluasan kawasan, kajian perencanaan infrastruktur/prasarana dasar, analisis mengenai dampak lingkungan, dan kajian lainnya yang diperlukan  
 
"Artinya izin (perluasan kawasan Ancol) keluar sebelum adanya kajian amdal dan lain-lain," ucap dia.
 
Baca: Beda Reklamasi Ancol dan 17 Pulau di Mata Anies
 
Dia juga menyoal diktum kedelapan dalam Kepgub Nomor 237 Tahun 2020 yang menjelaskan selama pelaksanaan perluasan kawasan, PT Pembangunan Jaya Ancol harus mengacu pada perizinan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. "Pertanyaannya peraturan perundang-undangan yang mana yang dijadikan dasar acuan tersebut," ujar dia.
 
Pada diktum kesembilan Kepgub Nomor 237 Tahun 2020 menyebutkan pembangunan di atas lahan perluasan kawasan Dufan dan Ancol harus mengacu rencana tata ruang, masterplan dan panduan rancang kota, serta ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Anies sudah mencabut Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara.
 
Kemudian, pada diktum ke-13 Kepgub Nomor 237 Tahun 2020 dijelaskan izin perluasan pelaksanaan kawasan Dufan dan Ancol hanya berlaku untuk jangka waktu 3 tahun. Apabila hingga jangka waktu itu pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi tersebut belum dapat diselesaikan, izinnya akan ditinjau ulang.
 
"Jika berdasarkan Pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016, Pilkada (DKI) akan dilaksanakan pada 2024, maka pertanyaannya siapa yang akan tinjau ulang atau membatalkan Kepgub tentang Izin Pelaksanaan ini jika tahun 2022 Anies Baswedan digantikan Plt Gubernur," ujar dia.
 
Sebelumnya, Anies mengakui status hukum perluasan daratan Ancol berantakan. Proyek Masjid Sejarah Nabi menjadi salah satu yang terdampak.
 
Masjid Sejarah Nabi rencananya memakan tiga hektare dari 120 hektare lahan Ancol. Sekitar 20 hektare lahan tersebut belum ada status hukum karena hasil penimbunan lumpur waduk dan sungai di Jakarta dalam 11 tahun terakhir.
 
"Efeknya, lahan itu tak bisa dimanfaatkan. Pemprov DKI harus mengurus Hak Pengelolaan Lahan lebih dulu ke Badan Pertanahan Nasional," terang dia dalam video Pemprov DKI, Sabtu, 11 Juli 2020.
 
Oleh karena itu, ia menerbitkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 pada 24 Februari 2020. Tujuannya sebagai persyaratan legal administratif.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan