Pedagang kaki lima (PKL) menggelar dagangannya di atas trotoar untuk pejalan kaki di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Minggu (19/11/2017). Foto: MI/Bary Fathahilah
Pedagang kaki lima (PKL) menggelar dagangannya di atas trotoar untuk pejalan kaki di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Minggu (19/11/2017). Foto: MI/Bary Fathahilah

Praktik Pungli Satpol PP dan Preman Nyata

Akmal Fauzi • 24 November 2017 19:58
Jakarta: Ombudsman Republik Indonesia (ORI) geram dengan pernyataan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Haji Lulung yang menyebut tidak ada preman di Tanah Abang yang bisa mengatur lapak pedagang kaki lima (PKL). Ombudsman membuktikannya dalam hasil investigasi maladministrasi dan pungutan liar.
 
Ombusdman menemukan PKL dibekingi preman dan dijamin keberlangsungan usahanya oleh Satpol PP. Hal itu membuat sejumlah PKL masih menduduki wilayah yang tidak sesuai pertuntukan.
 
"Penataan PKL rawan praktik maladministrasi penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, dan pembiaran baik yang dilakukan oknum Satpol PP, maupun oknum di kelurahan dan kecamatan setempat," kata Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 24 November 2017.

Haji Lulung sebelumnya menantang Ombudsman menginvestigasi perihal pungli oleh preman dan oknum Satpol PP. Menurut Haji Lulung, biasanya yang disebut preman justru kepala kelompok pedagang di sana yang mengurus kebutuhan pedagang.
 
Ombudsman memonitoring di tujuh titik lokasi ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Lokasi itu yakni Pasar Tanah Abang, Stasiun Tebet, Setia Budi, menara Imperium, Kawasan Jatinegara, Setiabudi, Perbanas, dan Kawasan Stasiun Manggarai.
 
Praktik Pungli Satpol PP dan Preman Nyata
Pedagang kaki lima (PKL) memenuhi trotoar di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Jumat (17/11/2017). Kondisi kawasan Tanah Abang saat ini kembali semrawut lantaran banyaknya pedagang yang membuka lapak di sepanjang trotoar. Keberadaan lapak PKL membuat banyak warga berkerumun di trotoar sehingga menimbulkan kemacetan lalu-lintas. Foto: Antara/Muhammad Adimaja
 
Berdasarkan hasil monitoring pada 15-17 November 2017, ditemukan fakta bahwa belum ada langkah nyata perbaikan oleh Pemprov DKI sesuai saran Ombudsman, sebab oknum masih merajalela.
 
Maladministrasi tersebut juga berimbas pada tidak optimalnya peran Satpol PP sebagai penegak Peraturan Daerah (Perda) dan kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda). Penertiban selama ini terkesan tidak efektif karena fenomena PKL berjualan pada tempat yang bukan peruntukannya masih saja terjadi.
 
"Setiap rencana penertiban ada saja oknum aparatur yang melakukan komunikasi dengan pihak PKL untuk mengamankan diri, tidak berjualan terlebih dahulu," jelas Adrianus.
 
Adrianus menerangkan bahwa di antara beberapa Satpol PP ternyata sudah saling kenal dengan beberapa PKL. Mereka disebut memiliki kedekatan.
 
"Mereka punya kedekatan, tapi ini bukan soal kedekatannya, tetapi memang sudah ada transaksi," jelasnya.
 
Praktik Pungli Satpol PP dan Preman Nyata
Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala (kanan) bersama Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu, saat konpers catatan tahunan Ombudsman di Jakarta, Jumat (30/12/2016). Foto: MI/Adam Dwi
 
Setoran keamanan yang mesti dikeluarkan PKL kepada Satpol PP melalui perantara preman nilainya beragam, mulai dari Rp500 ribu hingha Rp8 juta.
 
Hal itu dipertegas dengan video rekaman hasil investigasi, di mana diduga oknum Satpol PP tengah terlihat melakukan hubungan transaksional dengan PKL agar lapaknya tetap 'aman'.
 
Namun Ombusdman tidak memberitahukan nama oknum Satpol PP serta lokasi persis kejadiannya itu di Jakarta.
 
Dalam video yang ditayangkan, tampak tiga orang di dalam sebuah ruangan. Seorang laki-laki yang mengenakan seragam Satpol PP, seorang laki-laki lain yang mengenakan kaos, dan seorang perempuan yang merupakan investigator yang menyamar sebagai calon PKL dan merekam percakapan itu.
 

 
Investigator Ombusdman menanyakan cara mendapatkan lapak berdagang kepada oknum petugas Satpol PP tersebut.
 
"Izinnya mah enggak ada cuma kebijaksanaan aja," ujar oknum petugas Satpol PP tersebut dalam video.
 
Oknum petugas itu meyakinkan tak perlu khawatir jika nantinya terjadi razia. Sehari sebelum razia, dia akan memberikan informasi.
 
"Nanti saya telepon saja gimana-gimana itu. Lokasinya (penertiban) saya kasih tahulah," kata oknum Satpol PP tersebut
 
Koordinator investigasi Ombusdman RI, Nyoto Budianto, mengatakan, preman yang menjadi penghubung transaksi antara oknum Satpol PP DKI Jakarta dan PKL merupakan komunitas yang telah terbentuk cukup lama.
 

 
Preman itu biasa disebut pedagang sebagai pengrus yang memiliki kekuasaan mengatur wilayah tersebut.
 
"Jadi ada komunitas setempat, lokal, ada pendatang yang menguasai. Mereka punya power dan mereka enggak operasi satu orang," jelas Nyoto.
 
Wakil Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta Hidayatullah mengatakan sudah mencari oknum Satpol PP yang menerima suap dari PKL. Namun dia belum menemukan praktik pungutan liar seperti yang disebutkan Ombudsman
 
Dia pun sudah menanyakan ke Ombudsman, namun belum dapat jawaban. "Satpol PP difitnah terus ini," keluhnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan